Pages - Menu

Sunday, May 31, 2015

Sinopsis My Brilliant Life Part 4 (Final)

Kondisi Ah Reum semakin memburuk. Ia harus di pindahkan keruang rawat isentif dan memakai vefilator sebagai alat bantu pernapasan. Mi Ra dan Dae Soo tampak lega melihat Ah Reum yang perlahan membuka mata. Dae Soo memberitahu hari ini adalah hari natal. 

Dae Soo memberikan Ah Reum hadiah natal, yaitu buku rekening bank atas nama Ah Reum. Saldo rekening yang dulu hanya berjumlah 700.000 ribu, selama 3 tahun kini telah menjadi 2.597.000. Dae Soo mengatakan semua uang itu milik Ah Reum dan bertanya apa yang ingin Ah Reum beli dengan uang ini.

"Kau tahu betapa sulitnya ayah menabung semua ini?. Bukan hal mudah bagi pria Korea memotong uang sakunya sebesar 70.000 untuk di tabung setiap bulan".

"Ya. Ibu juga terkesan. Ibu tidak tahu. Ayah memang hebat". 

"Apa yang ingin kau beli?. Ayah akan menggunakan uang ini untuk mengabulkan permintaanmu. Katakanlah". 

"Dari pada hadiah, aku ingin pergi ke suatu tempat"

"Kau mau kemana?", tanya Mi Ra

"Aku ingin mendengar lonceng tahun baru". 
Mi Ra dan Dae Soo ragu. Akan sulit bagi Ah Reum untuk mendengar lonceng di tengah kota. Terlalu ramai di sana. Dae Soo membujuk mereka pergi lain kali ketika kondisi Ah Reum membaik.

Ah Reum tidak mau, "Selalu lain kali. Aku ingin mendengarnya tahun ini. Tidak bisakah ibu dan ayah mengabulkan permintaanku sebelum meninggal?". 

Dae Soo dan Mi Ra saling pandang (saya saja merinding mendengarnya). Ah Reum mengajukan satu permintaan lagi. Ah Reum minta Dae Soo mencetak file yang ada di komputernya dan membawanya. Nama filenya "Cosmos". 

Dae Soo menyanggupi. Ah Reum berpesan agar Dae Soo tidak membacanya. Dae Soo mengerti. Ah Reum minta Dae Soo berjanji dengan menautkan jari kelingking mereka. 

"Jika ayah membacanya. Aku akan menghantui ayah selamanya". 

Ancaman itu membuat Dae Soo kaget sekaligus geli, "Ayolah, nak", ucapnya seraya menautkan jari kelingkingnya membuat janji. 

Dae Soo pergi ke warnet untuk mencetak file permintaan Ah Reum. Sembari menunggu, tanpa sengaja Dae Soo melihat email file "Lee Sun Ha". Dae Soo merasa penasaran dan membacanya. 

"Ketika ayah menceritakan masa saat ayah ingin menjadi Atlet, ayah terlihat sangat bahagia. Ayah menyerah karena aku. Ayah mungkin tidak pernah membayangkannya bahwa anaknya, lebih cepat tua darinya". 

Tulisan itu membuat Dae Soo menangis.


Saat kembali ke rumah sakit, Dae Soo berkata pada Ah Reum bahwa ia mencetak file yang di minta Ah Reum dan menaruhnya di dalam tas, "Ayah tidak membacanya. Katakan saat kau membutuhkan file itu". Ah Reum mengerti dan mengucapkan terima kasih dengan lirih. 

Dae Soo lalu berkata kalau Ah Reum mendapat email dari Sun Ha. "Benarkah?", tanya Ah Reum tak percaya. Meski begitu ia mengangguk saat Dae Soo menawarkan diri untuk membacanya. 
Dae Soo berpikir sebentar lalu mulai mengarang bebas, seakan-akan perkataan yang ia katakan adalah email dari Sun Ha. 

"Ah Reum, Korea sangat dingin sekarang, kan?. Amerika juga di tutupi salju dan sangat dingin. Kuharap kita berdua cepat sembuh dan bertemu di musim semi. Orang tua kita pasti sangat senang. Kondisiku semakin membaik. Jangan sakit dan jaga kesehatan. Tolong jangan pernah putus asa. Selamat tinggal".

Ah Reum tersenyum, "Ternyata di Amerika juga turun salju". 

"Ya, sangat banyak salju". 

"Sekali lagi. Bacakan sekali lagi?", pinta Ah Reum
Dae Soo jadi gelagapan mendengar permintaan Ah Reum yang tak terduga. Dae Soo tak kuasa menolak, karena sama sekali tidak mencatatnya Dae Soo salah-salah saat mengulangnya. Beralasan ada telpon masuk, Dae Soo pergi keluar sebentar. Ah Reum tersenyum mengetahui ayahnya yang hanya mencari alasan. 

Dae Soo kembali dengan catatan siap di ponselnya. Saat ingin membacakannya kembali, Ah Reum justru meminta Dae Soo untuk membalas email Sun Ha. 

"Baiklah tunggu sebentar", ucap Dae Soo

"Beritahu jika bicaraku terlalu cepat. Dan tanya padaku, jika ayah tidak tahu ejaannya". 

"Kau meremehkan ayah lagi, nak. Ayo kita mulai". 

Dae Soo mulai mengetik di ponsel dan Ah Reum mengejakan balasan yang ia tujukan pada Sun Ha.

