Episode 3
Joseon….
Putri duyung berenang ke
permukaan melihat banyaknya lampion berterbangan di atas laut. Dam Ryung datang
dengan perahu mendekati putrid duyung. Keduanya saling berpandangan. Dam Ryung yang
semula berdiri kini duduk agar posisinya lebih sejajar dengan putri duyung.
“Siapa namamu?”, tanya Dam
Ryung
“Namaku Sea Wa”, jawab
putri duyung
“Kakakku meninggal waktu
aku masih kecil, dan nama kakakku itu Sae Wa. Itu artinya…..”
“Itu artinya anak yang
periang dan bersinar”, sambung putri duyung, “Ada seseorang yang menamaiku nama
itu. Haruskah aku menceritakan kisah itu?”.
Suara Sea Wa : Musim panas, 20 tahun
lalu. Ada seorang anak yang berasal dari Hanyang mengunjungi rumah keluarga
ibunya untuk bermain di pantai”
Seorang anak lak-laki
bermain di pantai bersama teman-temannya. Salah satu teman Joon Jae menantang
anak itu untuk berenang ke tengah laut. Anak itu menjawab tentu saja ia bisa
melakukannya. Teman-temannya tidak percaya dan mengatai anak itu pembohong,
jika memang bisa lakukan.
Tanpa takut sedikut pun anak
itu masuk ke dalam laut, semakin jauh ia melangkah semakin dalam dasar laut.
Anak itu lalu tenggelam, dari kejauhan dia melihat putri duyung berenang
mendekat. Putri duyung yang sebaya dengannya, meraih tangannya dan membawanya
ke permukaan.
Setibanya di pantai, anak
laki-laki itu memperkenalkan dirinya bernama Dam Ryung. Ia menanyakan nama
putri duyung. Putri duyung hanya diam menatapnya.
“Kalau kau tidak punya
nama, biar kunamai kau. Namamu Sae Wa saja. Artinya "anak yang periang dan
bersinar”.
Narasi Sea Wa dewasa, “Setelah musim panas itu, anak itu kembali
pulang ke rumahnya di Hanyang. Tapi setiap kali dia punya kesempatan, dia
mencoba kembali ke pantai”.
Dam Ryung kecil merengek
dan berguling-guling di lantai. Ia minta agar ayahnya mengijinkannya pergi
kerumah kakeknya. Ibu Dam Ryung tak tega dan berusaha membujuk suaminya.
Ayah Dam Ryung akhirnya
menginjikan Dam Ryung untuk pergi kerumah kakeknya dengan syarat Dam Ryung
berjanji akan belajar dengan rajin sepulangnya dari sana. Tanpa pikir panjang,
Dam Ryung langsung menyanggupinya. Kedua orang tua Dam Ryung hanya bisa
berpandangan heran.
Narasi Sea Wa dewasa, “Anak itu memberi makan si putri duyung
makanan daratan yang belum pernah dimakannya dan dia menunjukkan pada si putri
duyung hal-hal yang indah untuk pertama kalinya”.
Dam Ryung kecil menemui Sea
Wa di pantai, ia membawa makanan dan berbagi makanannya dengan Sea Wa. Saat
bunga-bunga bermekaran, Dam Ryung menaburkan kelopak bunga di sekitar mereka.
Terlihat indah seperti hujan bunga.
Narasi Sea Wa dewasa, “Kedua anak itu menghabiskan waktu bersama
seperti itu dan tumbuh bersama”.
Keduanya terus bertemu
hingga mereka beranjak dewasa. Dam Ryung memberikan seikat bunga pada Sea Wa.
Sea Wa menerimanya dengan tersenyum begitu pula dengan Dam Ryun.
Dam Ryung mengatakan
setengah bulan lagi, ada calon pengantin yang di kirim kerumahnya, “Aku akan
menikah”, ucap Dam Ryung hati-hati. Sea Wa bertanya menikah itu apa.
“Aku harus hidup dengan perempuan lain. Aku
hanya bisa melindungi dan menyukainya”, jelas Dam Ryung.
“Berarti, kau tidak bisa datang
ke pantai lagi?”, tanya Sea Wa
Dam Ryung tidak
tahu. Sea Wa terlihat kecewa. Dam Ryung tanya apa Sea Wa tidak bisa hidup di
daratan. Sea Wa berkata jika ia sudah dewasa, barulah ia bisa hidup di darat, “Katanya
kalau putri duyung ke daratan, ekornya berubah jadi kaki. Tapi, tidak sekarang”.
“Aku tidak ingin
meninggalkanmu. Aku tidak ingin melindungi dan menyukai perempuan lain. Aku
selamanya tidak ingin hidup bersamanya, kalau bukan kau”.
“Tapi kita bisa apa?. Aku
tidak bisa hidup di daratan, dan kau tidak bisa hidup di air”, ucap Sea Wa sedih. Ia tertunduk menangis dan
air matanya menetes di pipi.
Sea Wa melompat ke laut
berenang meninggalkan Dam Ryung. Dam Ryung terpaku di tempatnya melihat Sea Wa
menjauh. Air mata putri duyung yang jatuh di bebatuan berubah menjadi benda kecil
berkilauan… mutiara.
Hari yang di tentukan tiba,
Dam Ryung menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Di malam pertama mereka,
pengantin wanita terlihat duduk terantuk-antuk, menunggu Dam Ryung yang tidak
melakukan apapun.
Suara Sea Wa : Pada malam pertama
pernikahan mereka, pria itu meninggalkan kamar pengantinnya. Dia menunggang
kuda selama beberapa hari, menuju lautan”.
