Title : My Brilliant Life/My Palpitating Life
Genre : Drama, Family
Release Date : 03 September 2014
Director : E - J Young
Writer : Kim Ae Ran (Novel), E-J Young, Oh Hyo Jin, Choi Min Suk
Producer: Lee Yoo Jin, Oh Hyo Jin
Cinematographer : Lee Jae Hyuk
Distributor : CJ Entertainment
Cast :
Kang Dong Won as Han Dae Soo
Song Hye Kyo as Choi Mi Ra
Ju Song Mok as Han Ah Reum
Baek Il Sob as Mr. Jang
Lee Seung Min as Lee Seung Tae (Ah Reum's doctor)
Kim Kap Soo as Mr. Han (Dae Soo's Father)
Film ini berdasarkan novel "Doogeundoogeun Nae Insaeng" Karya Kim Ae Ran yang dipublikasikan pada 20 Juni 2011.
Dibuka dengan narasi Han Ah Ruem
"Usiaku 16 tahun dan aku tidak pernah sekolah. Sebagian besar waktuku kuhabiskan dengan membaca buku atau menulis di komputer. Aku belum lama ini menulis tentang orang tuaku. Orangtuaku memiliki aku saat mereka masih berusia 17 tahun".
Diatas meja terlihat tumpukan buku yang telah ia baca dan berbagai macam obat yang setiap hari harus dia minum. Jari-jari Ah Reum bergerak lincah diatas keyboard menceritakan kisah kedua orang tuanya.
Scene kemudian memperlihatkan sepasang remaja yang sedang memadu kasih di depan danau dengan masih memakai seragam sekolah. Mereka adalah Han Dae So dan Choi Mi Ra, ayah dan ibu Han Ah Reum.
Ah Reum duduk diatas tanggan bersama Mr. Jang, menceritakan kisah kedua orang tuanya. Mr. Jang menilai hal itu bukan sesuatu yang memalukan atau membanggakan. Tetap saja Ah Reum merasa heran, karena kedua orangtuanya mempunyai seorang anak di saat usia mereka masih 17 tahun, bukan 27 tahun.
Mr. Jang berkata Romeo dan Juliet juga jatuh cinta di usia segitu. Cinta di masa muda yang membuatnya iri. Seperti cinta di musim semi. Mr. Jang tersenyum geli membayangkan betapa paniknya Dae Soo saat itu, ketika mengetahui Mi Ra tengah mengandung buah cinta mereka.
Flashback.
Disebuah cafe. Dae Soo yang sedang bingung menggoyangkan kaki sembari memegangi kepalanya. Setelah berpikir sejenak, Dae Soo bertanya, "Kau tidak akan melahirkannya, kan?", tanyanya pada Mi Ra.
"Kau tidak tahu?. Kau gila. Usaiku baru 17 tahun", ucap Dae Soo terkejut dengan jawaban Mi Ra.
"Usiaku juga 17 tahun", sahut Mi Ra dengan logat kental sama seperti Dae Soo.
Dae Soo berkata kalau ia sangat bodoh dan tidak mempunyai seorang ibu untuk membantu membesarkan anak itu. Dan jika kabar ini sampai menyebar, mereka pasti akan di keluarkan dari sekolah. Bagaimana mereka bisa membesarkan anak itu.
Mi Ra tak mau kalah, dulu ibunya juga putus sekolah dan dia baik-baik saja. Dae Soo kesal, apa hal ini bisa di sebut baik-baik saja.
"Jika kau melahirkannya. Orang akan tahu kita melakukannya. Kau yakin akan baik-baik saja?", ucap Dae Soo setengah berbisik, takut orang lain mendengar.
Mi Ra mendelisk kesal dan menarik napas, "Dae Soo-ah", panggil Mi Ra sembari menggerakan telunjuknya menyuruh Dae Soo mendekat.
Setelah Dae Soo mendekat, barulah Mi Ra berkata, "Ada serangga menyamar menjadi kotoran burung untuk bertahan hidup. Kau terlihat persis seperti serangga itu".
Dae Soo di kejar kelima kakak laki-laki Mi Ra, setelah tahu adik mereka mengandung anak Dae Soo. Masing-masing dari mereka membawa balok kayu sebagai senjata. Mereka menyuruh Dae Soo berhenti. Tapi Dae Soo yang tidak bodoh dan masih ingin hidup berlari secepat mungkin menghindari serangan.
Tak jauh dengan ke lima kakak Mi Ra. Ayah Mi Ra marah besar dan mengamuk setelah mengetahui putri bungsunya hamil. Ia mengambil tongkat kayu hendak memukul Mi Ra.
"Kau ku sekolahkan. Tapi kau malah hamil!. Kemari kau!!!!", teriak ayah Mi Ra murka.
Mi Ra berlari menghindari amukan ayahnya. Ibu Mi Ra mencoba menghalangi. Mi Ra mencoba menghindar, tapi satu pukulan telak mengenai kepalanya.
Mi Ra mendelik kesal pada ayahnya sembari mengelus kepalanya yang sakit, "Sialan!".
Mi Ra mendelik kesal pada ayahnya sembari mengelus kepalanya yang sakit, "Sialan!".
Mi Ra berteriak dan berkata ibunya juga melahirkan kakak pertama di usia 17 tahun. Ibu Mi Ra mencoba membela diri. Ayah Mi Ra bertanya siapa ayah dari bayi itu.
"Julukan ibuku saat kecil adalah 'Putri Sial'. Semua itu karena ajaran para pamanku".
Dae Soo berteriak marah pada wasit yang memberinya peringatan pertama. Dae Soo menganggap itu tidak adil, orang lain yang melakukan kesalahan tapi kenapa ia terkena imbasnya. Saking marahnya, tanpa pikir panjang Dae Soo melepas helm dan melempar wajah wasit dengan benda itu. Ia menuduh wasit telah menerima suap.
Wasit mengusap hidungnya yang berdarah dan memberi peringatan ke dua pada Dae Soo yang berarti keluar dari arena pertandingan. Dae Soo semakin marah dan ingin menyerang wasit, untung saja di halangi guru dan beberapa teman Dae Soo.
