Joon Jae dan Putri duyung
kembali ke gereja. Joon Jae tanya apa Thomas sudah menyiapkan apa yang ia
minta. Thomas mengiyakan, mereka kan teman sesama anggota group PMC (Penipu
Mensa Club). Joon Jae mengucapkan terima kasih. Tapi Nam Joon memberikan hal ini
tidak percuma dan minta imbalan.
“Apa yang kau inginkan?”,
tanya Joon Jae.
Rupanya Thomas telah
menyiapkan sebuah pertunjukan dimana ia akan memberikan pernyataan palsu untuk
menarik jemaat agar bergabung dengan Trader David Mcdougla. Apa lagi yang Thomas inginkan selain membuat
jemaat dengan sukarela memberikan uang mereka. Ia minta Joon Jae untuk
menyayikan sebuah lagu special yang akan mematikan rasa rasionalitas dan
menyentuh perasaan.
Dan kita melihat Joon Jae
menyanyikan sebuah lagu dengan di iringi gitar. Lagu itu berirama lembut dan
membuat para jemaat tersentuh dan menangis mendengar suara
Joon Jae. Putri duyung juga ikut terharu (Min Ho benar-benar nyanyi
disini). Lagu yang menceritakan tentang “Cinta”. Tepuk tangan bergemuruh saat
Joon Jae selesai bernyanyi. Dan kotak
sumbangan yang di edarkan terisi penuh uang.
Pendeta mengantar Joon Jae
dan Putri duyung keruangan mereka menginap malam ini. Pendeta merasa tidak enak
karena kamar itu agak kecil untuk mereka berdua. Putri duyung mengatakan ia
haus dan ingin minum. Pendeta menunjuk dispenser yang berada di teras depan.
Putri duyung berjalan menuju
tempat yang di maksud. Sesampainya disana, Putri duyung yang tidak tahu caranya
mengambil air dari dispenser hanya menggoyang-goyang galon.
Pendeta mereka lega melihat Putri
duyung yang sudah bisa bicara kembali. Joon Jae minta pengurus untuk mendoakan
kesehatan istrinya. Baru saja Joon Jae
mengatakan hal itu, ia dibuat terkejut melihat Putri duyung yang minum air
langsung dari galonnya.
Putri duyung sama sekali
tidak keberatan saat mengangkat galon yang terisi air penuh dan meminumnya sampai
habis. Joon Jae tertawa canggung, “Sepertinya istriku sudah kelihatan jauh
lebih baik”. Pendeta ikut tertawa senang.
Joon Jae dan Putri duyung
rebahan di kasur masing-masing. Putri duyung tidur di ranjang atas dan Joon Jae
di bawah. Joon Jae heran apa perut Putri duyung tidak kembung minum air
sebanyak itu. Joon Jae tak menyangka Putri duyung mampu menghabiskan semua air
itu sekaligus.
“Apa itu cinta?”, tanya Shim
Shung penasaran, “Kau bernyanyi sebelumnya kalau yang terbesar dari itu semua
adalah cinta. Apa itu cinta?”.
Joon Jae berpikir sejenak
dan menjawab cinta adalah sesuatu yang agak berbahaya. Orang polos seperti Putri
duyung lebih baik tidak merasakan cinta.
Jawaban itu justru membuat Putri
duyung semakin penasaran, ia bangkit dari tempat tidur dan mendekati Joon Jae.
“Kenapa?”, tanyanya ingin
tahu
Joon Jae duduk menghadap Putri
duyung dan memberi perumpamaan, “Anggap kau mencintai seseorang. Itu artinya
kau menyerah”. Putri duyung tak tahu apa arti kata menyerah. Joon Jae
menyamakan kata menyerah berarti kalah.
“Jika kau mencintai
seseorang, maka kau akan percaya pada apapun yang dia katakana padamu. Itu
artinya kau dalam masalah besar. Jadi apa sebaiknya kau menyatakan cinta pada
seseorang atau tidak?
Putri duyung tersenyum dan
dengan polos tanpa beban mengatakan, “Saranghae (Aku mencintaimu)”.
Joon Jae tertegun sejenak tampak
terpengaruh dengan ungkapan perasaan Putri duyung. Lalu memarahi untuk tidak
mengatakan hal itu padahal ia sudah melaragnya. Putri duyung meringis memegangi
perutnya, “Lapar”.
Joon Jae dan Putri duyung
kini berada di meja makan. Joon Jae diam memandangi Putri duyung yang sedang
mengunyah ramen. Joon Jae tanya apa Putri duyung mengalami amnesia dan sering
lupa, “Lihat mataku”,ucap Joon Jae.
Putri duyung langsung
menatap Joon Jae dengan kedua mata besarnya itu. Joon Jae sedikit canggung dan
berkata tidak dengan cara melotot seperti itu. Kemudian Joon Jae menyuruh Putri
duyung untuk mengambil napas dalam-dalam dan memikirkan tentang orang tuanya,
saat ia menghitung sampai 3.