"Halo, Sun Ha. Terima kasih atas emailmu. Aku ingin menceritakan tentang masa kecilku. Kata ayahku, aku suka bermain cilukba saat balita. Ketika ayah muncul dari belakang pintu dan melakukan cilukba, aku akan tertawa dan ayah akan bersembunyi lagi setelahnya. Dan ketika ayah muncul kembali, aku tertawa lebih keras. Bisakah bocah itu tumbuh dewasa menjadi sarjana dan insinyur".

"Saat itu, kupikir aku tumbuh besar sendiri. Tapi kini aku tahu, begitu banyak orang yang membesarkanku dan menyayangiku. Jika di pikirkan semua pengorbanan kedua orang tuaku, aku terkejut dan merasa bersyukur".

Scene memperlihatkan bagaimana perjuangan Mi Ra dan Dae Soo dalam membesarkan Ah Reum. Dae Soo yang harus bekerja keras setiap harinya dan Mi Ra yang harus melupakan cita-citanya menjadi seorang penyanyi.

"Aku mungkin tidak bisa menulis email untuk sementara waktu. Walaupun kau tidak melihatku jika ku katakan "cilukba dan menghilang, tolong jangan lupakan aku. Satu hal lagi, jangan pernah sedih karena aku. Seperti biasa, semoga beruntung".

Dae Soo menangis tanpa suara. Perkataan Ah Reum membuat hatinya sedih. Sebisa mungkin Dae So menahan isak tangsinya agar tidak terdengar Ah Reum. Meski begitu, Ah Reum tahu apa yang di lakukan ayahnya saat ini.

"Walaupun aku tidak bisa melihatnya, tapi aku tahu ayah sedang menangis. Ayahku yang baik. Ayahku yang malang".

Keesokan harinya, Dae Soo meminta ijin pada Dr. Lee untuk membawa Ah Reum pulang. Tentu saja Dr. Lee langsung menolak permintaan itu. Mereka tahu bagaimana kondisi Ah Reum saat ini, sangat berbahaya jika hal itu di lakukan.

Dae Soo berkata mereka hanya mengulur waktu. Pada masa terakhir Ah Reum, Dae Soo ingin mereka bertiga bersama-sama, "Aku ku lakukan apapun permintaan Ah Reum. Aku tahu kau juga menyayangi Ah Reum, aku berjanji tidak akan menyulitkan posisimu. Aku akan menandatangani surat pernyataan jika di perlukan. Tolonglah, dokter".

Hati Dr. Lee menjadi luluh, tepat malam tahun baru Dr. Lee memberi ijin Ah Reum untuk di bawa pulang. Bahkan dia ikut mengantar Ah Reum hingga di depan rumah sakit. Dr. Lee berharap perjalanan Ah Reum menyenangkan dan berharap dapat bertemu Ah Reum tahun depan.

Dae Soo mengendarai taxinya menuju pusat kota. Seperti biasa, jalanan dan pusat kota ramai dipenuhi orang-orang yang ingin merayakan pergantian tahun baru. Berbagai macam acara perayaan di gelar pada malam itu. Taxi Dae Soo terjebak di macet panjang.

Mi Ra menidurkan Ah Reum di pangkuannya dan berkata sebentar lagi umur Ah Reum akan bertambah. Dengan suara lirih Ah Reum bilang masa keemasannya sudah berakhir, dan memuji aroma tubuh Mi Ra tercium wangi. Ah Reum menyentuh perut Mi Ra lalu berkata, "Ibu. Sampaikan pesanku nanti pada adikku. Kalau kakaknya memegang kepalanya".

Mi Ra terkejut ternyata Ah Reum mengetahui dirinya sedang hamil. Dae Soo juga terkejut sekaligus sedih.

"Di malam ayah dan aku melihat bintang jatuh. Aku membuat permintaan. Aku membuat permintaan untuk kesehatan adikku".

Mi Ra menangis dan meminta maaf, ia tidak bermaksud menyembunyikan kehamilannya pada Ah Reum. Ah Reum mengerti, ia meminta Mi Ra mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ah Reum ingin memberikan hadiah itu di hari ulang tahunnya ke -17. Sebagai hadiah tahun baru untuk ayah dan ibunya. 

Mi Ra mengambil hadiah yang di maksud Ah Reum, sebuah cerita berjudul "Detak Jantung Musim Semi". Ah Reum meminta Mi Ra untuk membacanya agar ia juga bisa mendengarkan.

Mi Ra mengikuti permintaan Ah Reum dan mulai membaca, "Detak Jantung Musim Panas. Oleh Han Ah Reum".

"Angin bertiup, pohon sangat menikmati angin. Mereka menyambut musim baru dengan cabangnya".

"Angin bertiup. Ayah tahu jika hari berangin adalah hari untuk mencari pasangan hidup".

Flashback.

Dae Soo berada di atas bebatuan dan menatap ke atas langit. Ia berteriak meminta di kirimkan seorang pacar. Teriakan itu seakan di jawab oleh suara angin yang menerpa pepohonan. Dae Soo lalu berbalik, sadar kalau permintaannya itu hal mustahil.

Wajah murung Dae Soo berubah cerah begitu melihat air sungai di depannya, segera saja dia melompat ke dalam air yang jernih itu. Dae Soo lalu melepas celananya dan melemparkan celana itu ke atas batu, lalu berenang sesuka hati.

"Angin bertiup. Di hari berangin, ibu tahu dia harus pergi".

Mi Ra berjalan sendiri di tengah hutan. Mi Ra memotong jalan agar segera sampai di halte bis, tapi dia justru tersesat. Mi Ra yang merasa lelah berhenti sejenak dan mengeluh seharusnya halte bis berada di dekat sini.