Rupanya, tenaga Dae Soo jauh lebih kuat dibandingkan mereka. Dia berhasil melepaskan diri dan melayangkan tendangan mautnya. Tapi bukan wasit yang menerima tendangan Dae Soo, melainkan kepala sekolah yang tiba-tiba berdiri diantara Dae Soo dan sang wasit.
Dae Soo melongo terkejut melihat kepala sekolah terletak tak sadarkan diri setelah menerima tendangannya.
"Ayahku, Han Dae Soo mantan altet Taekwondo dan dia menjadi terkenal di kotanya karena menendang kepala sekolahnya".
Setelah insiden itu, Dae Soo menerima hukuman dari pelatih. Pelatih menampar pipi Dae Soo berkali-kali. Ia mengajari Dae Soo, tendangan itu bukan untuk menyakiti orang lain. Pipi Dae Soo memerah karena tamparan keras itu, tapi Dae Soo yang merasa bersalah diam saja menerima hukuman.
Sesampainya dirumah, pipi Dae Soo kembali di tampar oleh ayahnya yang marah mendengar kabar Dae Soo menghamili seorang gadis. Saat itu juga Dae Soo memutuskan untuk berhenti sekolah dan pergi dari rumah.
"Ayah pergi dari rumah hari itu dan tidak pernah kembali"
Flashback end.
Mi Ra memanggil Ah Reum dan tanpa mengetuk pintu masuk ke dalam kamar putranya. Ah Reum yang saat itu sedang asyik mengetik mengajukan protes pada ibunya yang masuk kamar tanpa mengetuk pintu. Mi Ra mengerti, ia yang sudah masuk ke kamar Ah Reum keluar kembali, mengetuk pintu dan baru masuk setelah Ah Reum mempersilahkan.
Mi Ra menyuruh Ah Reum untuk tidak memakai topi di dalam rumah. Tapi Ah Reum tetap ingin memakainya. Mi Ra melihat obat-obat diatas meja Ah Reum dan bertanya apa putranya sudah meminum obat darah tinggi, obat rematik, obat lambung, dan obat lainnya.
Ah Reum menjawab sudah meminum semua obat itu. Mi Ra kemudian mengambil sedikit darah Ah Reum untuk mengetes kadar gula di dalam darah. Ah Reum berkata ia bisa melakukannya sendiri dan bertanya persediaan suntikan insulin.
Mi Ra menjawab sisa dua, ia lalu bangkit untuk mengambil persedian suntikan insulin lainnya dan menyuruh Ah Reum keluar kamar. Mi Ra memberitahu Dae Soo membeli es serut kesukaan Ah Reum.
Mi Ra keluar. Ah Reum tersenyum menatap layar komputer. Meski usia Ah Reum baru 16 tahun, tapi kerut-kerut di wajahnya membuat remaja itu tampak seperti kakek berusia 80 tahun.
Dae Soo dan Ah Reum makan es serut sembari melongo menonton penampilan "Taetiseo" di layar kaca. Dae Soo memuji Tae Yeon yang semakin cantik dan Seo Hyun sudah dewasa. Mi Ra sedikit mencibir mendengar komentar suaminya.
Mi Ra melarang putranya memakan es serut jika gigi Ah Reum terasa ngilu dan bertanya apa Ah Reum ingin tambah kue beras lagi. Ah Reum tersenyum menggeleng. Kemudian Mi Ra bangkit mengambil sesuatu.
Dae Soo bertanya apa jenis musik yang Dae Soo sukai, ia bertanya hanya pensaran dengan selera musik putranya. Ah Ruem menjawab ia suka semua lagu yang dinyanyikan grup wanita. Dae Soo berkata selera musik mereka sama.
"Tapi semakin beranjak tua, ayah lebih suka lagu sedih. Lagu sedih yang cocok saat minum alkohol. Jadi, ketika kau beranjak tua, lebih tua lagi. Dengarkan lagu sedih sambil minum alkohol, mengerti?".
Ah Reum mengangguk mengiyakan, meski nampak tidak terlalu mengerti maksud ucapan ayahnya.
Mi Ra datang membawa mangkuk makanan. Ia memukul Dae Soo untuk mengganti saluran televisi. Acara favorit mereka sudah mulai yakni acara keluarga "Berbagi Kebahagiaan". Acara yang menampilkan kisah sebuah keluarga. Dan pada sesi kali ini, acara itu menceritakan kisah Ah Reum.
Layar televisi kemudian menampilan foto Han sekeluarga. Dae Soo, Mi Ra dan Ah Reum kecil. Dan terdengar suara pembaca acara/Host,
"Apa tidak apa menjadi orang tua di usia 17 tahun?. Apa tidak apa
hidup hanya sampai 17 tahun?. Ini kisah remaja 17 tahun yang menjadi
orang tua dan anak mereka yang harus meninggalkan dunia ini ketika
berusia 17 tahun".
Kemudian di perlihatkan ketika Ah Reum mendapat kesempatan wawancara. Ah Reum yang tidak pernah sekolah merasa penasaran bagaimana rasanya. Ketika kesehatannya lebih baik, ia ingin pergi ke sekolah.
Host : Bocah 80 tahun, Ah Reum. Ketika penyakit itu muncul, Ah Reum pindah ke Bucheon dan menjalani pengobatan rawat jalan tiap minggu. Sehari seperti terasa setahun bagi Ah Reum. Dia menderita penyakit penuaan juga penyakit jantung. Ah Reum kehilangan penglihatan karena pembekuan pembuluh darah. Dia berusia 16 tahun tapi, namun secara fisik dia berusia lebih 60 tahun.
Dr. Lee Seung Tae, dokter yang menangani Ah Reum juga ikut di wawancara dan menjelaskan bahwa pasien penderita Progeria Syndrome bertambah tua 10 kali lebih cepat di banding orang normal.
Penuan terjadi bukan hanya pada kulit mereka tapi juga pada tulang dan organ tubuh mereka. Penyebabnya belum di ketahui. Progeria Syndrome penyakit yang amat langka menyerang 1 dari 30 juta orang. Penuan bisa di tunda sedikit tapi tidak bisa di sembuhkan.
Di rumahnya, Mr. Jang menyaksikan acara yang menampilkan Ah Reum. Ia membangunkan ayahnya yang sedang tidur. Mr. Jang memberitahu Ah Reum masuk TV. Ayah Mr. Jang yang agak pikun bertanya siapa dia.