Joon Jae mulai menghitung
seraya memutar-mutar pematik di jarinya. Tepat pada hitungan ke-3, api dari
pematik menyala dan Joon Jae mulai menghipnotis Putri duyung. Tapi Putri duyung
mengacaukan hipnotis itu dengan bertanya, “Apa itu orang tua?”.
Joon Jae kesal, “Apa kau itu
bodoh?. Kau bahkan tidak tahu apa arti orang tua? Ibu yang melahirkanmu dan juga ayah”.
Putri duyung berpikir, “Aku
tidak punya”. Joon Jae mengerti, tidak semua orang mempunyai orang tua. Gantian
Putri duyung yang tanya apa Joon Jae mempunyai orang tua?.
Joon Jae terdiam, raut
wajahnya terlihat sedih, “Aku punya ayah tapi sudah kuanggap tidak ada. Ibu...Aku
berharap seandainya aku punya ibu. Karena itulah aku ingin pergi”.
“Kemana?”
“Ke ujung dunia”
Putri duyung terbelalak tak
mengerti apa yang dimaksud Joon Jae. Joon Jae tersenyum, “Ada tempat seperti
itu. Tapi siapa namamu?”.
“Aku tidak punya nama”,
jawab Putri duyung.
Joon Jae tersenyum tipis dan
berkata tidak lagi terkejut mendengar jawaban putrid duyung, karena ia sudah
banyak hal aneh pada putri duyung.
“Jika aku tidak aneh dan
mempunyai nama, aku bisa bersamamu sepanjang waktu, kan?”, tanya Putri duyung sedih.
Bukan begitu maksud Joon
Jae, maksudnya begitu banyak orang aneh di dunia ini. Jika dibandingkan dengan
mereka, putri duyung tidaklah aneh.
“Benarkah?”
“Tentu saja?”.
“Akulah orang yang sangat
aneh”,ucap Joon Jae kemudian.
“Kau itu orang yang baik”,
puji putri duyung tulus
Joon Jae tersenyum tak
percaya, ” Tahu apa kau kalau aku ini orang macam apa?”.
“Tanganku….. kau bisa saja
meninggalkanku tapi kau tetap memegangnya beberapa kali. Kau itu orang yang
baik “.
Joon Jae terdiam dan
menunduk merasa tak nyaman dengan penilaian putri duyung.
Putri duyung telah tertidur
sementara Joon Jae belum bisa memejamkan matanya. Tampaknya ia masih merenungi
perkataan putri duyung. Joon Jae bangun dan duduk di samping tempat tidur putri
duyung. Ia mengeluarkan gelang giok dari saku celananya dan memakaikan gelang
itu ke tangan putrid duyung.
“Aku sudah banyak mengambil
milik orang lain dan melarikan diri berkali-kali, tapi ini pertama kalinya aku
mengembalikan apa yang telah kuambil”.
Joon Jae memandangi wajah
putri duyung yang tertidur lelap, “Baiklah. Kita pergi bersama saja….ke ujung
dunia”.
Bos preman, dkk kembali
mendatangi kamar hotel tempat Joon Jae menginap. Dia menggeledah koper Joon Jae
dan menemukan map bergambar menara Hercules. Bos preman yakin tempat inilah
yang akan Joon Jae tuju selanjutnya.
Keesokan paginya, Joon Jae
berpamitan dengan Thomas dan menerima amplop berisi uang. Joon Jae mengucapkan
terima kasih setelah melihat jumlah uang di dalam amplop. Thomas lah yang merasa harus
berterima kasih, karena berkat Joon Jae jumlah sumbangan yang terkumpul banyak
dan juga banyak orang yang mendaftar Trader David Mcdougla. Joon Jae
mendoakan agar Thomas sukses dan pamit pergi.
Thomas memperingatkan putri
duyung untuk berhati-hati dengan Joon Jae. Thomas mengatakan kalau putrid
duyung adalah tipe wanita idealnya dan berharap dapat mengenal putrid duyung
lebih jauh ketika mereka tiba di Seoul.
“Seoul, dimana itu?”, tanya
putri duyung polos
Thomas kaget mendengar
pertanyaan putrid duyung. Joon Jae tertawa agar Thomas menganggap pertanyaan
putrid duyung sebagai lelucon. Thomas ikut tertawa dan putri duyung memiliki
selera humor yang sama seperti dia. Thomas semakin tertarik pada putri duyung
dengan memberikan nomor ponsel. Thomas berkata nomor ponselnya sangat berharga
karena ia jarang memberikan nomor ponselnya pada sembarangan orang.
“Kami sudah terlambat. Kami
pergi, ya”, ucap Joon Jae menyela. Menggandeng tangan putrid duyung,
cepat-cepat membawanya pergi.