Lalu ia kembali berjalan dan tersandung. Malangnya Mi Ra malah terjatuh tepat di hadapan sarang lebah.

Mi Ra teriak panik dan secara spontan berlari di ikuti lebah-lebah yang mengejarnya.

Saat melihat sungai, Mi Ra langsung melompat ke dalamnya. Di mana di dalam sungai itu ada Dae Soo yang sedang berenang. Dae Soo terpana melihat seorang gadis yang berlari dan terjun ke arahnya.

Refleks, Dae Soo menangkap Mi Ra yang menjatuhkan diri ke sungai. Mereka sempat berpandangan di dalam air, sebelum akhirnya kembali ke permukaan. Saat di permukaan mereka kembali berpandangan.

"Beberapa saat yang lalu ayah meminta seorang gadis dan kini dia tidak percaya pada apa yang di lihatnya. Ayah berpikir "Dia cantik". Ibu berpikir "Siapa dia?. Dan menjaga jarak".

Mi Ra menatap Dae Soo dengan heran, lalu pandangannya tertuju ke arah bawah. Sadar tidak memakai celana, Dae Soo langsung menenggelamkan badannya ke dalam air hingga hanya kepalanya yang tampak dan bertanya, "Siapa kau?".

Flashback end.

"Ibu, apa ibu menyukainya?", tanya Ah Reum. "Ayah, bagian mana yang membuat ibu tertawa?".

Mi Ra kembali membaca, "Musim panas itu, mereka mengobrol banyak. Itu hal wajar yang bisa di lakukan dan tak banyak yang bisa mereka lakukan".

Flashback.

"Kau tahu di siang hari juga ada bintang?", tanya Dae Soo pada Mi Ra.

Saat ini mereka tengah mengobrol santai di pinggir sungai. Dae Soo merebahkan badannya di atas rerumputan dan Mi Ra duduk di sebelahnya. Mi Ra setengah tidak percaya ada bintang di malam hari. Dae Soo meyakinkan ada bintang di siang hari tapi karena sinar matahari mereka tidak terlihat.

Mi Ra yang baru mengetahui hal itu memuji Dae Soo sangat pintar dalam ilmu pengetahuan. Dengan banggan Dae Soo mengiyakan pujian Mi Ra. Tapi Dae Soo kurang yakin ketika Mi Ra bertanya akan ada bintang jatuh di siang hari. Karena menurutnya bintang jatuh hanya ada malam hari.

Dae Soo minta Mi Ra menyanyikan sebuah lagu. Mi Ra tidak mau. Dae Soo membujuk, bukankah Mi Ra ingin menjadi seorang penyanyi. Sekali saja. Mi Ra tetap tidak mau karena ia merasa malu. Tapi pada akhirnya, Mi Ra bernyanyi dan menjadikan dahan pohon sebagai microphone. Dae Soo tersenyum mendengarkan suara lembut Mi Ra.

"Angin bertiup. Riak di permukaan air, seperti keriput karena tertawa lepas".

Setelah itu, mereka duduk berdekatan dalam diam. Dae Soo menatap lekat Mi Ra, bergerak mendekat dan mencium gadis itu. Mi Ra tak menolak, tapi beberapa detik kemudian Mi Ra terdiam dan menjauhkan wajahnya.

"Ibu berhenti mencium dan melihat kejauhan".

Dae Soo yang heran bertanya ada apa?. Mi Ra tersenyum dan menjawab tidak ada apa-apa, lalu kembali mencium Dae Soo.

"Seakan angin tahu jika ada sesuatu yang membelai kepala Mi Ra dan Dae Soo. Saat itu kami menginginkannya. Saat itu kami sangat membutuhkannya. Kami sangat menyukainya. Itulah awal dari musim panas".

"Ayah....ibu...Aku akan merindukan kalian", ucap Ah Reum dalam hati, air matanya mengalir dan matanya tertutup rapat.

Mi Ra menghapus air matanya yang mengalir dan memuji Ah Reum sangat hebat. "Cerita yang luar biasa, kau sendiri yang menulis ceritanya?". Dae Soo yang berada di belakang kemudi juga ikut memuji Ah Reum hebat.

Mi Ra menjadi panik karena Ah Reum tidak merespon meski ia memanggil nama Ah Reum berkali-kali. Meminta putranya bangun. Dae Soo yang bisa merasakan apa yang terjadi, mendadak menghentikan mobilnya.

Mi Ra menangis, memeluk Ah Reum sembari menyebut nama putranya berkali-kali. Pada Dae Soo Mi Ra bertanya bagaimana ini dan meminta suaminya melakukan sesuatu. Tapi Dae Soo hanya diam tanpa bisa berbuat apa-apa, hanya air matanya yang jatuh membasahi pipi.

5...4...3...2...1... tepat pukul 12.00 malam, semua orang bersorak bahagia menyambut datangnya tahun baru. Suara lonceng, dan letupan kembang api turut memeriahkan suasana. Pijar warna warni kembang api mempercantik langit malam.

"Ah Reum-ah, bukankah kau ingin mendengar suara lonceng itu. Ah Reum-ah. Ah Reum-ah", Mi Ra menangis sesengukan. Sadar bahwa putranya tidak akan pernah membuka mata kembali.

Di tengah orang-orang bersuka ria, Dae Soo dan Mi Ra justru di rundung sedih dan duka mendalam. Malam itu mereka harus kehilangan putra kesayangan mereka. Ah Reum yang baik, Ah Reum yang malang.