Mr. Jang menjelaskan Ah Reum adalah tetangga mereka, anak kecil yang terlihat seperti kakek-kakek. Mr. Jang mengatakan sebentar lagi ia akan muncul di TV, karena ia juga ikut di wawancarai.
Host : Ayah Ah Reum supir taksi dan ibu Ah Reum bekerja sebagai petugas laundry. Mereka berkerja keras tapi tidak cukup membiayai pengobatan putra mereka".
Teman kerja Mi Ra yang menyaksikan acara itu, menghela napas prihatin. Mereka tidak menyangka ternyata keadaannya separah itu.
Mi Ra : Pernah sekali, ketika Ah Reum di UGD. Ibu menelpon karena ayahku dalam kondisi kritis. Tapi.. aku tidak bergegas menemui beliau. Aku malah berpikir "Ayahku sudah hidup lama, tidak bisakah beliau lebih dulu meninggal di bandingkan Ah Reum?".
Mi Ra tersenyum getir, "Aku memang anak durhaka. Lalu, aku menyadari betapa menakutkannya menjadi orang tua".
Host : Terkadang Ah Reum suka naik taksi ayahnya.
Reporter menanyai apa mimpi Ah Reum. Ah Reum ingin menjadi anak yang bisa membuat kedua orang tuanya tertawa. Tumbuh menjadi anak yang sehat, membawa sukacita kepada orang tua. Tapi Ah Reum tahu, ia tidak bisa melakukan semua itu. Ah Reum membayangkan, seandainya ia anak laki-laki yang sehat. Pasti, ia bersama ayahnya akan pergi camping atau bermain baseball bersama. Dengan begitu ia bisa membuat kedua orang tuanya tersenyum.
Mi Ra dan Dae Soo yang mendengar curahan hati Ah Reum, menjadi sedih mendengarnya.
Bertepatan dengan selesainya program acara televisi itu, Mi Ra mendapat telepon dari salah satu kakaknya yang juga menonton acara tersebut. Sementara Dae Soo berdiri menyambut Mr. Jang yang tiba-tiba datang ke rumahnya. Mr. Jang merasa kesal pada produser yang dengan teganya memotong sesi wawancaranya, padahal Mr. Jang sudah mentraktir makan produser.
Dae Soo juga kesal, wajahnya muncul di televisi hanya hitungan detik, beda dengan dokter yang mendapat waktu lebih banyak. Mr. Jang benar-benar kesal dan menyebut produser memiliki wajah yang licik.
Produser itu tak lain adalah teman sekelas Mi Ra, bernama Seung Chan. Keesokan harinya, Seung Chan datang kerumah Mi Ra bersama Photographer Kim. Seung Chan berkata tayangan semalam bisa mendatangkan sumbangan. Mi Ra berterima kasih banyak atas kerja keras dari orang-orang yang telah membantu keluarganya.
Photographer Kim, justru merasa berterima kasih pada Mi Ra. Program itu mendapat rating luar biasa dan menjadi salah satu dari 3 acara terbaik. Semua ini berkat Ah Reum, dan mereka hanya bisa membantu semampunya.
Dae Soo terbangun mendengar alarm. Buru-buru ia mandi, berganti pakaian dan siap berangkat kerja. Ia berteriak pamit pada Ah Reum, tapi saat membuka pintu luar, Ah Reum sudah berdiri disana. Dae Soo mengetahui apa yang di inginkan putranya, tapi dia tidak bisa mengajak Ah Reum karena Mi Ra akan marah.
Ah Reum melihatkan jam di ponsel, pukul 03.49 sore. Dae Soo tahu, ia sudah terlambat. Dae Soo tersenyum dan pada akhirnya membawa Ah Reum bekerja.
Dae Soo mendapat penumpang yang minta di antar ke rumah sakit. Sebelum membawa mereka ke tempat tujuan, Dae Soo lebih dulu meminta ijin pada calon penumpangnnya, kalau ia membawa anaknya ikut serta. Pasangan suami istri itu mengenali Ah Reum sebagai anak yang muncul di salah satu acara televisi minggu lalu. Raut wajah mereka tidak menunjukan keberatan.
Tapi tiap orang berbeda, begitu pula dengan penumpang-penumpang Dae Soo lainnya. Diantara mereka ada yang tidak jadi memakai jasa Dae Soo karena merasa jijik melihat wajah Ah Reum. Beda lagi dengan 3 siswi yang justru ingin berfoto bersama Ah Reum dan mendoakan agar Ah Reum cepat sembuh.
Dalam perjalanan mencari penumpang lain, Ah Reum bertanya apa tujuan ayahnya masuk sekolah atlet sewaktu muda, apakah ingin menjadi atlet taekwondo?. Dae Soo bingung bagaimana menjawabnya, karena hal yang di sukai Dae Soo dari taekwondo hanyalah seragamnya.
Ah Reum heran, apa bisa seseorang melakukan suatu keahlian tapi membencinya secara bersamaan. Dae Soo berkata tentu banyak orang seperti itu. Sewaktu sekolah ia mempunyai seorang teman yang pintar matematika tapi katanya dia tidak pernah menikmatinya. Dengan gaya bicara seperti orang tua, Ah Reum berkata tidak percaya jika ayahnya memiliki teman yang pintar matematika.
Sedikit bercanda, Dae Soo berkata meski wajah Ah Reum terlihat tua, tapi jangan bersikap seperti orang tua dan meremehkan dirinya. Seorang mantan atlet seperti dia sangat sensitif dengan hal itu. Ah Reum tersenyum mengerti.
Malam harinya, Dae Soo menjemput Mi Ra pulang kerja. Kemudian keluarga kecil itu bersantai di depan sungai Han. Mi Ra dan Dae Soo minum bir, dan Ah Reum minum susu. Mi Ra menghabiskan birnya dalam sekali minum.
Setelah menghabiskan minumnya, Mi Ra berkata merasa sangat senang. Ia menyukai hari berangin seperti malam ini. Dae Soo mengaku juga menyukai hal itu. Ah Reum menjelaskan angin menggerakan elektron di udara ke atom lain, itulah yang membuat perasaan senang. Mi Ra memuji Ah Reum pintar.