Dam Ryung yang semula diam,
lalu berdiri meninggalkan istrinya. Dia
memacu kuda menuju lautan. Dam Ryung teriak memanggil nama Sea Wa begitu tiba
di pantai. Ia terus berjalan kearah laut sampai tenggelam. Sea Wa datang
menyelamatkan Dam Ryung dan menciumnya.
“Anak itu tahu. Bahwa putri duyung pasti akan muncul untuk menyelamatkannya,
yang tidak bisa berenang. Tapi dia tidak tahu rincian apa yang penting. Putri
duyung memiliki kemampuan khusus. Dengan mencium manusia, putri duyung dapat
menghapus kenangan akan mereka dari manusia. Dan saat itulah putri duyung itu
menghilangkan ingatan anak tersebut, seperti buih ombak”.
Dam Ryung terdampar di
pantai ketika dia membuka matanya. Pertama kali yang ia lihat adalah penduduk
yang menolongnya. Dam Ryung tidak ingat apa yang terjadi dan kenapa dia sampai
bisa kesini.
Dam Ryung dewasa
mendengarkan cerita Sea Wa dengan seksama lalu berkata istrinya meninggal
karena penyakit paru-paru setelah mereka menikah. Sampai di waktu kematiannya,
istrinya membencinya karena melarikan diri pada malam pertama mereka. Dam Ryung
tidak ingat kenapa ia melarikan diri malam itu, meskipun ia berkali-kali
berusaha mengingatnya tetap saja tidak bisa mengingatnya.
Dam Ryung berpikir dan
bertanya dengan wajah serius, “Apakah aku anak laki-laki itu?”, tanyanya
menebak.
Perlahan Sea Wa mendekati
perahu Dam Ryung dengan tatapan penuh arti.
Kembali ke awal saat Joon
Jae tenggelam. Putri duyung muncul untuk menyelamatkannya. Joon Jae terkejut
melihat wujud asli putri duyung. Putri duyung mencium Joon Jae. Sama yang
dilakukan oleh Sea Wa, 400 tahun lalu.
Ciuman yang menghapus semua
kenangan Joon Jae akan putri duyung. Satu persatu moment yang pernah mereka
lalui menghilang. Dari awal mereka bertemu hingga mereka loncat ke laut.
Setelah mencium Joon Jae,
perlahan-lahan putri duyung menghilang dari pandangan.
Joon Jae terdampar di
pantai. Matanya masih terpejam, pingsan. Terdengar suara lirih diantara debur
ombak “Aku mencintaimu”. Joon Jae langsung sadarkan diri dan terbatuk-batuk karena
terlalu banyak meminum air laut.
Joon Jae menarik napas
panjang dan melihat sekitar pantai yang sepi, tidak ada orang lain selain
dirinya. Ia ingat semua yang terjadi selama di spanyol. Saat check in di hotel,
melarikan diri dari para preman dengan bersepeda, melewati penjual es krim,
berkejaran di taman labirin, pergi ke mencusuar Hercules hingga ia terdesak dan
melompat dari atas tebing. Joon Jae mengingat semuanya, tapi ia ingat melakukan
semua itu seorang diri.
“Ah, kenapa juga aku terjun
dari sana? Ugh! Aku pasti sudah gila!”, gerutunya.
Joon Jae memegangi
kepalanya yang sakit dan melihat gelang giok di pergelangan tangannya. Joon Jae
tak tahu benda apa itu. Tapi ia tak terlalu memikirkannya dan berhela napas sejenak.
Tanpa Joon Jae sadari, ada mutiara kecil di tanah dekat dengan tangannya.
Sebuah pesawat terbang
mengudara di angkasa. Pesawat itu membawa Joon Jae kembali ke Korea. Dari
jendela pesawat, Joon Jae melihat ke bawah lautan. Samar ia melihat seperti ada
orang yang sedang berenang. Joon Jae terus memperhatikan sampai pramugari
menegurnya. Pramugari itu menawari Joon Jae segelas anggur. Joon Jae mengiyakan
tawaran pramugari.
(Style rambut Joon Jae
berubah…. Saya suka saya ..suka…).
Di tengah lautan, putri
duyung menengadah memandang langit. Ia berenang berusaha mengejar pesawat yang
membawa Joon Jae pergi. Tapi tentu saja kecepatannya dalam berenang tidak akan
bisa menyamai kecepatan pesawat. Putri duyung hanya bisa memandang sedih
melihat pesawat yang kian menjauh.
Seoul.
Joon Jae tiba di bandara.
Terdengar berita terkini dari televisi, mengabarkan seorang tersangka
pembunuhan yang di penjara di pusat penahanan Seoul telah kabur saat menerima
perawatan medis. Pihak berwajib telah merilis foto tersangka pembunuhan, Ma Dae
Young, yang berusia 40’an.
Sayangnya berita itu tidak
berhasil menarik perhatian orang. Begitu pula dengan Joon Jae yang terus berjalan
keluar bandara. Sesampainya di luar, Joon Jae langsung menyetop taksi.
Tanpa Joon Jae ketahui,
pembunuh yang dicari polisi berada di dekatnya. Ma Dae Young buron yang dicari polisi, menyamar sebagai
petugas parkir.
Joon Jae sampai di rumahnya
bertepatan dengan Nam Doo yang keluar hendak membuang sampah. Nam Doo melotot melihat
Joon Jae
“Kau sudah datang!. Hidup
lagi!”, (dikiranya Joon Jae sudah mati, apa!).