Thomas menghela napas, ah
sayang sekali.
Setelah Joon Jae pergi,
pendeta keluar dari gereja dan menghampiri Thomas. Pendeta mengucapkan terima
kasih atas bantuannya. Thomas merendah dan berkata tidak melakukan apapun.
Pendeta minta Thomas untuk berhenti merendah, ia, mengeluarkan amlop tebal
berisi uang dan berkata Evangelist Heo sudah membereskan masalah mereka. Bukankah
Thomas pernah berkata ingin membiayai sekolah anak-anak dengan uang hasil
sumbangan jemaat.
Thomas tertawa, tapi tawanya
lebih mirip dengan orang yang menangis. Thomas menyadari Joon Jae telah
menipunya, tanpa sepegetahuannya Joon Jae menyerahkan semua uang yang mereka
perolah semalam kepada pendeta.
Pendeta mengira Thomas
menangis karena terharu. Thomas berhenti menangis dan berkata meski membunuh
itu di larang, apa tidak boleh ia membunuh seorang musuh saja?.
Joon Jae dalam perjalanan
ketika menerima telepon dari Thomas yang memaki-makinya dengan marah. Joon Jae tersenyum
bertanya apa Thomas menyukai tipuannya. Sebelum menutup telepon, Joon Jae mengucapkan sampai jumpa di Seoul dan akan mentraktir Thomas minum jika mereka bertemu di sana.
“Kenapa semua orang bicara
sampai bertemu di Seoul? Seoul itu dimana?”, tanya putrid duyung penasaran.
“Kau sungguh tidak tahu
Seoul?. Kau belum pernah kesana?”.
Putri duyung mengangguk dan
tanya apa Joon Jae akan pergi ke Seoul dalam waktu dekat ini?. Joon Jae
mengiyakan, disana tempat tinggalnya. Putri duyung memandang lautan dan
memenjamkan mata, seperti mencoba komunikasi dan mendengar suara-suara laut.
Tibalah mereka di menara Hercules.
Menara itu menghadap tepat ke lautan luas. Mereka lalu turun kebawah dan berdiri di ujung tebing.
Putri duyung tanya apakah ini ujung dunia yang Joon Jae maksudkan. Joon Jae
membenarkan, orang menamainya seperti itu semenjak mercusuar Herluces di bangun
2000 tahun yang lalu.
Putri duyung tak mengerti,
kenapa di sebut ujung dunia padahal ada lautan disini. Lautan di mulai dari
sini. Joon Jae menoleh menatap mercusuar di belakangnya. Joon Jae teringat
kenangannya saat kecil disini bersama ibunya.
Flashback. Di tempat yang
sama, Ibu Joon Jae dan Joon Jae kecil memandang lautan luas di depan mereka.
Ibu Joon Jae menjelaskan kenapa orang-orang percaya tempat ini merupakan ujung
dunia dan mencusuar di belakang mereka adalah Mercusuar Hercules adalah yang
menyinari akhir dunia.
“Ibu Hercules datang tiap
hari kesini merindukan anaknya yang terasingkan. Banyak orang merasa prihatin
pada ibunya, jadi mereka membangun mercusuar itu, agar Hercules dapat mengikuti
cahaya yang dipancarkan dari mercusuar untuk menemukan ibunya melalui dalamnya
lautan”.
“Jadi apa Hercules berhasil
menemukan ibunya”, tanya Joon Jae kecil
“Entahlah. api ada legenda
disini. Orang yang berpisah di tempat ini pasti akan bertemu lagi. Mungkin itu
karena tempat ini adalah akhir dari dunia, tapi disini jugalah di mana dunia
lain dimulai”.
Ibu Joon Jae tersenyum
melihat putranya menuliskan sesuatu di atas batu. Sembari menulis Joon Jae
kecil berkata pasti Hercules juga sangat merindukan ibunya. Flashback end.
Joon Jae dewasa kini berdiri
di depan batu itu dan melihat tulisannya masih terukir disana. Meski tertimpa
tulisan lain, Joon Jae masih bisa membacanya.
“Heo Joon Jae, itul namaku.
Tidak banyak orang yang tahu nama asliku. Kau harusnya merasa terhormat”.
“Jadi jika orang berpisah di
tempat ini, mereka bisa bertemu lagi?”.
Joon Jae menggeleng, “Kurasa
itu hanya bohong. Aku berpisah dengan ibuku di sini. Tapi...nyatanya aku masih
belum bertemu dengannya”, Joon Jae berpaling memandang ke ujung jalan seperti
melihat kembali masa kecilnya.
Flashback. Joon Jae kecil
berlari sembari menangis mencari ibunya. Lalu dia dibawa pergi seorang pria
berpakaian jas. Flashback end.