Mi Ra mengelus pipi putranya dan bertanya, "Mirip siapa dia ini?".
"Tentu saja mirip aku", sahut Dae Soo, "Itu benar. Dia suka es serut dan tidak suka nasi yang di campur kacang kedelai. Jari kakinya panjang, lucu dan juga sangat perhatian".
Mi Ra mendesis, "Kau hanya mengatakan yang baik-baik saja (tentang dirimu). Mata Ah Reum indah dan dia pintar seperti aku".
Dae Soo tidak sependapat, menurutnya mata Ah Reum lebih mirip dengannya. Mi Ra minta Dae Soo diam, dan menyuruh suaminya untuk membeli beberapa kaleng bir lagi.
Dae Soo keluar dari mini market dengan membawa plastik berisi bir. Ah Reum yang ikut minta ijin pada Dae Soo pergi ke toilet. Dae Soo mempersilahkan putranya pergi dan duduk menunggu di bangku taman.
Saat hendak pergi ke toilet, Ah Reum di hadang sekelompok pelajar. Diantara mereka, ada 3 siswa yang sebelumnya menjadi penumpang taksi Dae Soo. Mereka menyudutkan Ah Reum ke tembok. Seorang pelajar pria yang menginterogasi Ah Reum mereka heran dan tidak percaya kalau Ah Reum anak kecil, bahkan di antara mereka menyebut Ah Reum adalah alien. Salah satu dari ketiga siswa itu mengatakan penyakit Ah Reum membuatnya terlihat cepat tua.
Ah Reum menunduk sedih di pojokan seperti itu. Ia meminta jalan dan ingin pergi. Tapi salah satu dari mereka malah melepas topi Ah Reum. Tampaklah rambut Ah Reum yang memutih dan mengalami kebotakan. Mereka mendesis jijik kalau-kalau penyakit Ah Reum menular. Ada juga yang memotret Ah Reum dalam keadaan menyedihkan seperti itu.
Setelah menunggu lama dan karena Ah Reum tak muncul juga, akhirnya Dae Soo memutuskan menyusul Ah Reum. Dia terkejut melihat putranya tengah di bully sekelompok pelajar. Ah Reum langsung berlari menghampiri ayahnya. Dae Soo tidak mau memperpanjang masalah. Ia menghela napas menahan emosi, memungut topi Ah Reum dan hendak membawa putranya pergi.
Kedatangan Dae Soo tak lantas membuat para pemuda dan pemudi itu merasa takut. Mereka malah mengejek Dae Soo sebagai anak baik, yang membawa kakeknya berjalan-jalan. Salah satu dari mereka berceletuk, bagaimana bisa manusia melahirkan seorang gullom/hobbit.
Dae Soo yang awalnya ingin pergi menjadi marah mendengar ejekan mereka. Bukannya meminta maaf, pemuda-pemuda itu malah menantang Dae Soo. Ah Reum sedikit takut, Dae Soo minta Ah Reum untuk berdiri di belakang dan percayakan saja semua padanya. Dae Soo mengedipkan mata pada Ah Reum dan mulai mengeluarkan jurus-jurus taekwondo yang dia miliki.
Hanya dalam hitungan detik, Dae Soo berhasil mengalahkan pemuda-pemuda nakal itu, membuat Ah Reum terkagum-kagum melihatnya. Tapi sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama, karena sekelompok pemuda itu kompak menyerang Dae Soo secara bersamaan. (Haha.. adegan ini menjadi lucu).
Dae Soo berusaha sekuat tenaga melepaskan diri, saat berhasil ia langsung melayangkan tendangan mautnya. Tapi sayangnya, tendangan Dae Soo salah sasaran, karena tendangannya mengenai petugas keamanan yang tiba-tiba datang untuk melerai perkelahian.
"Ayah, bagaimana ini", Ah Reum melongo terkejut
"Oh. Tidak", guman Dae So setelah menyadari apa yang terjadi. Segera ia mendekati petugas yang tergelepat di tanah dan membantunya berdiri.
Di kantor polisi. Mi Ra menjelaskan kalau pemuda pemuda tengik itu mengejek Ah Reum, padahal mereka tahu Ah Reum sakit. Dae Soo membenarkan, pemuda-pemuda itu yang lebih dulu menyerang. Sudah berada di kantor polisi pun, pemuda-pemuda itu masih sombong dengan menantang Dae Soo untuk memukul mereka. (Aish.. pengen getok kepala mereka).
Dae Soo akhirnya di bebaskan, dalam perjalanan pulang Mi Ra memarahi Dae Soo yang mudah terpancing emosi. Dae Soo membela diri, bagaimana ia bisa diam saja melihat pemuda-pemuda itu mengejek Ah Reum dan menyebutnya Gollum/hobbit. Mana ada ayah yang terima anaknya di ejek seperti itu.
Mi Ra menghela napas, "Sialan!. Aku emosi sekarang. Akan ku hajar mereka", Mi Ra berbalik arah hendak memberi pelajaran kepada mereka.
Dae Soo menjadi panik dan berusaha menghentikan Mi Ra dan berjanji tidak akan berkelahi lagi. Dae Soo berusaha membujuk, untuk apa menghajar mereka toh mereka sudah pergi jauh. Tapi Mi Ra tidak mau mendengar, ia mengancam jika Dae Soo mendekat maka ia juga akan menghajar Dae Soo.
Mi Ra mempercepat langkahnya dan berlari. Dae Soo mengejar. Dari jauh, Ah Reum menghela napas lega melihat kedua orang tuanya. Lega, karena ia mempunyai orang tua yang sangat menyayanginya. Hari ini, Ah Reum melihat sisi lain dari kedua orang tuanya.
Mi Ra menemui Dr. Lee untuk melakukan pengecekan rutin mengenai kondisi Ah Reum. Dari hasil rontgen, diketahui pembuluh darah di kepala Ah Reum pecah sedikit, untungnya tidak banyak karena hal itu bisa menyebabkan stroke. Mi Ra bertanya apa tidak ada gelaja lainnya.
Dr. Lee menjawab Ah Reum pasti mengalami sakit kelapa yang menyakitkan. Apa Ah Reum tidak pernah mengeluh sakit kepala?.