Epilog. 

Ah Reum bernaung di bawah pohon cherry blossom yang tengah bermekaran, membacakan puisinya berjudul, "Ayah". 

Ayah bertanya padaku, "Kau ingin jadi apa jika terlahir kembali?"
Kujawab dengan pelan, "Ayah, aku ingin menjadi seperti ayah". 
Ayahku bertanya padaku, "Masih banyak yang lebih bagus, kenapa kau ingin menjadi seperti ayah". 
Kujawab dengan pelan, "Ayah, jika aku seperti ayah memiliki anak seperti aku, maka aku bisa mengerti bagaimana rasanya perasaan ayah. Tangisan ayah".

Ah Reum tertunduk sedih usai membacakan puisinya. Dae Soo yang berada di sana tampak terharu begitu pula dengan Mi Ra. 

"Nona, Kim hanya sampai disitu saja, tidak ada lagi", ucap Ah Reum menyelesaikan syutingnya. 

Seung Chan dan lainnya bertepuk tangan. Dae Soo yang merasa bangga memuji Ah Reum hebat dan mengendong Ah Reum yang melompat ke arahnya.

Karena syuting telah selesai, Ah Reum pamit pergi. Nona Kim mengijinkan, Ah Reum telah bekerja keras hari ini dan berpesan pada mereka untuk hati-hati di jalan. Nona Kim dan Seung Chan tersenyum melihat ketiganya berjalan menjauh. 

Mi Ra, Ah Reum dan Dae Soo jalan bergandengan tangan. Ah Reum merasa lapar dan bertanya kita makan apa hari ini?. Baru beberapa langkah, mereka berbalik. Mi Ra dan Dae Soo tersenyum seraya membungkuk hormat. Ah Reum pun tersenyum dan melambaikan tangan tanda perpisahan.

Di bawah guguran Cherry Blossom, keluarga kecil ini kembali berjalan bergandengan tangan dengan bahagia.


THE END

Saturday, May 30, 2015

Sinopsis My Brilliant Life Part 3


Ah Reum mencemaskan Sun Ha yang tak juga membalas emailnya, dan hal itu membuat kondisi Ah Reum menurun. Mi Ra tak bisa menyembunyikan rasa khawatir ketika melihat perawat menambahkan dosis obat pada kantong infus Ah Reum.

Pada Dr. Lee, Mi Ra bertanya apa dosis obat Ah Reum bertambah?. Dr. Lee membenarkan karena Ah Reum membutuhkan dosis obat yang lebih tinggi. Mi Ra heran, bukannya belum lagi ini Dr. Lee sudah menambahkan dosis obat. Ditanya seperti itu, Dr. Lee bingung ingin menjelaskan apa.

"Jadi, kapan aku mati?", tanya Ah Reum tiba-tiba dengan nada putus asa.

Mi Ra terkejut dan menegur putranya untuk tidak bicara seperti itu. Ah Reum yang seperti tidak mempunyai harapan malah berkata ia berhak tahu kapan akan mati. Setengah memarahi, Dr. Lee berkata keadaan Ah Reum akan semakin membaik. 

Ah Reum tahu itu bohong, dengan wajah sedih dia bertanya, "Apa kau tahu beratnya menunggu mati tanpa harapan?. Katakan saja".

Untuk beberapa detik Dr. Lee dan Mi Ra terdiam mendengar pertanyaan yang tidak terduga dari Ah Reum. Lalu dengan wajah serius Dr. Lee bertanya, "Kau sungguh ingin tahu?".

"Ya", jawab Ah Reum lirih

"Paling cepat 1 bulan, paling lama 2 bulan", sambung Dr. Lee

*************

Ah Reum tertawa terbahak-bahak mendengar cerita lucu Mr. Jang. Mr. Jang kemudian mengajak Ah Reum untuk pergi ke permandian air panas musim semi. Ah Reum tentu saja mau, karena ia juga belum pernah pergi ke sana. 

Mereka lalu berjanji, dan janji itu di anggap sah setelah mereka membuat stempel dengan mengaitkan jari kelingking mereka. Mr. Jang lalu pamit pulang karena sudah waktunya ayahnya makan.

Ah Reum mengantar Mr. Jang keluar rumah sakit, saat berjalan di koridor Ah Reum mengajukan satu permintaan pada Mr. Jang. Sebelum mengatakan apa yang dia inginkan, Ah Reum minta Mr. Jang berjanji untuk tidak marah. Mr. Jang setuju dan menyuruh Ah Reum untuk mengatakan permintaannya. 

Diluar dugaan, Ah Reum minta Mr. Jang membawakan soju untuknya. Ia ingin mencoba bagaimana rasa soju itu sebelum terlambat. Mendengar itu Mr. Jang langsung marah, "Bodoh!. Terlambat apanya?. Masa depanmu masih panjang!".

"Ayolah, kakek", rayu Ah Reum seperti seorang cucu yang merengek pada kakeknya. 

Tapi rayuan itu tidak mempan, ia menepis tangan Ah Reum yang memegang lengannya, "Memangnya kau anggap apa aku?", ucap Mr. Jang sembari berlalu. 

Malamnya, Ah Reum terbangun dari tidurnya. Entah mimpi apa yang Ah Reum alami, keringat di wajahnya dan napasnya yang memburu menandakan kalau Ah Reum baru saja bermimpi buruk. 