Joon Jae membuka sedikit
topinya menyuruh Nam Doo mendekat. Karena Nam Doo tidak mendekat, maka Joon Jae
yang mendatanginya.
Nam Doo yang tahu Joon Jae akan marah padanya, langsung
menghindar dan mencari alasan. Mengatakan kalau ia sudah menduga Joon Jae akan
kembali pulang dalam keadaan hidup-hidup. Karena itulah ia tidak mengangkat
telepon Jae Jae (alasan macam apa itu).
Joon Jae tidak percaya dan
mendorong Nam Doo ke pintu. Nam Doo protes, “Hei! Kau bahkan tidak tahu betapa
aku mengkhawatirkanmu. Bodoh”. Nam Doo hendak pergi, Joon Jae langsung memeteng
lehernya.
“Jadi apa itu sebabnya kau memasuki
rumah ini seolah-olah ini rumahmu?. Jika aku tidak bisa kembali selamanya,
pasti kau mau gunakan rumah ini seolah ini punyamu, 'kan?”, ucap Joon Jae
mengetahui akal bulus Nam Doo.
“Leherku…leher…leherku….”,
keluh Nam Doo kesakitan.
Tak tega, Joon Jae spontan
melepaskan Joon Jae. Sang tawanan pun langsung kabur masuk ke dalam rumah. Joon
Jae mengeluh sembari mengacak rambutnya, “Ah... orang itu memang tidak bisa
dipercaya!”.
Nam Doo tergesa-gesa masuk
ke dalam rumah, Joo Jae menyusul di belakang. Ternyata bukan hanya Nam Doo yang
pindah kerumah Joon Jae, Tae Oh pun ikut berimigrasi bersamanya. Nam Doo
memanggil Tae Oh yang sedang asyik bermain game. Berlagak seperti tuan rumah,
Nam Doo menyuruh Joon Jae meletakan tasnya di sofa. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri.
“Mana mungkin aku
malu-malu? Kenapa?. Karena ini rumahku!”, sambar Joon Jae kesal.
“Hei! Apa kau meretas passcode
rumahku?”, tanya Joon Jae pada Tae Oh. Yang di tanya hanya menoleh tanpa
membuka suara.
Nam Doo berkata bukankah
Joon Jae sudah tahu, tidak ada rumah di Korea yang tidak bisa diretas Tae Oh.
Nam Doo membawa sepiring buah dan tanya apa Joon Jae sudah makan. Joon Jae
menyuruh Nam Doo makan saja sendirian. Tanpa membuang waktu, Joon Jae menyuruh
kedua rekannya itu untuk pergi dari rumahnya sekarang juga.
Nam Doo memberikan potong
apel pada Joon Jae dan berkata kemana mereka harus pergi. Rumah mereka sudah di
deteksi orang-orang Ny. Jang. Hanya rumah Joon Jae yang belum di deteksi karena
Joon Jae baru pindah dan menghapus alamatnya.
“Hei, si Nyonya Jang Jin Ok dari Myeong Dong Capital itu,
orang yang sungguh percaya sekali pada ungkapan tegas "Aku bisa
melakukannya!" Dia bisa melakukan segalanya!”.
Nam Doo menoleh Tae Oh yang
mengautiskan diri dengan gadgetnya. Ia berbisik pada Joon Jae, bukankah ada hal
penting yang harus mereka bicarakan berdua. Joon Jae tanya apa. Nam Doo menari Joon
Jae keluar. Tae Oh si irit bicara hanya menoleh melihat mereka sebentar dan kembali
focus pada gamenya.
Nam Doo terus menarik Joon
Jae sampai mereka tiba beranda belakang tidak memperdulikan protes Joon Jae.
Nam Doo lalu tersenyum dan berkata, “Biar kulihat benda itu!”.
Joon Jae bingung, “Apa?”.
“Jangan pura-pura bodoh di
depanku. Malah, kukira kau mungkin tidak
kembali ke Seoul karena benda itu. Aku khawatir sekali”, Nam Doo memeluk
Joon Jae berlagak khawatir.
Joon Jae masih tak
mengerti, “Benda itu apa?”.
“Apa maksudmu?. 6 milyar
kita”.
“Bicara apa kau ini, aku
capek”.
Nam Doo menahan Joon Jae
yang hendak masuk kembali ke dalam rumah. Nam Doo menjelaskan, “Gelang jadite
(giok), yang tekstur, kekerasan,
transparansi, dan warnanya seperti asli”.
“Kau tahu dari mana itu,
Hyung”, tanya Joon Jae heran sekaligus bingung.
“Mana aku tahu? Bukannya
kau sendiri yang bilang begitu.”, jawab Nam Doo.
“Aku?”
“Ya, kau. Kau bilang kau
menipu seorang perempuan di Spanyol”.
“Perempuan? Perempuan apa?”,
tanya Joon Jae serius lalu tersenyum tak mengerti.
Nam Doo tertawa mengira
Joon Jae hendak menipunya. Orang lain mungkin akan percaya dan dapat di bodohi
dengan mudah oleh Joon Jae. Tapi hanya dirinya yang tidak bisa Joon Jae bodohi.
Nam Doo minta agar Joon Jae berhenti berpura-pura tidak tahu.
Joon Jae menekanan sekali
lagi kalau ia benar-benar tidak tahu arah pembicaraan Nam Doo, “Perempuan apa
yang kutemui di Spanyol?”.
“Kau sendiri yang bilang
kau bertemu perempuan bodoh dan aneh!”, Nam Doo mulai kesal.