Mi Ra menjadi cemas menoleh pada putranya, "Beritahu ibu jika kau sakit".
"Kapan aku pernah tidak sakit?", jawab Ah Reu.
Dr. Lee berkata jika keadaan ini di biarkan terus menerus, mungkin Ah Reum tidak mampu bertahan hingga akhir tahun ini. Mi Ra meminta Dr. Lee menghentikan ucapannya. Dr. Lee tersadar keceplosan bicara dan meminta Ah Reum untuk menunggu di luar. Tapi Ah Reum ingin mendengar semuanya. Ah Reum baru menurut, saat Mi Ra menyuruhnya menunggu di luar.
Setelah Ah Reum pergi, Dr. Lee memberi penjelasan pada Mi Ra kalau otak Ah Reum bermasalah dan airterinya bisa pecah kapan saja. Ini seperti bom waktu di dalam hatinya. Dr. Lee menyarankan Ah Reum untuk segera di rawat inap, atau pihak rumah sakit tidak bisa membantu lebih banyak lagi.
Mi Ra terdiam, bibirnya bergetar menahan tangis.
Sepulang dari rumah saki seperti biasa, Mi Ra dan Ah Reum menuju rumah mereka dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan, banyak orang-orang yang melihat Ah Reum dengan pandangan aneh, termaksud anak kecil. Dipandang seperti itu membuat Ah Reum malu, "Cepat jalannya. Orang lain melihat kita"
"Mereka mungkin mengagumi kecantikan ibu", jawab Mi Ra bercanda.
"Apa ibu tidak malu?", ucap Ah Reum lalu jalan lebih dulu.
Mi Ra mengejar Ah Reum, "Kenapa ibu harus malu?. Kau saki, jangan pedulikan hal lain. Jangan pedulikan tatapan atau cemoohan orang lain. Bersikaplah seperti seusiamu, mengeluh dan menangislah seperti anak kecil jika kau merasa sakit".
"Tapi, aku tak terlihat seperti anak kecil", ucap Ah Reum sedih.
Mi Ra melepas kaca mata Ah Reum dan berkata orang-orang melihat karena Ah Reum memakai kaca mata hitam seperti selebriti. Ah Reum menunduk malu. Mi Ra menyuruh Ah Reum untuk melihat dirinya, "Ah Reum, lihat ibu!. Siapa ibu?
"Ibu menjadi seorang ibu di usia 17 tahun", Ah Reum dan Mi Ra mengucapkan secara bersamaan. Mereka lalu tersenyum.
Mi Ra melihat jalanan di depannya dan bertanya sudah berapa tahun mereka melewati jalan ini. 13 tahun, jawab Ah Reum. Mi Ra mengangguk membenarkan, "Ketika sebayamu, pamanmu menangis seperti anak kecil setelah di khitan. Tapi kau melewati pengobatan yang lebih parah dan tidak menangis. Tidak semua orang bisa melakukan itu. Kau melakukan sesuatu yang luar biasa. Jadi, berjalanlah dengan bangga, mengerti?".
"Ya", jawab Ah Reum tersenyum.
Mi Ra kembali menggandeng tangan Ah Reum dan mereka berjalan sembari berbincang. Ah Reum mendengar di khitan itu sakit, ia membacanya dari internet. Setengah membenarkan, Mi Ra berkata tapi rasanya tidak sesakit saat melahirkan. Mereka lalu tertawa dan terus berjalan bergandengan tanpa memperdulikan tatapan orang lain.
Di depan komputernya, Ah Reum kembali menulis, "Ibu menulis kekurangan dan kelebihan ayah. Menurut ibu kelebihan ayah adalah 'Tinggi dan baik'. Kelamahan ayah adalah 'Terlalu tinggi dan terlalu baik'. Tapi kakek berpikiran sebaliknya, "Kelebihannya hanya satu, yaitu menghamili putrik'u. Lalu nenek berkata, "setidaknya dia memiliki keahlian".
Scene kemudian memperlihatkan Mi Ra remaja tersenyum semberi menulis kelebihan dan kelemahan Dae Soo. Beberapa bulan berjalan, kandungan Mi Ra mulai membesar. Mi Ra dengan bangga memperlihatkan kandungannya kepada beberapa teman wanita. Mereka tertawa dan tampak kagum merasakan gerakan halus di dalam perut Mi Ra. Dae Soo yang melihat dari jendela luar ikut tersenyum.
Ah Reum berhenti menulis karena merasakan nyeri di dadanya. Cepat-cepat ia meraih obat dan meminumnya. Lalu tertidur tanpa sadar. Saat bangun, Ah Reum mengecek email. Ada satu pesan masuk.
"Hai, namaku Lee Sun Ha, 16 tahun. Sebaya denganmu.
Aku mendapat alamat emaimu dari stasiun Televisi.
Mereka memberikannya mungkin karena aku juga sakit.
Setelah melihat tayanganmu di televisi, kupikir kita bisa berteman.
Semenit dalam hidupku, terasa seperti selamanya juga.
Semoga beruntung. Semoga kau lekas sembuh".
Sejak saat itu, Ah Reum sering terbayang-bayang dan seakan-akan mendengar suara Sun Ha. Saat hendak tidur, Ah Reum mulai berimajinasi sosok Sun Ha. Ia kemudian pergi ke dapur, mencari makanan di lemari pendingin. Samar-samar, dia mendengar percakapan kedua orang tuanya dari kamar.
Mi Ra merasa semua yang terjadi pada Ah Reum merupakan kesalahannya. Dae Soo berkata ini bukan kesalahan Mi Ra, apa yang di alami Ah Reum bukanlah penyakit keturunan. Tetap saja Mi Ra merasa bersalah, jika ia tidak melakukan "Hal itu", mungkin Ah Reum tidak akan menjadi seperti sekarang.
"Berapa kali harus kubilang. Itu hanya pembelahan acak sel. Berlari saat hamil tidak menyebabkan hal itu", jelas Dae Soo, "Ibuku tidak tahu dia hamil dan melakukan semua jenis olahraga".
"Tidak!. Aku berlari 10-20 lintasan sepanjang malam hingga jantungku terasa mau meledak!. Aku berdoa agar dia tidak di lahirkan", Mi Ra menangis menyesal.
