Pages - Menu

Saturday, February 21, 2015

Sinopsis Blood Episode 1 Part 1

Episode 1

Sebuah mobil melaju cepat melintasi padang rumput. Kemudian mobil jeep itu berhenti disebuah bangunan tua tak berpenghuni. Seorang pria muda turun dan masuk kebangunan. Pria yang memakai jas dokter dan menutupi wajahnya itu bernama Park Ji Sang.

Di dalam bangunan tua ada kuburan tua yang telah tertutupi lumut. Suara gagak yang bersahutan menambah suasana menjadi horor. Pandangan mata Ji Sang tertuju pada batu nisan dengan salib di atasnya. Ia mengusap lembut lumut yang menempel pada batu nisan.

Ji Sang menyipitkan mata membaca tulisan yang kabur, "Tak perlu mencari kematian, kematian akan datang mencarimu". 

Kemudian Ji Sang menggali tanah. Dia terus menggali cukup dalam. Tidak satu tempat saja, tapi dia membuat beberapa galian yang berdekatan dengan kuburan tua itu. Ia baru berhenti ketika melihat apa yang ada di hadapannya. Di dalam galian terakhir yang Ji Sang buat, terdapat banyak tulang belulang tertanam di dalamnya.

Ji Sang memperhatikan satu persatu tengkorak itu dan melihat 2 gigi taring khas vampire di salah satu tengkorak yang ada di sana. Tengkorak itu juga mempunyai kuku panjang pada tulang tangannya. Dia juga melihat noda darah pada pakaian yang setengah hancur di makan tanah. 

Republik Kochenia, wilayah Sobokue

Park Ji Sang kini berada di tempat penampungan para korban perang. Ia turun dari mobil dan membuka kain yang menutupi wajahnya. Park Ji Sang merupakan salah satu dokter relawan di camp penampungan itu. Ia melihat para dokter dan tenaga medis tengah sibuk memindahkan para korban perang ke mobil ambulance.

Saat Ji Sang hendak melangkah masuk kedalam, seorang dokter memanggilnya dan memberitahu dalam waktu 2 jam para pemberontak akan lewat sini, mereka di perintahkan segera berkemas dan pindah ke pos di Revesck.

Sambil mengunyah permen karet, Ji Sang bilang bukankah mereka masih punya seorang pasein, apa pasein itu sudah di pindahkan.

"Dia masih di rumah sakit", jawab dokter itu.

Ji Sang kaget, "Apa?". 

Seorang anak terbaring di ranjang rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan memakai alat bantu pernapasan. Terlihat juga luka pada bagian perutnya. Dokter yang tengah bicara dengan Ji Sang mengatakan pasien bisa mati akibat syok Hipovolemik saat pemindahan. 

Hipovolemik : Kondisi darurat di mana pendarahan parah dan hilangnya cairan membuat jantung tidak cukup mampu memompa darah ke tubuh.  
Tetap saja, Ji Sang berpendapat mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan anak itu. Ji Sang berkata akan mengoperasi anak itu dan memindahkannya. Rekan Ji Sang merasa hal itu mustahil, tidak mungkin Ji Sang melakukan operasi sendirian.

"Kau butuh asisten dan dokter spesialis anestasi"

"Aku bisa sendiri", sahut Ji Sang yakin. 

Ansetesi = Pembiusan. 

Seorang tentara datang menghampiri mereka. Tentara yang bertugas melakukan evakuasi itu bertanya kenapa Ji Sang dan dokter itu masih berada di sini. Mereka harus pergi sekarang. Tapi Ji Sang meminta tentara itu untuk meninggalkan satu mobil, ia akan segera menyusul setelah selesai operasi.

"Apa kau gila?", sahut tentara itu, "Para pemberontak tidak akan menunjukkan belas kasihan terhadap anak kecil atau dokter. Dua minggu lalu....".

"Cukup. Kau banyak bicara. Pergilah dari sini", potong Ji Sang

Tentara tidak peduli lagi. Kalau itu memang pilihan Ji Sang, maka Ji Sang harus menanggung akibatnya sendiri. Tentara pergi.

Ji Sang teriak, "Jangan khawatir. Aku tidak akan mati!. Aku tidak akan mati".