Peremuan bodoh dan aneh
yang mereka bicarakan kini berada di lautan. Berpamitan pada teman-teman sesama
putri duyung. Ia hendak berimigrasi ke Korea. Putri duyung memakai kaca mata
hitam (apa maksudnya, agar matanya gak perih????).
Putri duyung berenang pergi
dengan membawa kerang besar. Teman-teman putri duyung melambai melepas
kepergian teman mereka. Anggap saja kerang itu dompetnya putri duyung… hehehe…
Sebagi bukti Nam Doo
menunjukan sebuah foto, “Coba lihat! Ini SMS yang kau kirim padaku!. Kau yang
mengirimkannya padamu”.
Nam Doo memperbesar foto itu,
foto yang hanya menampilkan tangan putri duyung, tanpa wajah. Terlihat jelas
gelang giok yang di pakai oleh peremupuan di dalam foto. Joon Jae mengeluh tidak mengerti,
“Ah, bisa gila aku ini!”.
“Ah! Hei, akulah yang lebih
gila lagi!. Hei, apa kau itu kembali dari Hollywood, bukannya Spanyol?
Keterampilan akting-mu makin bagus saja!”.
Joon Jae berkata bukan
seperti itu. Bukan seperti itu apanya, desak Nam Doo. Jae Joon tidak pernah
merasa mengirimkan sms tersebut, dan bahkan tidak pernah bertemu dengan
perempuan aneh seperti yang Nam Doo bilang.
“Jadi, kau tidak punya
gelangnya”, tanya Nam Doo langsung.
“Aku punya”, jawab Joon Jae
dengan wajah bingung.
“Lihat kan, kau punya
gelangnya”, Nam Doo setengah berteriak saking kesalnya, “Hei, mana mungkin kau
tidak bisa mengenali benda yang luar biasa. Darimana kau dapat gelang itu?. Kau
tak bisa mengingatnya juga?”.
Joon Jae memegangi
kepalanya mencoba mengingat kejadian di spanyol. Joon Jae melihat dirinya duduk
di sebuah café duduk bersama seseorang. Ia menyalakan pematiknya, tapi wajah
wanita itu tidak terpantul di permukaan pematik yang terbuat dari logam.
Joon Jae juga ingat saat tangannya
memegang gelang giok di bawah meja lalu menoleh menatap seseorang yang duduk di
sampingnya. Hanya sampai di situ, Joon Jae tak mampu mengingatnya lagi.
“Aku tidak tahu”, ucap Joo
Jae kemudian.
Merasa tidak menemui jawaban yang memuaskan. Nam Doo berkata memang ia tidak tahu apa yang terjadi, dan sekarang ia tidak lagi ingin mengetahuinya. Langsung pada intinya, Nam
Doo minta Joon Jae memperlihatkan gelang itu lebih dulu, mereka perlu menaksir
berapa nilai benda itu.
“Lihat saja nanti”, ucap
Joon Jae enteng.
(duh abang min ho….ganteng
amat sich… suka style…men in black).
Nam Doo kesal, lihat
apanya. Apa yang ingin Joon Jae lihat. Joon Jae berkata situasinya sedang tidak
baik sekarang. Ia merasa tidak nyaman dan akan melihat perkembangan situasi
selanjutnya. Nam Doo menawarkan diri akan mengambil semua kegelisahan Joon Jae.
Yang perlu Joon Jae lakukan hanya menyerahkan gelang itu padanya dan beban Joon
Jae akan segera hilang.
Joon Jae yang tidak
memperdulikan ocehan Nam Doo, ia terus berjalan masuk ke dalam rumah.
Hari sudah malam ketika
putri duyung muncul ke permukaan. Bulan purnama menghiasi langit malam. Ia
teringat percakapannya dengan Joon Jae saat mereka dalam perjalanan menuju mercusuar
Hercules.
Flashback. Putri duyung
tanya apa Joon Jae akan pergi ke Seoul. Joon Jae mengiyakan, karena disana lah
ia tinggal. Putri duyung terdiam dan menutup mata mendengarkan suara laut. Joon Jae menoleh padanya,
lalu mengajak putri duyung untuk ikut ke Seoul. Putri duyung diam
tak bereaksi. Melihat itu, Joon Jae menghentikan mobil dan menepi.
Joon Jae minta putri
duyung jangan salah paham dan mendengarkan apa yang akan ia katakan. Ia
mengatakan hal ini bukan dengan maksud merayu putri duyung agar pergi ke Seoul.
“Di Seoul, ada begitu
banyak hal yang kauinginkan. Misalnya, restoran yang enak. Kau itu suka makan
banyak! Kau juga sering kelaparan”.
Putri duyung hanya
mengangguk pelan tanpa mengiyakan akan pergi ke Seoul.
Tak berhenti di situ, Joon
Jae mengatakan hal bagus lainnya mengenal Seoil, “Juga, ada Sungai Han disana.
Pada musim gugur, kembang api dinyalakan disana. Aku menyaksikan indahnya
kembang api itu dari tempat yang bagus di Lantai 63. Wow, sangat indah sekali
waktu itu. Aku akan mengajakmu menyaksikan kembang api bersama”.
“Bersama?”, tanya putri
duyung mulai terpancing.
“Ya. Bersama denganku”.
Putri duyung diam dan
mendengarkan suara laut, seakan menjalin komunikasi telepati dengan mahluk
laut. Joon Jae memandang putri duyung menunggu jawaban. Putri duyung tersenyum
dan mengangguk pelan.