Dae Soo merangkul Mi Ra yang menangis tersedu, tanpa tahu anak mereka mendengar percakapan itu di luar kamar. Hati Ah Reum terluka mendengar kenyataan itu.
Ah Reum kembali ke kamar dan terus teringat ucapan Mi Ra. Ah Reum memandang tulisannya yang setengah rampung, karya itu ia beri judul "Detak jantung di musim panas". Ah Reum menangis dan berniat menghapus tulisan itu.
Semula ia ragu, tapi kata-kata ibunya yang kembali terniang di telinga membuat ia bertekad menghapus tulisan tersebut. Ah Reum menutup mata dan menekan tombol delete. Menghapus tulisan yang ia tulis tentang ke dirinya dan ke dua orang tuanya.
Reporter menanyai apa mimpi Ah Reum. Ah Reum ingin menjadi anak yang bisa membuat kedua orang tuanya tertawa. Tumbuh menjadi anak yang sehat, membawa sukacita kepada orang tua. Tapi Ah Reum tahu, ia tidak bisa melakukan semua itu. Ah Reum membayangkan, seandainya ia anak laki-laki yang sehat. Pasti, ia bersama ayahnya akan pergi camping atau bermain baseball bersama. Dengan begitu ia bisa membuat kedua orang tuanya tersenyum.
Mi Ra dan Dae Soo yang mendengar curahan hati Ah Reum, menjadi sedih mendengarnya.
Bertepatan dengan selesainya program acara televisi itu, Mi Ra mendapat telepon dari salah satu kakaknya yang juga menonton acara tersebut. Sementara Dae Soo berdiri menyambut Mr. Jang yang tiba-tiba datang ke rumahnya. Mr. Jang merasa kesal pada produser yang dengan teganya memotong sesi wawancaranya, padahal Mr. Jang sudah mentraktir makan produser.
Dae Soo juga kesal, wajahnya muncul di televisi hanya hitungan detik, beda dengan dokter yang mendapat waktu lebih banyak. Mr. Jang benar-benar kesal dan menyebut produser memiliki wajah yang licik.
Produser itu tak lain adalah teman sekelas Mi Ra, bernama Seung Chan. Keesokan harinya, Seung Chan datang kerumah Mi Ra bersama Photographer Kim. Seung Chan berkata tayangan semalam bisa mendatangkan sumbangan. Mi Ra berterima kasih banyak atas kerja keras dari orang-orang yang telah membantu keluarganya.
Photographer Kim, justru merasa berterima kasih pada Mi Ra. Program itu mendapat rating luar biasa dan menjadi salah satu dari 3 acara terbaik. Semua ini berkat Ah Reum, dan mereka hanya bisa membantu semampunya.
Dae Soo terbangun mendengar alarm. Buru-buru ia mandi, berganti pakaian dan siap berangkat kerja. Ia berteriak pamit pada Ah Reum, tapi saat membuka pintu luar, Ah Reum sudah berdiri disana. Dae Soo mengetahui apa yang di inginkan putranya, tapi dia tidak bisa mengajak Ah Reum karena Mi Ra akan marah.
Ah Reum melihatkan jam di ponsel, pukul 03.49 sore. Dae Soo tahu, ia sudah terlambat. Dae Soo tersenyum dan pada akhirnya membawa Ah Reum bekerja.
Dae Soo mendapat penumpang yang minta di antar ke rumah sakit. Sebelum membawa mereka ke tempat tujuan, Dae Soo lebih dulu meminta ijin pada calon penumpangnnya, kalau ia membawa anaknya ikut serta. Pasangan suami istri itu mengenali Ah Reum sebagai anak yang muncul di salah satu acara televisi minggu lalu. Raut wajah mereka tidak menunjukan keberatan.
Tapi tiap orang berbeda, begitu pula dengan penumpang-penumpang Dae Soo lainnya. Diantara mereka ada yang tidak jadi memakai jasa Dae Soo karena merasa jijik melihat wajah Ah Reum. Beda lagi dengan 3 siswi yang justru ingin berfoto bersama Ah Reum dan mendoakan agar Ah Reum cepat sembuh.
Dalam perjalanan mencari penumpang lain, Ah Reum bertanya apa tujuan ayahnya masuk sekolah atlet sewaktu muda, apakah ingin menjadi atlet taekwondo?. Dae Soo bingung bagaimana menjawabnya, karena hal yang di sukai Dae Soo dari taekwondo hanyalah seragamnya.
Ah Reum heran, apa bisa seseorang melakukan suatu keahlian tapi membencinya secara bersamaan. Dae Soo berkata tentu banyak orang seperti itu. Sewaktu sekolah ia mempunyai seorang teman yang pintar matematika tapi katanya dia tidak pernah menikmatinya. Dengan gaya bicara seperti orang tua, Ah Reum berkata tidak percaya jika ayahnya memiliki teman yang pintar matematika.
Sedikit bercanda, Dae Soo berkata meski wajah Ah Reum terlihat tua, tapi jangan bersikap seperti orang tua dan meremehkan dirinya. Seorang mantan atlet seperti dia sangat sensitif dengan hal itu. Ah Reum tersenyum mengerti.
Malam harinya, Dae Soo menjemput Mi Ra pulang kerja. Kemudian keluarga kecil itu bersantai di depan sungai Han. Mi Ra dan Dae Soo minum bir, dan Ah Reum minum susu. Mi Ra menghabiskan birnya dalam sekali minum.
Setelah menghabiskan minumnya, Mi Ra berkata merasa sangat senang. Ia menyukai hari berangin seperti malam ini. Dae Soo mengaku juga menyukai hal itu. Ah Reum menjelaskan angin menggerakan elektron di udara ke atom lain, itulah yang membuat perasaan senang. Mi Ra memuji Ah Reum pintar.
Mi Ra mengelus pipi putranya dan bertanya, "Mirip siapa dia ini?".
"Tentu saja mirip aku", sahut Dae Soo, "Itu benar. Dia suka es serut dan tidak suka nasi yang di campur kacang kedelai. Jari kakinya panjang, lucu dan juga sangat perhatian".