Mi Ra marah saat mengetahui kebenaran dari Seung Chan, tentang siapa Sun Ha sebenarnya. Ternyata gadis bernama Lee Sun Ha tidak pernah ada di dunai ini. Itu hanya nama rekaan yang dibuat oleh seorang sutradara tidak laku. Sutradara itu ingin menulis skenario untuk debut pertama filmnya. Itu sebabnya dia memulai semua ini. Seung Chan juga mengaku terkejut saat mengetahui kebenarannya. 

"Film tentang apa?", tanya Mi Ra. 

"Kisah cinta antara seorang bocah penderita progeria dengan seorang gadis menderita penyakit mematikan", jelas Seung Chan.

"Lalu apa yang kau lakukan?. Kau sudah melaporkannya ke polisi", tanya Mi Ra sakit hati.

Seung Chan berkata meski mereka mengadukan hal ini kepolisi, tetap tidak bisa membuat sutradara gadungan itu di hukum. Karena hal itu tidak termaksud penipuan. Seung Chan mengerti perasaan Mi Ra yang pasti marah dan merasa tidak terima, tapi begitulah aturan hukum. Seseorang tidak bisa ditangkap hanya karena kebohongan. Anggap saja ini sebagai nasib buruk. 

"Mudah bagimu untuk mengatakannya", ucap Mi Ra tidak terima.

"Aku akan membicarakan hal ini pada Ah Reum. Akan aku katakan kalau gadis itu pergi ke Amerika untuk pengobatan. Mi Ra, jangan khawatir. Rahasiakan ini antara kita berdua saja", kata Seung Chan menenangkan.

Mereka tidak tahu, bahwa pembicaraan itu secara tidak sengaja telah di dengar Ah Reum.  Mata Ah Reum berkaca-kaca mendengar kenyataan yang menyakitkan hati. Tanpa bicara apapun, Ah Reum  beranjak pergi. Tapi hanya beberapa langkah, kaki Ah Reum terasa tak kuat berjalan. Ia terduduk di lantai dengan perasaan kecewa dan sedih.

Setelah hari itu, sikap Ah Reum berubah. Mi Ra dan Dae Soo menatap heran pada putranya yang terus-terusan bermain playstasion selama 2 jam. Di hadapan Ah Reum sudah ada makan siang yang siap dia santap. Mi Ra berusaha membujuk, agar Ah Reum mau makan siang dan segera minum obat sesuai jadwal. Tapi Ah Reum menjawab nanti saja. Mi Ra yang agak kesal berusaha mengambil plyastasion dari tangan Ah Reum. 

"Jangan ganggu aku!" tepis Ah Reum kasa dan membuat wadah makanan di depannya terjatuh di lantai.

"Apa yang kau lakukan", bentak Dae Soo. 

"Sudah kubilang aku akan makan nanti!", seru Ah Reum lalu kembali bermain playstasion. 

Dae Soo menyuruh Ah Reum untuk meletakan permainan itu. Ah Reum cuek saja. Hal itu membuat Dae Soo kesal dan merampas benda itu dari tangan putranya.

"Jangan ganggu aku" seru Ah Reum, "Apa gunanya aku makan?. Pada akhirnya aku akan mati".

Mi Ra yang sedang membersihkan makanan di lantai, langsung berdiri terkejut mendengar ucapan Ah Reum. 

Ah Reum menangis, "Apa aku pernah melawan kalian?. Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang ku suka sebelum meninggal. Ini yang ingin ku lakukan sekarang. Kenapa aku tidak boleh bermain ini. Hidupku tidak lama lagi...". 

Mi Ra dan Dae Soo diam tak bisa berkata apa-apa, bibir mereka terasa kelu untuk sekedar menghibur putra mereka.

Mi Ra menemukan Dae Soo yang menangis di tangga darurat. Tak mungkin bagi Dae Soo menangis di depan Ah Reum, sehingga dia memilih tempat sepi untuk menangis seorang diri. Mi Ra mengusap lembut punggung Dae Soo, dan menangis tanpa suara di punggung suaminya. 
Dae Soo tidur di sisi ranjang Ah Reum. Kemudian ia terbangun begitu mendengar bunyi alarm. Melihat jam menunjukan pukul 03:40, Dae Soo pamit pada Ah Reum pergi kerja.

"Ayah", panggil Ah Reum, "Boleh aku ikut hari ini. Aku ingin melihat bintang dari Taman Langit".

"Tidak boleh", jawab Dae Soo

"Ayah...", rengek Ah Reum.

Dae Soo yang tidak bisa menolak permintaan Ah Reum, pada akhirnya mengajak serta Ah Reum kerja. Dae Soo melirik Ah Reum yang duduk di sampingnya, wajah Ah Reum tampak sedih melihat keluar jendela.

Flashback.
Setelah Ah Reum mendengar pembicaraan Mi Ra dan Seung Chan. Ah Reum menulis surat dengan air mata yang siap jatuh dari pelupuk mata.

"Aku menulis surat terakhir. Sun Ha... selamat tinggal".

Flashback end. 

Ah Reum berlari-lari kecil menuju bukit taman bintang. Ia terus berlari meski Dae Soo melarang. Dae Soo mengejar dan berhasil menggapai Ah Reum. Dae Soo bertanya kenapa sikap Ah Reum aneh hari ini.

Dae Soo menjadi semakin heran dan bingung melihat Ah Reum yang terduduk di rerumputan dan menangis. Dae Soo bertanya kenapa Ah Reum menangis, apa terjadi sesuatu?.

"Aku hanya sangat bahagia?", ucap Ah Reum menutupi kesedihan.

"Apa maksudmu?"

"Aku sangat bahagia dengan semuanya", ucap Ah Reum lalu menangis lebih keras. 