“Kau sudah janji, ya!
Sebuah janji itu haruslah ditepati!”, ucap Joon Jae antusias.
Putri duyung menjawabnya
dengan anggukan sekali lagi.
“Apa kau mengangguk artinya
kau berjanji?”,
“Janji untuk di tepati”,
jawab putri duyung.
“Benar”, Joon Jae tesenyum
senang dan mengelus rambut putri duyung. Flashback end.
Janjinya pada Joon Jae
membuat putri duyung semakin membulat tekadnya untuk pergi ke Seoul. Putri
duyung kembali masuk ke air, berenang mengarungi lautan.
Joon Jae tertidur lelap di
kamarnya. Angin kecil menghembuskan rambutnya dan membuatnya bermimpi. Dalam
tidurnya Joon Jae bermimpi dirinya jatuh ke dalam laut dan tenggelam.
Terdengar suara lirih, “Saranghae (Aku mencintaimu)”.
Joon Jae terkejut bangun
dari tidurnya. Ia duduk menarik napas dalam-dalam. Joon Jae tampak tegang
bertanya suara siapa kah itu dan apa itu barusan. Joon Jae mengeluh, Bisa-bisa ia benar-benar gila
(jika terus seperti ini). Joon Jae memegang jantungnya yang berdebar. Mungkin
ia tidak bisa mengingat apa-apa, tapi hatinya bisa merasakan apa yang tidak ia
ketahui.
Hari demi hari berganti,
hingga 3 bulan kemudian.
Joon Jae keluar dari kamar
dan duduk di depan sofa menghidupkan televisi. Acara televisi menayangkan
wawancara presenter TV dengan seorang developer sukses. Semula Joon Jae tampak
tertarik menonton acara tv, jadi raut wajahnya kemudian terlihat sedih lalu
mematikan televisi.
Pria di televisi itu
bernama CEO Heo Gil Dong, ayah Joon Jae.
CEO Heo tengah bermain golf
dengan Cha Dong Sik, kakak Cha Shi Ah. CEO Heo memenangkan permainan. Jin Jo
berkata lain kali ia yang akan menang.
Dong Sik menemani CEO Heo,
sementara istrinya Ahn Jin Joo menemani Ny. Kang Seo Hee, yang merupakan istri CEO
Heo. Dari kejauhan, Seo Hee memperhatikan suaminya dan menoleh karena dikejutkan
oleh bunyi kamera Jin Joo yang diam-diam memotretnya.
Jin Joo memperlihatkan
hasil fotonya dan memuji Seo Hee tampak cantik sama seperti yang terlihat di
majalah. Seo Hee berlagak tak mengerti maksud Jin Joo. (Majalah apa?. Majalah
gossip?)
Kemudian mereka berempat
menikmati kopi sambil bercakap-cakap. Dong Sik mengaku lebih menyukai anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan. Karena menurutnya anak perempuan
terlalu banyak maunya.
Anak perempuan memang
manis, tapi anak laki-laki adalah duplikat dari ayahnya. Dong Sik membanggakan
putranya yang tumbuh besar dan semakin mirip dengannya, “Memiliki keturunan itu
memang hal luar biasa”
Wajah Seo Hee langsung
berubah mendengar perkataan Dong Sik. Jin Joo melihat gelagat yang kurang enak,
ia langsung memotong dan berkata barusan ibu Dong Sik menelpon, sepertinya ada
hal penting. Jin Joo pamit pergi dan menarik Dong Sik ikut bersamanya.
Jin Joo menasehati suaminya
untuk hati-hati dalam bicara. Apa Dong Sik tidak tahu rumor yang beredar, bahwa CEO Heo membesarkan seorang anak yang bukan anak kandungnya (anak
tiri). Dong Sik kaget, benarkah.
“Wanita yang tadi itu, Kang
Seo Hee itu istri keduanya”, bisik Jin Joo, “Wanita itu mengusir istri pertamanya
dan membawa anaknya. Dia tidak mau pergi dari sana. Anak pertamanya CEO Heo
kabur dari rumah, dan mereka belum pernah dengar kabar dari anaknya lagi. Kau
tidak tahu sama sekali?”.
Dong Sik menggeleng tidak
tahu. Jin Joo memukul Dong Sik dan memarahinya, itulah mengapa ia menyuruh Dong Sik untuk
berhenti membaca Koran, baca saja majalah. Mengetahui gossip terkini adalah
sebuah keharusan jika ingin terus survive di bidang perkejaan ini.
Dong Sik mengeluh, selama
ini ia sudah merana. Barusan ia membangga-banggakan CEO Heo. Tak hanya itu
Dong Sik juga selalu bersikap tunduk dan patuh pada CEO Heo. Apa Jin Joo tidak bisa melihat itu?.
Tentu saja Jin Joo lihat,
ia lihat secara jelas, “Maka dari sekarang, kita harus mengutamakan hal yang lebih penting,
ya?”.
Dong Sik mengangguk dan
merasa penasaran dengan anak kandung CEO Heo. Apa yang terjadi dengan anak itu.
Ia menilai pemberontakan yang dilakukan putra CEO Heo melebihi batas. Jin Joo
menambahkan anak itu pasti gila (karena meninggalkan hidup mewah. Tapi apa
gunanya hidup mewah jika batin tersiksa tinggal bersama dengan ibu tiri yang jahat).
Anak yang dibicarakan itu,
kini sedang mencari birnya di kulkas. Joon Jae kesal melihat isi kulkas yang
kosong. Joon Jae tanya siapa yang mengambil bir ku?. Nam Doo mengangkat tangan,
menunjukan bir kaleng yang telah kosong.