Rekan Ji Sang menatapnya tanpa berkedip. Ji Sang heran di pandang seperti itu dan bertanya kenapa rekannya itu tidak pergi.

"Dr. Park, semoga kau beruntung", ucap dokter itu.

"Jangan menatapku seolah aku mayat hidup. Dan aku tidak perlu keberuntungan untuk masalah sekecil ini. Sampai nanti", ucap Ji Sang santai lalu pergi.

Rekan Ji Sang hanya bisa menghela napas menghadapi sikap keras kepala Ji Sang. 

Ji Sang masuk keruangan dimana banyak meja, kursi dan barang-barang lain bertumpuk jadi satu menghalangi jalannya. Ia menghela napas dan membuang permen karet yang sedang di kunyahnya. Ji Sang mengambil sebuah benda bundar dari dalam saku jas.

Jari jempol Ji Sang menekan tombol biru yang membuat wadah itu terbuka. Keluar sebuah kapsul dari dalamnya. Ji Sang langsung menelan kapsul berwarna hijau itu. Setelah menelan kapsul, dengan mudahnya Ji Sang melompati semua tumpukan barang yang menghalangi jalannya. Gerakannya lincah dan ringan.

Ji Sang masuk ke ruangan tempat anak itu berada. Ji Sang menatap anak itu, tiba-tiba bola mata Ji Sang berubah menjadi keemasan. Perubahan warna pada lensa matanya, membuatnya mampu melihat organ-organ dalam anak itu. Menembus kulit dan daging.

Ji Sang juga memperhatikan peluru yang bersarang di perut si anak. Tanpa menunggu waktu lagi, Ji Sang segera menyiapkan peralatan untuk keperluan operasi.

Ji Sang kini telah memakai baju operasi dan mengangkat kedua tangannya yang telah steril dari kuman-kuman. Tanda dia siap melakukan operasi. Sebelum itu, Ji Sang menutup mata memikirkan langkah apa yang harus dia lakukan terlebih dahulu. 

"Luka peluru ada di perut kanan atas. Ada kemungkinan besar telah menembus bagian hati. Di perkirakan letak peluru berada di bawah diafragma. Dimana pembuluh darah utama dan pembuluh darah hati bertemu. Selama pengangkatan peluru ada resiko pendarahan yang berlebihan akibat kerusakan pembuluh darah utama dan pembuluh darah hati. Pertama, pisahkan hati dari diafragma agar hati kanan bisa memobilisasi". 

Ji Sang membuka mata, "Pisah bedah", ucapnya mengadahkan tangan ke samping. Ji Sang lupa kalau tidak ada orang disamping yang membantunya dan sadar kalau dia melakukan operasi seorang diri. Karena tidak ada yang membantunya, Ji Sang harus mengambil pisau bedah sendiri.

Ji Sang mulai membedah perut pasien. Alat pompa tekanan darah bergerak menurun. 

Di luar, mobil para pemberotak telah sampai di camp pengungsian. Para pemberontak turun dengan membawa senjata laras panjang. 

Ji Sang menemukan pecahan peluru di pembuluh darah utama dan pembuluh darah hati. Terjadi pendarahan saat operasi. Darah muncrat di wajah Ji Sang. Terdengar bunyi alarm dari mesin pendeteksi jantung, menandakan detak jantung semakin melemah. 

Ji Sang sudah memperkirakan hal ini dari awal bahwa akan ada pendarahan berlebihan. Persiapan darah tidak cukup, di butuhkan transfusi sementara tidak ada dokter anestesi untuk melakukan pembiusan. Ji Sang berpikir untuk melakukan manuver Pringle, yakni kontrol pendarahan dengan menggunakan penjepit. Cara itu berhasil membuat pendarahan berhenti. 

Ji Sang kini fokus mengangkat peluru yang bersarang di tubuh anak kecil itu. Ji Sang melihat peluru yang dia cari dan berhasil mengangkatnya. Setelah peluru berhasil di angkat, Ji Sang segera menjahit luka.

Bertepatan dengan itu, para pemberontak telah menyusup masuk ke rumah sakit. Mereka mencari orang-orang yang kemungkinan masih ada disana. 