Dae Soo menjadi sedih, ia memeluk putranya erat-erat. Membiarkan Ah Reum meluapkan semua kesedihan yang dia pendam.

Ah Reum tidur diatas rerumputan menatap hamparan bintang di langit malam. Dae Soo bertanya berapa lama mereka harus menunggu. Ah Reum minta ayahnya untuk bersabar. Dae Soo merebahkan badannya di samping Ah Reum, saat itulah Ah Reum menunjuk ke atas langit, 

"Itu, lihatlah. Bintang jatuh", seru Ah Reum.

"Mana?.. Mana... Ayah tidak melihatnya", sesal Dae Soo.

Ah Reum berkata akan ada lagi bintang jatuh yang tadi itu awalnya saja. Terlihat bintang jatuh melintas di atas mereka, kali ini Dae Soo melihatnya. Ia merasa senang sudah lama tidak melihat bintang jatuh.

"Apa ayah membuat permintaan?".

"Tidak, ayah lupa".

"Jika bintang jatuh lagi, jangan lupa membuat permintaan".

"Baik. Bagaimana denganmu?". 

Ah Reum menjawab sudah membuat permintaan. Dae Soo ingin tahu, permintaan apa?. Tapi Ah Reum tidak mau memberi tahu, rahasia. Ah Reum merasa sangat senang berada di sini bersama ayahnya melihat bintang, "Dan aku sangat senang, karena ayah adalah ayahku". 

"Ayah juga. Ayah sangat senang kau adalah putraku. Anak baik sepertimu harusnya tidak sakit". 

Dae Soo berseru melihat bintang jatuh kembali melintas di langit malam. Kali ini Dae Soo tidak lupa berdoa untuk membuat permintaan. Ah Reum tidak melihat, ia memejamkan matanya yang tampak lelah.

Saat membuka mata kembali, pandangan Ah Reum menjadi kabur. Samar-samar ia melihat ayahnya yang berdoa dengan mengatupkan kedua tangan. Ah Reum lalu mengangkat tangannya, semakin lama pandangannya semakin kabur dan gelap. Ah Reum duduk dengan mengangkat tangannya. 

Dae Soo ikut duduk dan mengajak Ah Reum kembali kerumah sakit sekarang. Melihat wajah Ah Reum yang tegang, Dae Soo bertanya ada apa?. Kau tidak enak badan?. 

"Ayah.....Aku tidak bisa melihat", ucap Ah Reum lirih.

"Apa maksudmu?. Kau tidak bisa melihat apa-apa?", tanya Dae Soo panik. 

Ah Reum mengangguk, "Aku tidak bisa melihat". 

"Bintang terang di langit malam. Bintang jatuh dan wajah ayahku adalah hal terakhir kali yang aku lihat". 

Dae Soo berlari sembari menggendong Ah Reum. Ah Reum meminta maaf, seharusnya ia yang menggendong ayahnya di usianya saat ini. Dae Soo tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting mereka hampir sampai di rumah sakit. 

Ah Reum di larikan ke UGD. Mi Ra dan Dae Soo cemas melihat kondisi putra mereka yang semakin lemah. Dr. Lee datang, Mi Ra langsung bertanya apa Ah Reum baik-baik saja?. Kenapa dia belum bangun juga?. Dr. Lee minta Mi Ra jangan terlalu khawatir, tubuh Ah Reum terlalu lemah sehingga ia beri obat penenang.

"Kenapa dia tiba-tiba tidak bisa melihat?", tanya Dae Soo.

"Penyakit geriatrik ini datang tanpa peringatan. Arteri retinanya tertutup. Tingkat stres yang tinggi bisa mempengaruhi tekanan intraokular. Ny. Han, apa Ah Reum mengalami trauma baru-baru ini?".

Dae Soo menoleh pada Mi Ra yang diam tidak menjawab. 

Dae Soo menemui Seung Chan untuk menuntut penjelasan. Ia mencoba menahan emosinya dan bertanya dimana sutradara gadungan itu tinggal. 

Sampailah Dae Soo di sebuah rumah kecil. Saat Dae Soo datang si penghuni rumah sedang pergi. Di dalam rumah, Dae Soo melihat artikel surat kabar yang memuat berita tentang Ah Reum menempel di dinding. Dan juga naskah yang telah di tulis oleh sutradara itu, naskah itu di beri judul "Jejak Waktu".

Dae Soo mengambil salah satu naskah dan melihat nama Han Ah Reum dan Sun Ha menjadi tokoh utama. Tak lama kemudian sutradara datang, melihat orang asing berada di dalam rumahnya dia bertanya, "Siapa kau?". Dae Soo berbalik memperlihatkan wajahnya. Sutradara yang mengenali wajah Dae Soo menjadi takut.

Dae Soo mendorong sutradara hingga tersungkur, "Kenapa kau melakukannya?. Kenapa kau memilih anakku?. Dia sekarat!!!".

Dae Soo memukul wajah sutradara dan hendak menginjak pria itu, tapi tidak jadi begitu mendengar permintaan maaf dan rintihan. Terlebih lagi saat melihat sutradara yang memasang wajah memelas sembari memegangi kakinya yang cacat. 

Dae Soo berteriak meluapkan kemarahan, "Berdiri", ucapnya menarik sutradara berdiri dan mendorongnya ke tembok. Tangannya mengepal siap memukul.

"Maafkan aku", ujar sutradara memelas membuat tangan Dae Soo tertahan di udara. 

