Pages - Menu

Tuesday, July 17, 2012

Tradisi Populer Jelang Ramadhan


Beragam aktivitas dilakukan masyarakat Indonesia dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Berbagai kegiatan itu merupakan warisan dari generasi mereka sebelumnya. Keaneragaman kegiatan menjadi khasanah budaya di tanah air, khususnya bagi umat muslim.

1.    Nyadran, Nyekar, Ziarah Kubur, Ruwahan


Ziarah ke pemakaman orang tua, keluarga atau kerabat menjadi bagian masyarakat dalam menyambut Ramadhan. Hampir di seluruh bagian nusantara terdapat tradisi ini. Di komunitas Jawa bulan Syabab ini dinamakan dengan bulan Ruwah. Dalam pandangan falsafah jawa, kata ruwah berasal dari kata Ngluru dan arwah yang diyakini sebagai saat yang tepat untuk mengunjungi arwah leluhur. 

Selama masa bulan itu, masyarakat Jawa mengadakan upacara Nyadran atau Nyekar, otoritas di daerah menentukan waktu untuk kegiatan yang di lakukan secara kolektif ini. Kegiatan tersebut umumnya di awali dengan melakukan kerja bakti seluruh warganya dengan membersihkan lingkungan, memperbaiki bagian yang rusak di sekitar area pemakaman. 

Usai ziarah makam, di lanjutkan dengan pelaksanaan Ruwahan Massal, yakni bersama-sama melakukan pembacaan dan pengiriman doa untuk para arwah leluhur. Di tradisi jenis ini, masing-masing kepala keluarga telah menyiapkan sajian hidangan yang sudah di siapkan sebelum acara Ruwahan Massal di lakukan. Dalam kegiatan tersebut, hidangan tersebut kemudian di kumpulkan dan di nikmati bersama-sama setelah di doakan oleh Mbah Kaum (ulama lokal). 

Lain lagi di Samarinda, Kalimantan Timur, selain membersihkan lingkungan pemakaman, penduduk beramai-ramai melakukan pengecatan area pemakaman, tidak saja warna putih yang di pakai untuk menampakkan kebersihan dan kemeriahan menyambut Ramadhan tiba. 

2.   Balimau (mandi Basamo), Padusan, Mandi Balimau Kasai, Marpangir, Balimo, Palangekhan


Keunikan lainya adalah masyarakat melakukan mandi bersama di sungai atau di laut. Masyarakat Jawa Tengah menyebutnya Padusan, Balimau, atau Mandi Basamo bagi masyarakat minang, Sumatera Utara.  Di Banyuwangi, Jawa Timur tradisi ini dinamakan Paduser, dan bagi warga Batu Kampar, Batam, menyebutnya Mandi Balimau Kasai.

Suasana ramai dan gempita tampak di wajah-wajah para warga yang melakukan tradisi ini. Tidak saja orang tua yang melakukan kegiatan ini, tetapi anak-anak pun turut meramaikan tradisi leluhur mereka.  Di masyarakat Ciancur, Jawa Barat, kegiatan semacam ini di sebut Papajar yakni melakukan makam bersama di obyek wisata menjelang waktu fajar tiba, biasanya di pantai dan dilanjutkan dengan mandi di pantai tersebut.

Di Polaweli Mandar, Sulawesi Barat, kegiatan mandi masal ini dikenal sebagai Mandoe Siola yaitu mandi bersama di tengah laut hingga air pantai surut.  Dan suku batak yang umunya dari masyarakat muslim Melayu, mereka menyebutnya Marpangir/mandi pangir/balimo, yaitu melaksanakan mandi dengan menggunakan ramuan khas lokal yang terdiri dari jeruk limau.

Pelangekhan, menjadi tradisi umat muslim di Lampung dengan mandi secara massal di lokasi-lokasi pemandian misalnya di sungai, laut, sumur yang terjaga kesuciaan airnya, hingga merambah ke kolam renang. Dahulu, tradisi mandi ini menggunakan remang atau buah limau agar orang-orang yang melakukan tradisi tersebut benar-benar bersih secara fisik. Namun kini, cara tersebut digantikan dengan memakai alat modern seperti sabun, shampoo dan lain-lain. 

3.    Meugang, Ureo Mak Meugang


Bagi masyarakat Aceh, tradisi Meugang dilakukan memasuki bulan Ramadhan. Kurang dari tiga hari masuknya puasa pertama, masyarakat Aceh memakan sajian khusus dengan bahan daging sebagai bahan utamanya. Karena warga Aceh kebanyakan memilih daging sapi sebagai sajian hidangan, maka menjelang hari Meugang tidaklah mengherankan bila daging sapi di Aceh menjadi harga daging sapi termahal di dunia yakni bisa mencapai lebih dari Rp. 120.000,- untuk per kilo gram dagingnya.

4.     Dugderan


Tradisi masyarakat Jawa Tengah, khususnya Semarang ini konon di mulai sejak tahun 1881. Kegiatannya mirip pasar malam dan digelar satu minggu sebelum Ramadhan. Sebutan Dugderan diasumsikan berasal dari bunyi "dug" atau suara bedug dan "der" atau suara meriam. Perayaan kegiatan ini berpusat di Masjid Besar Kauman, kawasan Pasar Johar, Semarang. 

Kegiatan yang di awali seperti karnaval dengan mengarak bedug dan dikawal prajurit Kadipaten Semarang tempo dulu. Arakan para prajurit ini uniknya berjalan mundur menuju lokasi masjid. Pasar rakyat ini menjadi momen indah bagi anak-anak. Karena dalam kegiatan ini beragam aneka mainan anak-anak tersedia. Selain itu, juga diselenggarakan bazar beragam produk.

Puncak acara Dugderan ini adalah pengumuman awal puasa oleh Walikota menggunakan bahasa jawa di depan khayalak ramai. Dengan bergemanya suara bedug dan meriam inilah masyarakat kota Semarang dan sekitarnya mengetahui bahwa besok pagi dimulainya puasa tanpa perasaan ragu-ragu. 


No comments:

Post a Comment

Thanks sudah mampir di blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya...Trims....:)