Telinga tajam Ji Sang mendengar langkah para pemberontak, tapi ia tetap tenang dan segera menyelesaikan jahitannya. Ji Sang bicara pada anak kecil itu dan meminta untuk bertahan sebentar lagi. Ji Sang juga memberi nama Young Hee pada anak perempuan itu. 

Pemberontak menyisir setiap tempat. Salah satu dari mereka melapor pada pos pertahanan mereka kalau tidak ada orang disini, semuanya sudah pergi. Baru saja mereka selesai bicara, Ji Sang keluar dengan menarik ranjang Young Hee.

Sontak pemberontak mengarahkan senjata, Ji Sang mengangkat tangannya dan mengaku sebagai dokter relawan dari Muenchen, universitas rumah sakit di jerman. Ji Sang meminta pada mereka untuk membiarkannya pergi.

"Berlutut!", perintah pemberontak. 

"Kumohon. Biarkan aku pergi", ucap Ji Sang. 

Pemberontak mengancam akan menembak jika Ji Sang tidak mau berlutut. Ji Sang bilang, jika mereka membiarkannya pergi bersama Young Hee, maka ia akan membiarkan pemberontak keluar dari rumah sakit ini dengan selamat.

Pemberontak bertanya bagaimana jika mereka menolak?. Ji Sang memberi kesempatan terakhir, "Biarkan aku dan anak ini pergi". 

Salah satu pemberontak memberikan kode pada temannya, dan tanpa di komado para pemberontak menembak. Ji Sang mendorong ranjang Young Hee menjauh, kembali masuk ke dalam ruangan.Ia menjadikan dirinya sebagai tameng, entah berapa banyak peluru menghujani tubuhnya. Sampai akhirnya, Ji Sang roboh, jatuh ke lantai tidak sadarkan diri.

Salah satu pemberontak menggerakan dagu, menyuruh temannya untuk memeriksa Ji Sang, apakah benar pria itu sudah tewas atau belum. Pemberontak itu menendang kaki Ji Sang, tapi Ji Sang tetap tidak bergerak. 

Pemberontak menendang lagi, kali ini mata Ji Sang yang semula terpejam sedikit terbuka. Perlahan kuku-kukunya tumbuh memanjang dan meruncing. Bola matanya berubah menjadi keemasan dan urat-urat di wajahnya terlihat jelas.

Dengan gerakan cepat, Ji Sang bangun dan menendang pemberontak yang berada di depannya. Pemberontak lain kembali menembaki Ji Sang. Ji Sang menatap tajam mereka dan dengan lincahnya berlari dia melompat menghindari setiap peluru yang keluar dari senjata para pemberontak. 

Ji Sang menghampiri mereka, menghajarnya satu per satu. Tidak butuh waktu lama dia berhasil mengalahkan mereka semua. Usai menjatuhkan semua lawannya, Ji Sang menoleh ke belakang dan terdengar narasi Ji Sang.

"Aku adalah vampir. Lebih tepatnya aku terinfeksi virus VBT-01. VBT-01 adalah virus yang berasal dari zaman kuno, penyebabnya tidak di ketahui. Tidak ada obatnya. Virus ini mengaktifkan Telomerase (jenis kromoson langka) yang mempengaruhi penuanan manusia. Akibatnya penderita bisa hidup 300 kali lebih lama dan memiliki kekuatan supernatural". 

Diperlihatkan bagaimana mula virus itu menginfeksi penderita. 

"Jika orang dewasa terinfeksi, penuaan akan segera berhenti. Jika remaja terinfeksi penuaan berhenti setelah 5-6 tahun, mereka akan hidup seperti wujud aslinya". 

Di perlihatkan Ji Sang remaja yang berlari-lari di dalam hutan. 

"Penderita yang terinfeksi memiliki kemampuan fisik dibatas kemampuan manusia normal. Mereka bisa menyembuhkan diri". 

Ji Sang berdiri di depan api dan meringis kesakitan. Hanya dengan sedikit menggerakan badannya saja, dia berhasil mengeluarkan semua peluru yang bersarang di dalam tubuhnya. Ji Sang sembuh dengan sangat cepat.

"Tapi, sinar matahari fajar dan paparan cahaya UV bisa berakibat fatal. Rasa haus akan darah akan menyiksa mereka".