Joon Jae mendesah kesal dan
membuka laci bawah mencari es krim. Tapi es krim yang dia cari juga tidak ada
disana. Rak bawah sama kosong nya dengan rak atas. Joon Jae teriak,
“Mana es
krim ku?”. Tae Oh lewat sembari mengulum es krim…
Joon Jae melotot kesal, Tae
Oh cuek saja naik ke lantai 2 main game. (ya ampun..kasian Joon Jae tingga
dengan para parasit itu…hahaha…)
“Kalian belum juga angkat
kaki dari rumah ini? Ini sudah lebih dari 3 bulan!”.
Nam Doo menjawab mana
mungkin kami bisa pergi, orang Myeongdong Capital pastilah masih mencari kami,
“Mereka kira kau itu sudah mati, makanya mereka tidak mengikuti dan mencarimu!.
Aku takut mereka mengikuti kita sampai ke ujung dunia”.
” Jadi
apa? Hah?. Kau mau tinggal di sini? Tinggal disini?”, Joon Jae kesal mendekati
Nam Doo, yang di dekati otomatis menghindar.
Nam Doo minta Joon Jae
jangan bersikap berlebihan seperti itu. Mereka harus kembali bekerja dan mencari target
baru. Nam Doo mengaku juga merasa tidak nyaman tinggal di rumah Joon Jae. Ia
bukanlah tipe orang yang tidur dan makan bersama pria lain dalam satu rumah (ya
elah, gak nyaman apanya, sudah 3 bulan ini).
Joon Jae melempar Nam Doo
dengan bantal. Kesal dengan Nam Doo yang banyak omong. Nam Doo minta Joon Jae
lebih pengertian sedikit pada rekan kerjanya. Joon Jae melihat Tae Oh yang sibuk dengan dunianya
sendiri dan Nam Doo secara bergantian. Ia mengeluh pelan lalu berpikir.
3 nelayan sedang
minum-minum diatas perahu mereka. Tiba-tiba putri duyung muncul mengangetkan. Ketiga
nelayan teriak terkejut bertanya siapa kamu. Putri duyung tanya Seoul ada
dimana?. Bagaimana caranya agar ia bisa pergi ke Seoul. Salah satu dari mereka
mengatakan, jika ingin pergi ke Seoul cukup lurus (arah timur) saja lalu belok
kiri.
Nelayan lain mengatakan
bukan kearah sana, tapi arah barat dan kemudian belok kanan. Putri duyung
mengucapkan terima kasih. Nelayan lalu tanya apa putri duyung mau berenang
sampai ke Seoul?. Disini pulau Jeju, masih jauh jika ingin ke Seoul. Ia
menawari putri duyung untuk naik ke perahu mereka.
“Gwencanayo”, ucap putri
duyung enteng lalu menyelam.
Ketiga nelayan itu melihat
ke dalam laut dan tidak melihat bayangan putri duyung. Mereka jadi takut
apa-apaan tadi itu, apa wanita tadi bermaksud pergi ke Seoul dengan berenang?.
“Apa dia itu haenyeo?
(penyelam wanita desa Korea di Jeju)?”.
“Tidak!. Dia itu monster
air”, jawab yang lain. Mereka panic dan
hendak lapor polisi.
Asosiasi Wanita Marine
melakukan bakti sosial membersihkan sampah yang mengotori pantai. Salah satu dari mereka
hendak mengambil sandal yang terbawa ombak. Sandal warna pink itu hanya
tinggal sebelah saja tidak ada pasangannya. Sandal bergerak maju dan mundur mengikuti arus ketika ibu tersebut hendak memunggutnya.
Ombak membawa sandal pink
itu mengapung di tengah lautan dan terdampar di sisi lain pantai. Tak jauh dari
situ, ada sandal warna biru yang juga kehilangan pasangan.
Ketua asosiasi berteriak
menggunakan toak, meminta rekan lainnya untuk berhenti sejenak. Saat ini
waktunya mereka melihat keajaiban musa (terbelahnya laut merah). Benar saja apa
yang dikatakan wanita itu, perlahan-lahan air surut dan membentuk daratan
setapak hingga ujung pulau.
Wanita-wanita marine
bersorak kagum melihat keajaiban musa. Kemudian mereka dibuat terkejut melihat
seorang wanita tiba-tiba muncul dari sana. Wanita itu adalah putri duyung yang berjalan
dengan percaya diri. Putri duyung memakai sandal berlainan warna yang terdampar
di pantai, biru di kaki kanan dan pink di kaki kiri.
“Omo, apa itu?. Bukankah
itu manusia. Lihatlah rambutnya yang berantakan itu. Kenapa dia bisa datang
darisana?”.
Deretan pertanyaan keluar
dari mulut wanita marine yang penasaran dengan sosok putri duyung. Wanita lain
menduga wanita misterius di depan mereka tinggal di pulau seberang laut.
Yang lainnya tak sependapat
karena pulau itu sunyi, bagaimana seorang wanita bisa bermalan di pulau sesunyi
itu. Dan kenapa juga dia datang kesini. Wanita-wanita marine setengah takut
ketika putri duyung menghampiri mereka. Gayanya seperti orang ngajak berantem…hahaha…
“Apa tempat ini Seoul?”,
tanya putri duyung.
“Bukan”..
“Berarti masih jauh?”, ucap
putri duyung kecewa, “Melelahkan sekali. Aku sudah berenang jauh-jauh sampai
aku mau muntah rasanya!", ucapnya dengan mimik lucu.