Dae Soo tetap melayangkan pukulan, bukan ke wajah sutradara tapi ke tembok yang berada di sebelahnya. Dae Soo memukul tembok berkali-kali sembari menangis marah, "Kenapa!. Kenapa!. Kenapa!!".

Yang terjadi kemudian, Dae Soo dan sutradara duduk bersama minum soju. Sutradara sudah mulai mabuk. Alasan ia membohongi dan menjadikan Ah Reum sebagai karakter utama, karena ia pikir dirinya berbakat dan bisa menulis cerita yang bagus. Sutradara berkata ia tidak akan melakukannya jika kakinya tidak cacat. Sutradara juga memuji Ah Reum adalah anak yang hebat. 

Dae Soo menambahkan Ah Reum anak yang cerdas, ia mengatakan ini bukan karena Ah Reum adalah anaknya. Melihat Ah Reum tumbuh dewasa, Dae Soo baru menyadari perumpamaan yang mengatakan orang tua akan merasa kenyang melihat anaknya makan. Melihat Ah Reum membaca buku membuat Dae Soo merasa bertambah pintar.

Dae Soo memuji Ah Reum yang pintar menulis. Ia mengeluarkan lipatan kertas dari dalam dompet, "Ini puisi yang di tulis anakku. Judul 'Ayah", bercerita tentang aku. Sutaradara film?. Lewat!. Bacalah. Dia jauh lebih pintar menulis dari dirimu".

Dae Soo termenung mendengar sutradara membacakan puisi yang di tulis Ah Reum.

"Ayahku bertanya padaku, kau ingin menjadi apa jika di lahirkan kembali?.
Ku jawab dengan lantang, "Ayah, aku ingin menjadi seperti Ayah".
Ayahku bertanya padaku, Masih banyak yang lebih bagus, kenapa kau ingin menjadi seperti Ayah?'
Ku jawab dengan pelan......."

Puisi yang di tulis Ah Reum menggugah Dae Soo untuk mengunjungi ayahnya yang telah lama dia tinggalkan. Dae Soo sempat ragu sebelum akhirnya masuk ke halaman rumah. Ayah Dae Soo yang mendengar suara pagar berderit membuka jendela untuk melihat siapa yang datang.

Dae Soo menelah ludah melihat ayahnya yang tampak semakin tua. Ayah Dae Soo terkejut dalam diam, seakan tak percaya pria yang ia lihat kini adalah Dae Soo, putranya yang telah lama pergi. 

Dae Soo sungkem di depan ayahnya dengan canggung. Setelah itu ia mengamati wajah ayahnya yang tampak lelah dan rambutnya yang memutih, "Ayah semakin tua". 

"Kau juga bertambah dewasa".

Dae Soo bertanya apa ayah sehat. Ayah Dae Soo mengiyakan, setidaknya organ di dalam tubuhnya masih berfungsi dengan baik. Ayah Dae Soo menyalakan sebatang rokok dan mulai menghisapnya. Mata Dae Soo berkeliling melihat setiap sudut rumah dan melihat artiket tentang Ah Reum tertempel di sisi lemari lengkap dengan nomor rekening bantuan.

Dae Soo ingat ketika Mi Ra memberitahu donator tanpa nama yang menyumbang sebesar 10 juta Won. Dae Soo terpaku menyadari satu hal, donator tanpa nama itu tak lain adalah ayahnya sendiri. Ayah Dae Soo mengikuti arah pandang Dae Soo yang terpaku pada artikel Ah Reum. 

'Aku mendengar penderita Progeria hanya bisa hidup sampai 10 tahun. Tapi karena dia sehat sepertimu, dia mampu  bertahan hidup selama ini", kata ayah Dae Soo. 

"Maafkan aku, Ayah. Maafkan aku", ucap Dae Soo terisak.

Ayah Dae Soo menawari Dae Soo rokok. Dae Soo tak menolak dan mengambil bungkus rokok yang di ulurkan ayahnya.

"Aku memilikimu saat ayah seusiamu. 33 tahun, itu usia yang pas. Banyak yang bisa di lakukan dalam hidup. Melihat siaran itu, aku lebih mencemaskan putraku. Dae Soo-ah, kau banyak menderita". 

Mata ayah Dong Soo memerah menahan tangis. Pundak Dae Soo bergetar, menangis dengan perasaan menyesal dan bersalah. 

Ayah Dae Soo mengantar Dae Soo keluar. Meski sulit bagi Ah Reum untuk berkunjung, Dae Soo janji akan kembali datang kemari bersama Mi Ra. Sebelum pergi, ayah Dong Soo mengulurkan kantong plastik pada Dae Soo. 

Dae Soo menerima kantong plastik itu dan melihat isinya. Topi rajutan berwarna merah hati. 

"Kupikir cucuku menyukai topi", ucap ayah Dae Soo berharap Ah Reum menyukai topi pemberiannya. 

Dae Soo terkejut sekaligus tersentuh. Ia membungkuk hormat pamit pulang. 

Sebelum masuk mobil, Dae Soo minta ayahnya untuk masuk ke dalam rumah. Ayah Dae Soo mengangguk. Tapi sampai taksi Dae Soo berjalan pergi, ayah Dae Soo masih berada di luar. Dari kaca spion, Dae Soo melihat sedih ayah yang melambaikan tangan mengantar kepergiannya. 

Dae Soo tiba di rumah sakit dan melihat Mi Ra tertidur di sisi ranjang Ah Reum. Ia duduk dan membelai rambut yang menutupi wajah Mi Ra. Namun, sentuhan halus itu malah membangunkan Mi Ra. 