Di perlihatkan tangan vampir yang melepuh karena terkena sinar matahari. Rasa haus akan darah, membuat mereka tersiksa. Bahkan ada diantaranya yang meminum darah hewan.

Ji Sang berdiri diatas gedung, menatap langit, "Aku bukanlah manusia. Aku mahluk hidup yang ada antara hidup dan mati".

Tahun 1979 Daerah Tennessse Moore, Amerika.

Perayaan Halloween. Seorang anak dengan memakai pakaian seperti vampir belari-lari. Sampai akhirnya dia tiba di depan sebuah rumah dan mengetuk pintu, "Trick or Treat!", serunya meminta permen pada pemilik rumah. 

Pemilik rumah membuka pintu, pria itu bernama Park Hyun Seo. Hyun Seo bilang pada anak kecil yang bernama Daniel itu kalau dia datang terlambat. Daniel menjelaskan kalau dia mengalami demam. Ia tertidur setelah minum obat, dan baru bangun sekarang.

Hyun Seo meminta Daniel menunggu dan masuk ke dalam untuk mengambil permen. Tak lama kemudian, Hyun Seo keluar dan menaruh segenggam permen ke keranjang yang di bawa Daniel. Hyun Seo tersenyum dan berpesan agar Daniel cepat pulang.

Daniel pergi setelah mengucapkan terima kasih. Hyun Seo melihat sekitar dan buru-buru menutup pintu.

Dalam perjalanan pulang, Daniel berpapasan dengan 2 pria berjubah hitam misterius. Salah satu dari mereka menyenggol keranjang permen milik Daniel. Tapi pria itu pergi begitu saja tanpa membantu Daniel memungut kembali permen Daniel yang terjatuh. Sedangkan pria jubah hitam lainnya malah menginjak permen Daniel  yang jatuh berceceran. Daniel diam  menatap heran 2 pria berjubah itu. 

Di dalam rumah Hyun Seo terlihat gusar dan mematikan lampu yang menerangi ruangan. Sepertinya dia merasa akan ada tamu tidak diundang datang malam ini. Hyun Seo menyibakan tirai melihat keluar. Ia bisa merasakan sekelebat bayangan hitam melintas di jendela di belakangnya.

Hyun Seo menoleh kebelakang bersikap waspada. Tepat saat itu, salah satu pria jubah hitam menerjang kaca dan menyerang Hyun Seo. Pria berjubah itu bernama J. Hyun Seo berdiri di depan J yang menatap tajam padanya. Keduanya saling menyerang dan berkelahi.

Hyun Seo berhasil mengalahkan J, jika saja pria berjubah lainnya, Nam Chul Hoon tidak tiba-tiba menyerang dan menendang Hyun Seo. Membuat Hyun Seo jatuh menubruk meja dan menjatuhkan patung bunda maria yang berada di atasnya. 

Hyun Seo marah, kukunya tumbuh memanjang dan meruncing. Bola mata Hyun Seo berubah dan wajahnya menjadi pucat. Hyun Seo menyeringai marah menatap dua pria berjubah di depannya. J dan Nam Chul Hoon.

Terdengar suara tangisan bayi dari lantai atas. J mendengar suara itu dan bergegas pergi ke atas. Hyun Seo mencoba menahan kaki J yang sudah menaiki anak tangga. Ia menarik J dan melemparnya menjauh. Nam Chul Hoon menyerang Hyun Seo. Mencekik leher Hyun Seo, memojokannya ke dinding.

Dengan tenaga tersisa, Hyun Seo membuka topi jaket yang menutupi wajah Chul Hoo. Ia menoleh ke lain arah dan melihat J naik ke lantai atas, "Tidak!", teriaknya marah.

J yang kini sudah berada di lantai atas, menendang pintu kamar. Tapi tidak ada siapa-siapa disana. Di dalam ranjang bayi, J melihat tape recorder berisi rekaman tangisan bayi dan suara nyanyian soerang ibu yang sedang meninabobokan anaknya.