Mi Ra mendesis, "Kau hanya mengatakan yang baik-baik saja (tentang dirimu). Mata Ah Reum indah dan dia pintar seperti aku".
Dae Soo tidak sependapat, menurutnya mata Ah Reum lebih mirip dengannya. Mi Ra minta Dae Soo diam, dan menyuruh suaminya untuk membeli beberapa kaleng bir lagi.
Dae Soo keluar dari mini market dengan membawa plastik berisi bir. Ah Reum yang ikut minta ijin pada Dae Soo pergi ke toilet. Dae Soo mempersilahkan putranya pergi dan duduk menunggu di bangku taman.
Saat hendak pergi ke toilet, Ah Reum di hadang sekelompok pelajar. Diantara mereka, ada 3 siswa yang sebelumnya menjadi penumpang taksi Dae Soo. Mereka menyudutkan Ah Reum ke tembok. Seorang pelajar pria yang menginterogasi Ah Reum mereka heran dan tidak percaya kalau Ah Reum anak kecil, bahkan di antara mereka menyebut Ah Reum adalah alien. Salah satu dari ketiga siswa itu mengatakan penyakit Ah Reum membuatnya terlihat cepat tua.
Ah Reum menunduk sedih di pojokan seperti itu. Ia meminta jalan dan ingin pergi. Tapi salah satu dari mereka malah melepas topi Ah Reum. Tampaklah rambut Ah Reum yang memutih dan mengalami kebotakan. Mereka mendesis jijik kalau-kalau penyakit Ah Reum menular. Ada juga yang memotret Ah Reum dalam keadaan menyedihkan seperti itu.
Setelah menunggu lama dan karena Ah Reum tak muncul juga, akhirnya Dae Soo memutuskan menyusul Ah Reum. Dia terkejut melihat putranya tengah di bully sekelompok pelajar. Ah Reum langsung berlari menghampiri ayahnya. Dae Soo tidak mau memperpanjang masalah. Ia menghela napas menahan emosi, memungut topi Ah Reum dan hendak membawa putranya pergi.
Kedatangan Dae Soo tak lantas membuat para pemuda dan pemudi itu merasa takut. Mereka malah mengejek Dae Soo sebagai anak baik, yang membawa kakeknya berjalan-jalan. Salah satu dari mereka berceletuk, bagaimana bisa manusia melahirkan seorang gullom/hobbit.
Dae Soo yang awalnya ingin pergi menjadi marah mendengar ejekan mereka. Bukannya meminta maaf, pemuda-pemuda itu malah menantang Dae Soo. Ah Reum sedikit takut, Dae Soo minta Ah Reum untuk berdiri di belakang dan percayakan saja semua padanya. Dae Soo mengedipkan mata pada Ah Reum dan mulai mengeluarkan jurus-jurus taekwondo yang dia miliki.
Hanya dalam hitungan detik, Dae Soo berhasil mengalahkan pemuda-pemuda nakal itu, membuat Ah Reum terkagum-kagum melihatnya. Tapi sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama, karena sekelompok pemuda itu kompak menyerang Dae Soo secara bersamaan. (Haha.. adegan ini menjadi lucu).
Dae Soo berusaha sekuat tenaga melepaskan diri, saat berhasil ia langsung melayangkan tendangan mautnya. Tapi sayangnya, tendangan Dae Soo salah sasaran, karena tendangannya mengenai petugas keamanan yang tiba-tiba datang untuk melerai perkelahian.
"Ayah, bagaimana ini", Ah Reum melongo terkejut
"Oh. Tidak", guman Dae So setelah menyadari apa yang terjadi. Segera ia mendekati petugas yang tergelepat di tanah dan membantunya berdiri.
Di kantor polisi. Mi Ra menjelaskan kalau pemuda pemuda tengik itu mengejek Ah Reum, padahal mereka tahu Ah Reum sakit. Dae Soo membenarkan, pemuda-pemuda itu yang lebih dulu menyerang. Sudah berada di kantor polisi pun, pemuda-pemuda itu masih sombong dengan menantang Dae Soo untuk memukul mereka. (Aish.. pengen getok kepala mereka).
Dae Soo akhirnya di bebaskan, dalam perjalanan pulang Mi Ra memarahi Dae Soo yang mudah terpancing emosi. Dae Soo membela diri, bagaimana ia bisa diam saja melihat pemuda-pemuda itu mengejek Ah Reum dan menyebutnya Gollum/hobbit. Mana ada ayah yang terima anaknya di ejek seperti itu.
Mi Ra menghela napas, "Sialan!. Aku emosi sekarang. Akan ku hajar mereka", Mi Ra berbalik arah hendak memberi pelajaran kepada mereka.
Dae Soo menjadi panik dan berusaha menghentikan Mi Ra dan berjanji tidak akan berkelahi lagi. Dae Soo berusaha membujuk, untuk apa menghajar mereka toh mereka sudah pergi jauh. Tapi Mi Ra tidak mau mendengar, ia mengancam jika Dae Soo mendekat maka ia juga akan menghajar Dae Soo.
Mi Ra mempercepat langkahnya dan berlari. Dae Soo mengejar. Dari jauh, Ah Reum menghela napas lega melihat kedua orang tuanya. Lega, karena ia mempunyai orang tua yang sangat menyayanginya. Hari ini, Ah Reum melihat sisi lain dari kedua orang tuanya.
Mi Ra menemui Dr. Lee untuk melakukan pengecekan rutin mengenai kondisi Ah Reum. Dari hasil rontgen, diketahui pembuluh darah di kepala Ah Reum pecah sedikit, untungnya tidak banyak karena hal itu bisa menyebabkan stroke. Mi Ra bertanya apa tidak ada gelaja lainnya.
Dr. Lee menjawab Ah Reum pasti mengalami sakit kelapa yang menyakitkan. Apa Ah Reum tidak pernah mengeluh sakit kepala?.
Mi Ra menjadi cemas menoleh pada putranya, "Beritahu ibu jika kau sakit".
"Kapan aku pernah tidak sakit?", jawab Ah Reu.