Salah satu wanita marine
bertanya apa putri duyung ingin pergi ke Seoul. Mereka juga akan pergi ke
Seoul dan menawari tumpangan.
Putri duyung pergi ke Seoul
dengan menggunakan bus besama wanita marine. Putri duyung di turunkan di
jalanan Seoul yang ramai. Putri duyung melihat gedung-gedung pencakar langit
yang berjejar di sepanjang jalan. Ia berdiri kebingungan melihat orang-orang
yang silih berganti hilir mudik tiada henti.
“Disini orang lebih banyak daripada
ikan teri. Bagaimana cara aku menemukan Heo Joon Jae disini?”.
Joon Jae yang dicari kini
sedang berjalan menuju ruang pakaian. Ia memiliki ruang rahasia dibalik lemari
pakaian. Ruangan rahasia sangat luas, tempat ia menyimpan segala perlengkapan
yang di butuhkan untuk menjalankan rencanya.
Di dalam lemari, tersedia
berbagai pakaian profesi. Mulai dari seragam dokter, seragam militer, seragam
polisi, seragam jaksa hingga seragam pilot tergantung disana. Joon Jae
mengambil salah satunya, yaitu seragam pilot.
Tidak hanya seragam saja,
berbagai atribut dan perlengkapan penunjang tersedia disana. Tentunya itu belum
seberapa jika melihat kendaraan yang terparkir di basement. Layaknya showroom,
berbagai kendaraan siap pakai tersedia. Mobil polisi, ambulance, motor patroli
dan bermacam-macam mobil bermerek lainnya terparkir disana. (benar-benar penipu kelas paus).
Nam Doo membacakan schedule
Ny. Jang hari ini. Jam 1 latihan golf, jam 3 melakukan perawatan kecantikan di
Spa Gangnam Empire. Joon Jae memberi intruksi pada Tae Oh, begitu mereka sampai
Tae Oh langsung pergi keatap dan meretas lift. Ia juga memberi tugas Nam Doo
untuk terus memeriksa schedule Ny. Jang, mengantisipasi jika ada perubahan.
“Oke”, jawab Nam Doo
menangkap kunci yang di lemparkan Joon Jae.
Nam Doo merasa lega, ia
senang Joon Jae memutuskan untuk berkerja lagi setelah sekian lama mereka beristirahat. Joon Jae kesal, senang
apanya. Ia menyuruh Nam Doo dan Tae Oh mengemasi barang dan pergi dari
rumahnya, segera setelah urusan mereka dengan Ny. Jang selesai.
💗💗💗 Oppa Min Ho dengan pakaian
pilot… Subahanallah…^-^ 💗💗💗
Putri duyung menanyakan
pada semua orang yang di jumpainya, apa kebetulan mereka mengenal Heo Joon Jae.
Tapi tidak ada satupun dari mereka yang memperdulikan putri duyung.
Joon Jae, cs dalam
perjalanan. Nam Doo duduk dibalik kemudi. Nam Doo tak menyangka mereka akan
bertemu dengan orang yang pernah mereka tipu di tempat golf. Nam Doo menyadari
satu hal, kalau ia lebih cepat dari Usain Bolt
(Usain Blot = Nama atlet
pelari dari Jamaika, memegang rekor dunia untuk pelari jarak pendek).
“Kau pikir Seoul itu besar,
bukan?. Tapi nyatanya cuma setelapak tangan. Selama kita hidup, semua orang
saling berpapasan. Hanya saja orang tidak tahu kenyataan itu”, ujar Joon Jae.
Nam Doo ngerem mendadak
ketika ada orang yang menyebrang secara tiba-tiba. Orang itu minta maaf dan
buru-buru pergi. Tae Oh hanya sempat melirik sedikit dan kembali focus pada
layar handphone.
Nam Doo menjalankan mobil
dan kembali menginjak rem mendadak karena lampu merah.
Di trotoar tak jauh mobil
Joon Jae berhenti, putri duyung berjalan pelan. Ia menerima kertas selebaran
yang dibagikan orang di jalan.
Joon Jae menunduk tak
memperhatikan jalan, sambil bicara dengan Nam Doo menanyakan keberadaan Ny.
Jang.
Putri duyung yang lapar
mendekati penjual kaki lima dan menunjuk sate usus. Penjual menyebutkan harga
sate usus, mengadahkan tangan meminta uang. Putri duyung yang tak mempunyai
uang memberikan kertas selebaran sebagai alat tukar.
Penjual heran, “Kenapa kau
memberiku ini?. Kau harus memberiku uang. Uang!. Jika kau tidak punya uang,
pergilah. Cepat pergi!”.
Putri duyung diam menatap
penjual dengan kedua mata besarnya. Ia tampak tak rela meninggalkan sate usus.
Putri duyung berbalik bertepatan dengan mobil Joon Jae yang berjalan pelan di
depannya. Baik Joon Jae dan putri duyung tidak melihat satu sama lain.
Wajah putri duyung terlihat
sedih bersamaan dengan daun-daun yang berguguran di sekitar. Salah satu daun
jatuh di telapak tangan putri duyung. Ia memandang daun itu dengan pandangan
kosong.
Putri duyung terus berjalan
tanpa arah dengan kondisi perut lapar. Di tengah jalan, ia melihat beberapa
siswa SMA mendekati siswa SMP yang jalan sendirian. Salah satu siswa SMA
merangkul siswa SMP dan berlagak sok akrab. Ia memerintahkan siswa SMP untuk
tersenyum dan berjalan dengan wajar.