Mi Ra menemani Dae Soo sarapan di rumah makan terdekat. Mi Ra menyuruh suaminya untuk segera makan. Dae Soo memanggil Mi Ra. Mi Ra tahu Dae Soo hendak mengatakan sesuatu, tapi sebelum itu ia minta agar Dae Soo makan dulu. 

Mi Ra pesan satu botol pada pemilik warung makan. Dae Soo menegur Mi Ra tidak boleh minum alkohol. Mi Ra tahu, tapi ia ingin minum segelas saja. Soju datang, mereka minum bersama. 

"Dae Soo-ah, berhentilah bekerja", pinta Mi Ra

"Aku harus mencari nafkah", ucap Dae Soo tertawa getir. 

"Tinggalah di sisi Ah Reum lebih lama. Ah Reum.......tidak punya banyak waktu lagi", bibir Mi Ra bergetar menahan tangis. 

"Jangan bilang begitu!". 

"Aku tahu. Seorang ibu bisa tahu", 

"Mi Ra-ah", Dae Soo menyentuh tangan Mi Ra.

Mi Ra berusaha untuk menahan tangis, tapi pertahananya jebol. Ia menangis sesengukan dan Dae Soo mengenggam erat tangan Mi Ra. 

Mi Ra membacakan Ah Reum dongeng. Menurut mitos Yunani air susu hera menjadi bima sakti. Hal ini umumnya di kenal sebagai jalan menuju kehidupan selanjutnya. Mi Ra lalu bertanya, jadi orang yang telah mati akan berkumpul dan menjadi bintang?. 

Ah Reum menjawab bima sakti dikenal sebagai penghubung surga dan dunia di malam hari. Di ujungnya terletak tempat untuk orang mati, "Kuharap aku bisa bertemu dengan Ayah dan Ibu lagi di sana. Tapi, itu tidak mungkin terjadi", ucap Ah Reum pesimis. 

"Tidak", sahut Mi Ra menghibur, "Ibu yakin, kita akan bertemu lagi. Kita di pertemukan oleh takdir". 

"Sungguh?"

"Tentu saja", ucap Mi Ra mengenggam tangan Ah Reum.

"Ibu, hanya karena ibu tidak bisa melihat bintang bukan berarti bintang itu hilang, kan?. Bintang tidak terlihat di siang hari, tapi bintang itu tidak hilang". 

Air mata Mi Ra menetes, "Oh... Ibu pernah mendengar hal itu. Ibu yakin pernah mendengarnya, tapi dimana?". 

Mr. Jang datang menyapa Ah Reum dengan riang. Ah Reum pun senang mendengar suara Mr. Jang. Mr. Jang heran melihat arah pandang Ah Reum yang menuju ke tempat lain. Ia menggerakan tangannya di depan wajah Ah Reum, tapi tentu saja Ah Reum tidak bisa melihatnya. 

Mr. Jang mendorong kursi roda Ah Reum, mengajak sahabat kecilnya itu jalan-jalan. Ah Reum minta maaf, seharusnya Mr. Jang yang duduk di kursi roda dan ia yang mendorong kursi. Mr. Jang tidak mempermasalahkan menurutnya ini termaksud olahraga. 

Mereka lalu duduk di taman. Mr. Jang membungkus tangan Ah Reum yang terasa dingin. Ah Reum heran apa terjadi sesuatu?. Karena menurutnya sikap Mr. Jang terlalu baik hari ini. Mr. Jang mengatakan sikapnya memang baik sejak dulu. Tetapi itu hanya berlaku pada wanita dan anak kecil.. hahaha.

Mr. Jang membuka tasnya, ia menengok ke kanan dan ke kiri lalu dengan sembunyi-sembunyi mengeluarkan sebotol soju. Mr. Jang meraih tangan Ah Reum dan meletakannya di leher botol Soju, "Peganglah ini". 

Ah Reum terkejut, "Oh.......ini...."

"Ya", Mr. Jang lalu menuangkan minuman itu ke cangkir plastik lalu memberikannya pada Ah Reum, "Minumlah. Pelan-pelan". 

Ah Reum meminumnya perlahan. Mr. Jang bertanya bagaimana rasanya?. Keras, jawab Ah Reum tapi ia merasa lega, tidak ada lagi penyesalan sekarang. Mr. Jang menyuruh Ah Reum untuk minum sedikit lagi, sisanya akan ia habiskan. 

"Mr. Jang, kata ayah minum alkohol cocok dengan mendengarkan lagu sedih. Bisakah kau menyanyikan lagu?". 

Mr. Jang protes, "Setelah meminta ku membawa minuman keras, kau minta di hibur sekarang?", Mr. Jang lalu tertawa, "Kenapa tidak?". 

Mr. Jang bernyanyi dengan pelan, Ah Reum mendengarnya sambil menghabiskan minuman di gelas. Nyanyian Mr. Jang berhenti ketika melihat butiran putih turun dari langit, "Woah...turun salju". 

Ah Reum tersenyum, "Salju pertama". 

Mr. Jang mengajak Ah Reum masuk, udara semakin dingin di luar. Mr. Jang cerita besok ia akan mencari panti jompo bersama ayahnya. Mr. Jang menyadari semakin lama ia menjadi semakin pelupa dan tidak bisa menjamin masa depan. 

"Jaga dirimu, temanku. Kelak kita akan bertemu lagi". 

Ah Reum sedikit berbalik, mengenggam tangan Mr. Jang. Seakan memberi kekuatan pada sahabatnya itu. 


Bersambung ke Part 4