Scene kemudian beralih memperlihatkan seorang wanita yang mengendarai mobil dengan berlinangan air mata. Dari kaca, ia melihat di kursi belakang dimana putranya yang masih balita berada di sana. Wanita itu adalah Han Sun Young, istri Hyun Seo. Dan balita itu bernama Jason, putra Hyun Seo dan Sun Young. 

Hyun Seo yang seorang diri tak kuasa melawan J dan Chul Hoon. Kedua vampir jahat itu melempar Hyun Seo yang sudah tidak berdaya. Hyun Seo mengerang kesakitan di lantai, merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Terdengar suara langkah sepatu, Hyun Seo menoleh ke asal suara, menyeringai marah begitu mengetahui siapa yang datang. Pria yang baru datang itu, duduk di kursi yang di berada depan Hyun Seo. Ia menggerakan sedikit tangannya, serentak J dan Chul Hoo mendudukan Hyun Seo. Pria itu mengetuk-ngetukan jarinya lalu berkata,

"Kau harusnya tidak melakukan apa pun. Lari dariku atau melawan seperti ini", ucap Lee Jae Wook angkuh.

Jae Wook mencodongkan badannya, "Dimana Sun Young dan Jason?. Dimana Jason?".

Hyun Seo tidak mau menjawab, "Bunuh saja aku!. Dan jangan ganggu istriku dan Jason. Ini permintaan terakhirku". 

Jae Wook bilang dia datang bukan untuk memenuhi permintaan terakhir Hyun Seo.  Ia menyuruh Hyun Seo untuk memutuskan dengan baik, jika Hyun Seo menolak itu hanya akan memperburuk situasi Hyun Seo saat ini.

"Apapun yang terjadi itu lebih baik, dibanding apa yang kau lakukan", sahut Hyun Seo.

Jae Wook bertanya, Hyun Seo pikir alasan dia melakukan ini hanya untuk dirinya sendiri?. Baiklah, Hyun Seo bilang dia menghargai dan menyetujui semua ucapan dan pemikiran Jae Wook. Asal Jae Wook tidak menganggu istri dan putranya.

Jae Wook tersenyum tipis, merasa kesal mendengarnya karena Hyun Seo menghargainya dengan imbalan keselamatan anak dan istri Hyun Seo.

"Kumohon. Kumohon!. Jangan ganggu mereka. Itu tidak penting bagimu", teriak Hyun Seo putus asa.

"Sayangnya itu penting bagiku", ucap Jae Wook lalu berdiri menolak permintaan Hyun Seo.

Hyun Seo menunduk. J menancapkan jarum suntik ke leher Hyun Seo. Cairan yang di suntikan menjalar cepat ke tubuh Hyun Seo. Dalam sekejap urat-urat leher Hyun Seo keluar dan membiru. Hyun Seo terkulai lemas di lantai. Napasnya terengah-engah menatap patung bunda maria tak jauh dari tempatnya, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.

"Aku tidak tahu. Ada sebuah pepatah yang menyentuhku", Hyun Seo berbalik menatap Hyun Seo yang tidak lagi bernyawa, "Dari pada menjadi menjadi teman yang tidak jelas, lebih baik menjadi musuh yang sesungguhnya".








Sun Young menghentikan mobilnya di tengah jalan. Lalu turun dari mobil dengan perasaan berbagai perasaan berkecambuk di dadanya. Ia menoleh ke belakang, melihat jalanan yang ia lewati. Sementara di dalam mobil, Jason tertidur dengan pulasnya. 

Flashback. 

Sun Young membujuk Hyun Seo untuk ikut melarikan diri bersama. Hyun Seo tidak mau, menurutnya ini yang terbaik yang bisa dia lakukan untuk Jason.

"Jason. Tidak akan hidup seperti kita. Pastikan itu".
Sun Young menangis, "Aku tidak bisa melakukannya sendiri. Itu mustahil tanpamu".

"Aku yakin Jason akan berhasil tanpa ku. Kau bantu dia melakukannya".

"Sayang".

Hyun Seo memandang dan menimang-nimang Jason di gendongannya, "Maafkan ayah. Ini semua karena ayahmu. Tapi, ayahmu percaya kau akan mampu menyelamatkan dirimu".

Flashback end.

Sun Young menghapus air matanya dan berusaha menguatkan diri. Lalu kembali masuk ke dalam mobil, melanjutkan perjalanannya.