Dr. Lee berkata jika keadaan ini di biarkan terus menerus, mungkin Ah Reum tidak mampu bertahan hingga akhir tahun ini. Mi Ra meminta Dr. Lee menghentikan ucapannya. Dr. Lee tersadar keceplosan bicara dan meminta Ah Reum untuk menunggu di luar. Tapi Ah Reum ingin mendengar semuanya. Ah Reum baru menurut, saat Mi Ra menyuruhnya menunggu di luar.
Setelah Ah Reum pergi, Dr. Lee memberi penjelasan pada Mi Ra kalau otak Ah Reum bermasalah dan airterinya bisa pecah kapan saja. Ini seperti bom waktu di dalam hatinya. Dr. Lee menyarankan Ah Reum untuk segera di rawat inap, atau pihak rumah sakit tidak bisa membantu lebih banyak lagi.
Mi Ra terdiam, bibirnya bergetar menahan tangis.
Sepulang dari rumah saki seperti biasa, Mi Ra dan Ah Reum menuju rumah mereka dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan, banyak orang-orang yang melihat Ah Reum dengan pandangan aneh, termaksud anak kecil. Dipandang seperti itu membuat Ah Reum malu, "Cepat jalannya. Orang lain melihat kita"
"Mereka mungkin mengagumi kecantikan ibu", jawab Mi Ra bercanda.
"Apa ibu tidak malu?", ucap Ah Reum lalu jalan lebih dulu.
Mi Ra mengejar Ah Reum, "Kenapa ibu harus malu?. Kau saki, jangan pedulikan hal lain. Jangan pedulikan tatapan atau cemoohan orang lain. Bersikaplah seperti seusiamu, mengeluh dan menangislah seperti anak kecil jika kau merasa sakit".
"Tapi, aku tak terlihat seperti anak kecil", ucap Ah Reum sedih.
Mi Ra melepas kaca mata Ah Reum dan berkata orang-orang melihat karena Ah Reum memakai kaca mata hitam seperti selebriti. Ah Reum menunduk malu. Mi Ra menyuruh Ah Reum untuk melihat dirinya, "Ah Reum, lihat ibu!. Siapa ibu?
"Ibu menjadi seorang ibu di usia 17 tahun", Ah Reum dan Mi Ra mengucapkan secara bersamaan. Mereka lalu tersenyum.
Mi Ra melihat jalanan di depannya dan bertanya sudah berapa tahun mereka melewati jalan ini. 13 tahun, jawab Ah Reum. Mi Ra mengangguk membenarkan, "Ketika sebayamu, pamanmu menangis seperti anak kecil setelah di khitan. Tapi kau melewati pengobatan yang lebih parah dan tidak menangis. Tidak semua orang bisa melakukan itu. Kau melakukan sesuatu yang luar biasa. Jadi, berjalanlah dengan bangga, mengerti?".
"Ya", jawab Ah Reum tersenyum.
Mi Ra kembali menggandeng tangan Ah Reum dan mereka berjalan sembari berbincang. Ah Reum mendengar di khitan itu sakit, ia membacanya dari internet. Setengah membenarkan, Mi Ra berkata tapi rasanya tidak sesakit saat melahirkan. Mereka lalu tertawa dan terus berjalan bergandengan tanpa memperdulikan tatapan orang lain.
Di depan komputernya, Ah Reum kembali menulis, "Ibu menulis kekurangan dan kelebihan ayah. Menurut ibu kelebihan ayah adalah 'Tinggi dan baik'. Kelamahan ayah adalah 'Terlalu tinggi dan terlalu baik'. Tapi kakek berpikiran sebaliknya, "Kelebihannya hanya satu, yaitu menghamili putrik'u. Lalu nenek berkata, "setidaknya dia memiliki keahlian".
Scene kemudian memperlihatkan Mi Ra remaja tersenyum semberi menulis kelebihan dan kelemahan Dae Soo. Beberapa bulan berjalan, kandungan Mi Ra mulai membesar. Mi Ra dengan bangga memperlihatkan kandungannya kepada beberapa teman wanita. Mereka tertawa dan tampak kagum merasakan gerakan halus di dalam perut Mi Ra. Dae Soo yang melihat dari jendela luar ikut tersenyum.
"Hai, namaku Lee Sun Ha, 16 tahun. Sebaya denganmu.
Aku mendapat alamat emaimu dari stasiun Televisi.
Mereka memberikannya mungkin karena aku juga sakit.
Setelah melihat tayanganmu di televisi, kupikir kita bisa berteman.
Semenit dalam hidupku, terasa seperti selamanya juga.
Semoga beruntung. Semoga kau lekas sembuh".
Sejak saat itu, Ah Reum sering terbayang-bayang dan seakan-akan mendengar suara Sun Ha. Saat hendak tidur, Ah Reum mulai berimajinasi sosok Sun Ha. Ia kemudian pergi ke dapur, mencari makanan di lemari pendingin. Samar-samar, dia mendengar percakapan kedua orang tuanya dari kamar.
"Berapa kali harus kubilang. Itu hanya pembelahan acak sel. Berlari saat hamil tidak menyebabkan hal itu", jelas Dae Soo, "Ibuku tidak tahu dia hamil dan melakukan semua jenis olahraga".
"Tidak!. Aku berlari 10-20 lintasan sepanjang malam hingga jantungku terasa mau meledak!. Aku berdoa agar dia tidak di lahirkan", Mi Ra menangis menyesal.
Dae Soo merangkul Mi Ra yang menangis tersedu, tanpa tahu anak mereka mendengar percakapan itu di luar kamar. Hati Ah Reum terluka mendengar kenyataan itu.
Ah Reum kembali ke kamar dan terus teringat ucapan Mi Ra. Ah Reum memandang tulisannya yang setengah rampung, karya itu ia beri judul "Detak jantung di musim panas". Ah Reum menangis dan berniat menghapus tulisan itu.
Semula ia ragu, tapi kata-kata ibunya yang kembali terniang di telinga membuat ia bertekad menghapus tulisan tersebut. Ah Reum menutup mata dan menekan tombol delete. Menghapus tulisan yang ia tulis tentang ke dirinya dan ke dua orang tuanya.
Bersambung ke Part 2
Sedih bangeeeeeetttttt....hiks hiks hiks makasih mbakNuri udah bikin sinopsis film ini, gak bs membayangkan bila hal ini terjadi pd diriku
ReplyDelete