Putri duyung mengikuti
mereka ke tempat yang lebih sepi. Siswa SMA ingin membeli buku tapi uangnya tidak cukup. Ia minta siswa SMP untuk memberikanya uang. Siswa SMP yang berada
di bawah tekanan memberikan uang yang ia miliki dengan takut-takut. Siswa SMA
langsung merebutnya dan pergi setelah mengucapkan terima kasih.
Dan semua aksi siswa SMA
itu disaksikan oleh putri duyung yang polos. Ia menganguk mengerti bagaimana
caranya mendapatkan uang.
Seorang gadis kecil berjalan
sendirian menyeret kopernya. Dari raut wajahnya gadis kecil itu tampak sedih.
Putri duyung datang sambil berjingkrak-jingkrak menghampiri gasis kecil dan
langsung menarik koper si gadis. Putri duyung mempraktekan apa yang ia lihat.
Ia merangkul gadis kecil dan tertawa gaje.
“Tak apa, tak apa. Tersenyumlah.
Lihatlah ke depan. Berjalanlah sambil lihat ke depan”.
“Onnie. Kenapa kau seperti
ini?”, tanya si gadis.
“Kau punya uang. Aku lapar
sekali. Kau tidak punya uang?”, kata putri duyung memalak.
Si gadis melepaskan diri, “Meskipun
begitu, apa kau harus mengganggu anak kecil?”.
“Mengganggu itu apa?”
“Inilah yang disebut
mengganggu”, jelas gadis kecil kesal.
Putri duyung terdiam
mematung dengan pose tak biasa…
Gadis kecil baik hati itu
mengajak putri duyung ke mini market. Putri duyung memakan ramennya dengan
lahap, meski uap masih mengepul dari dalam mangkok. Gadis kecil mentraktir
putri duyung dengan “mom-ca” (kartu kredit milik ibunya). Hal itu ia lakukan
karena mendengar putri duyung lapar.
“Apa itu
"mom-ca"?”
“Onnie. kenapa Onnie tidak tahu
apa-apa?. Kartu kredit Ibu. Mom-ca”.
Putri duyung tanya apa
“mom-ca” lebih bagus dari pada uang. Gadis kecil menjawab sama saja, yang
penting putri duyung tidak mengulangi perbuatannya tadi memeras anak kecil
untuk mendapatkan uang.
“Baiklah”.
“Uang itu didapat dari
kerja kerja. Ibuku susah payah cari uang. Aku jarang melihat ibuku. Ibuku dari
pagi sampai petang cari uang”.
“Tapi kenapa ibumu bekerja
keras buat dapat uang?”, tanya Putri duyung polos.
“Onni ini tak tahu apa-apa
sama sekali. Menurutmu kenapa ibuku bekerja?. Ya tentu saja agar aku dan Ibu
bisa bahagia”.
“Tapi jika semua yang kita
lakukan mencari uang dari pagi sampai petang, lalu kapan kita bisa hidup
bahagia?”
Gadis kecil terdiam sesaat,
“Di hari kemudian dan kemudian”, jawabnya bingung lalu meminum susunya.
Gadis kecil dan putrid
duyung jalan keluar dari mini market. Alarm pengingat di ponsel gadis kecil
berbunyi. Gadis kecil berkata harus pergi karena les matematika. Gadis kecil
mendoakan putri duyung untuk menemukan orang yang dia cari, Hae Joon Jae.
Gadis kecil berbalik pergi,
lalu kembali menghadap putri duyung. Ia mengambil uang di saku jaket dan memberikannya
pada putri duyung. Ia berpesan agar putri duyung menjaga uang ini dengan baik,
gunakan untuk hal yang berguna dan jangan di berikan pada orang lain.
“Mulai sekarang, Onnie
setidaknya harus bekerja paruh waktu buat cari uang. Karena hidup itu cuma
sementara, aku cuma berpikir bahwa hidup tanpa uang bukanlah masalah besar sama
sekali”
Putri duyung mengangguk,
“Aku mengerti”. Putri duyung melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal.
Gadis kecil itu pergi menyeret kopernya. Putri duyung melambaikan tangan dan
melangkah pergi kearah berlawanan.
Gadis kecil berjalan lurus,
sekali ia menoleh melihat putri duyung dan bertabrakan dengan Joon Jae.
Bukannya minta maaf, gadis kecil itu justru menyuruh Joon Jae untuk melihat
jalan yang benar.
Joon Jae membuka
kacamatanya, “bocah. Kau itu yang harusnya lihat jalan yang benar”.
Gadis kecil pemberani itu
berdecak kesal dan pergi begitu saja. Joon Jae tertawa tak percaya ,ia memanggil
gadis kecil, tidak terima di panggil ahjushi, “Hei, bocah kecil kemari
kau. Dan juga kenapa aku ini kau panggil Ahjussi?”.
Nam Doo berusaha menarik
Joon Jae pergi, “Hei kau itu memang Ahjussi buat seumuran dia. Mana bisa kau
jadi Oppa. Ayo pergi. Sudah waktunya”.
Joon Jae cs, berjalan
melewati jalan yang sebelumnya putri duyung lalui. Mereka kembali berpapasan
namun tidak menyadari hal itu karena posisi mereka saling membelakangi.
Lanjut Sinopsi Legend Of
The Blue Sea Episode 3 Part 2
The meeting with the mermaid became a landmark for the character. You can get the help you need from how to learn present simple easy for the subsequent episode descriptions.
ReplyDelete