Pulau Jeju, tahun 1994


Bunyi alarm berbunyi membangunkan Ji Sang (Jason) yang kini telah beranjak remaja. Ji Sang menyibak sedikit tirai yang menutupi jendela kamar. Menatap keluar menutupi wajahnya dengan tangan. Seperti takut terkena sinar matahari pagi. 

Ji Sang pergi ke kebun belakang memberi makan rusa yang berada di dalam kandang. Tapi rusa itu tidak mau makan meski Ji Sang sudah mengulurkan sayur ke hewan itu. Ji Sang mengerti perasaan rusa yang merasa sedih sehingga tidak mau makan. Ia janji akan membebaskan rusa itu setelah keadaan rusa berangsur membaik. 

"Kau cukup beruntung. Ketika kau pergi dari tempat ini, kau mempunyai tempat tujuan", ucap Ji Sang murung.

Sun Young datang mengajak Ji Sang untuk sarapan.

Ji Sang dan Sun Young berada di meja makan. Sun Young herans pada Ji Sang yang terlalu pendiam, dalam sehari tidak lebih dari 10 kata yang Ji Sang ucapkan. Ji Sang merasa tidak ada yang perlu di bicarakan. Ji Sang meletakan sendoknya tidak jadi makan. Ia berkata akan pergi ke kota untuk membeli buku.

Sun Young menawarkan diri akan membelikannya besok. Ji Sang yang bisa melihat kekhawatiran di wajah Sun Young, minta pada ibunya untuk tidak khawatir dan meyakinkan tidak akan terjadi apa-apa. Sun Young mengerti dan memberi ijin pada Ji Sang untuk pergi. 

Ji Sang berbalik pergi. Sun Young memanggil Ji Sang, mengambil botol obat dan mengingatkan pada anaknya untuk selalu membawa obat itu. Ji Sang mengambilnya dengan kasar lalu pergi.

Ji Sang berjalan melewati pantai. Ia merogoh merogok kantong bajunya mengambil botol obat yang di berikan Sun Young. Ji Sang memandang botol itu lalu dengan membuangnya di pantai. Entah apa yang membuat Ji Sang bersikap seperti ini, tampaknya dia meresa tidak puas akan sesuatu.

Kini Ji Sang sudah berada di toko buku. Ia berdiri di depan rak buku, mencari buku yang dia inginkan. Perhatian Ji Sang teralih saat mendengar suara pegawai toko buku yang mengaduh kesakitan. Jari pegawai itu tersayat pisau ketika hendak memotong tali yang mengikat buku yang baru datang.

Ji Sang menoleh, pandangannya tertuju pada darah segar yang keluar dari jari si pegawai. Darah yang keluar cukup banyak. Ji Sang mulai merasakan perasaan yang aneh, tiba-tiba dia merasakan dahaga. Warna bola mata Ji Sang mulai berubah. Dia bisa melihat urat nadi dan aliran darah yang mengalir di leher pegawai. Ji Sang menelan ludah, dan lidahnya membasahi bibirnya yang terasa kering.

Pemilik toko datang membantu pegawai membalut jarinya yang terluka. Saat pemilik toko menoleh ke arahnya, Ji Sang berbalik mengalihkan pandangannya.

Ji Sang mengatur napasnya yang naik turun dan berusaha menenangkan diri. Ji Sang memejamkan mata meremas buku yang ada ditangannya dan tanpa sadar membuat buku itu terbelah menjadi dua.

Ji Sang keluar dari toko buku dengan lemas, dia tidak jadi membeli buku dengan membawa plastik berisi beberapa buku yang dia beli. Ji Sang berjalan meninggalkan toko dan berpapasan dengan sekelompok pelajar yang pulang dari sekolah. Ji Sang menunduk, menatap mereka dengan pandangan sedih.

Sun Young mengajari Ji Sang pelajaran matematika. Tapi Ji Sang tampak tidak kosentrasi dan melamun. Dalam otaknya, Ji Sang terbayang tetesan darah yang mengalir dari jemari pegawai toko. Ji Sang menelan ludah, membayangkannya saja membuatnya haus.

Sun Young menoleh dan melihat putranya yang sedang melamun. Ia menegur Ji Sang yang tidak fokus belajar.

"Jika aku selalu sendirian, apa gunanya belajar?. Aku bahkan tidak bisa sekolah. Apa gunanya semua ini?", tuntut Ji Sang.

Sun Young duduk di depan Ji Sang, mencoba memberi pengertian pada putranya. Sun Young bilang tujuan Ji Sang belajar agar kelak bisa hidup layak bersama orang lain. Dan juga Ji Sang bisa mempelajari banyak tentang dirinya.

"Aku tahu kalau aku tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang. Aku sudah tahu banyak tentang diriku". 

"Kau melakukannya dengan baik sampai saat ini. Kelak kau juga bisa melakukannya dengan baik", ujar Sun Young memberi semangat.

Ji Sang pesimis, "Benarkah?. Kenapa ibu selalu mempercayai apa yang ingin kau percayai?". 

Sun Young terdiam. Ji Sang bangkit meninggalkan ibunya dengan perasaan kesal.

Malam hari. Sun Young yang sedang meramu sesuatu teringat ucapan Ji Sang tadi siang. Ucapan Ji Sang yang bilang bahwa dia mengetahui tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang. Dan dia juga sudah tahu banyak tentang jati dirinya. 

Sun Young mencoba menepis ingatan itu dan kembali meramu. Kegiatannya terhenti ketika telianganya mendengar sesuatu.

Ji Sang berdiri membeku di depan kandang rusa. Ji Sang syok menatap rusa yang ada di hadapannya telah mati dengan gigitan di leher. Pikirannya yang terus membayangkan tetesan darah pegawai toko, membuat dia berbuat sesuatu di luar kendalinya, melampiaskan rasa hausnya akan darah.

Ji Sang berbalik dan terlihat bibirnya yang belepotan darah. Urat-urat di wajah Ji Sang tampak jelas terlihat, warna bola matanya berubah keemasan.

Napas Ji Sang terengah-terengah. Terlalu syok dan juga tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi pada dirinya. Lutut Ji Sang terasa lemas, ia jatuh berlutut di tanah menangisi apa yang telah terjadi. Darah menetes dari kuku Ji Sang yang meruncing dan memanjang.

Sun Young yang berdiri tak jauh dari sana, menatap putranya yang menangis. Sun Young ikut menangis, merasakan kesedihan yang Ji Sang rasakan.

Ji Sang sudah kembali ke kamarnya. Kejadian yang baru saja di alaminya membuatnya tidak bisa tidur dan terus terjaga sepanjang malam. Hingga pagi tiba, Ji Sang masih duduk disana. Matahari pagi menerobos masuk ke kamar dan mengenai tangannya.

Ji Sang tidak sadar dan baru merasakan sakit saat tangannya mulai melepuh. Ji Sang menarik tangannya dan berteriak frustasi. Belum bisa menerima perubahan di dalam dirinya. 

Ji Sang melampiaskan rasa frustasinya dengan berlari di hutan belantara. Ia terus berlari meski harus terjatuh dari bukit. Wajah Ji Sang terluka, tapi seperti dia tidak merasakan sakit sama sekali. Ia bangkit dan kembali berlari tanpa arah tujuan. 

Kekuatannya yang Ji sang miliki membuatnya mampu melompat jauh menggapai tebing di tengah lautaan. Ji Sang berpegang erat pada salah satu batu tebing sebelum akhirnya tercebur ke dalam laut.

Ji Sang memejamkan mata, membiarkan tubuhnya tenggelam terbawa arus. 

Meski sempat tenggelam, Ji Sang berhasil menyelamatkan diri, entah bagaimana caranya. Ji Sang yang kelelahan terbaring di pinggir pantai menatap langit biru yang luas. Ji Sang menarik napas panjang beberapa kali, dan secara ajaib luka di tangan dan luka di wajahnya menghilang tanpa bekas.

Ji Sang tampaknya menyadari hal itu. Ia berteriak marah dan frustasi menyadari bahwa dirinya bukan manusia biasa.

Sinopsis Blood Episode 1 Part 2

No comments:

Post a Comment

Thanks sudah mampir di blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya...Trims....:)