“Ibuku pergi….tanpa
mengucapkan selamat tinggal….tanpa kata-kata”, ucap Joon Jae getir. (Itulah
kenapa Joon Jae benci dengan orang yang pergi tanpa mengucapkan selamat
tinggal).
Putri duyung melihat batu
lain dan menunjuk ada tulisan Heo Joon Jae juga disana. Joon Jae melihat untuk
memastikan perkataan putri duyung, dan benar saja apa yang putri duyung
katakan. Joon Jae menunduk memeriksa lebih dekat.
Flashback. Ibu Joon Jae
menulis “Aku mencintaimu, Heo Joon Jae” dengan air mata berlinang di pipi.
Flashback end.
“itu benar. Jadi, di sini
juga ada Heo Joon Jae. Ibu... tenyata mengucapkan selamat tinggal kepadaku”,
raut wajah Joon Jae terlihat lebih cerah dari sebelumnya.
“Apa yang ibumu katakan?”.
“Dia mencintaiku”
“Dia mencintaimu?. Bearti
dia kalah?. Dia Menyerah?”.
Joon Jae tertawa mendengar
pertanyaan polos putri duyung yang terdengar lucu, “Dia bilang dia benar-benar
kalah!. Dia menyerah”.
Keduanya tersenyum. Joon Jae
memandangi putri duyung yang tersenyum manis. Tatapan Joon Jae melembut
menandakan kalau dia terpesona dengan senyum itu.
Para preman telah sampai di
menara Hercules. Mereka berpencar mencari Joon Jae. Orang yang dicari ternyata
melihat mereka lebih dulu. Dari atas, Joon Jae mengeluarkan pistol yang ia
rebut dari preman saat melarikan diri. Bos preman memberikan aba-aba, dan tanpa
disangka, para preman malah mengeluarkan senapan laras panjang. Pistol yang
Joon Jae punya tentu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan senjata mereka.
Joon Jae meraih tangan putri
duyung mengajaknya lari. Para preman langsung mengejar, mereka lari melewati
jalanan sepi dan ladang jagung yang luas. Saat mereka lari tak sekali dua kali
para preman melepaskan tembakan mereka. Untungnya Joon Jae berhasil menghindar
sembari melindungi putri duyung agar tidak kena tembak.
Sampai akhirnya Joon Jae
terkepung dan terpojok di ujung tebing yang berbatasan dengan lautan. Joon Jae melepas genggaman
tangannya pada putri duyung lalu menjatuhkan pistol yang ia punya lalu
mengangkat kedua tangan tanda menyerah. Salah satu menunjuk
hidungnya yang terbalut plester akibat pukulan Joon Jae, ia berkata tidak akan membiarkan
Joon Jae lolos kali ini.
“Oke. Kalaupun kau mau
menembak marilah kita bicara setelah kau membiarkan dia pergi”, Joon Jae
menunjuk putri duyung, “Dia seorang perempuan dan tidak ada hubungannya dengan
ini sama sekali”.
Bos preman teriak tidak
percaya, “Hei!. Tidak ada hubungan apanya. Jika dia tidak ada hubungannya,
Kenapa dia terus mengikutimu dari kemarin?”.
Joon Jae berkata itu karena
ia mencuri sesuatu dari putri duyung. Joon Jae lalu menunjuk gelang giok di
tangan putri duyung memberitahu kalau itulah benda yang ia curi. Benda itu
memang terlihat murah, tapi ia mencurinya karena itu putri duyung terus
mengikutinya.
Joon Jae mendorong putri
duyung, “Hei, kau pergilah. Aku sudah mengembalikan gelangmu, jadi pergilah”.
Putri duyung memandang Joon
Jae dan preman bergantian, “Kenapa?. Aku kan istrimu!”, ucapnya polos. (Hahaha)
Joon Jae bengong, bos preman
teriak kesal. Saking kesalnya ia mengambil senapan dari anak buahnya lalu
mengarahkan senjata api itu ke Joon Jae, “Dasar brengsek!. Beraninya kau
membohongi kami”.
Joon Jae tertawa kecil dan
berusaha menjelaskan keadaan sebenarnya, “Tidak, "istri" yang dia
bicarakan itu bukan maksudnya begitu. Ah, aku ini masih lajang!. Aku saja tidak
tahu nama perempuan ini. Serius!”.
Tapi bos preman terlanjur
marah dan tidak percaya. Ia mengancam akan menembak jika Joon Jae berani bicara
satu kata lagi.
“Ya, pak”, ucap Joon Jae
patuh melakukan gerakan dengan tangannya, gerakan mengunci mulut.
Joon Jae berbisik pada putri
duyung, ” Kenapa kau bicara hal tak ada gunanya? Kau harusnya pergi
saat aku menyuruhmu pergi. Sekarang bagaimana nasib kita ini?”.
Putri duyung melihat lautan
dibawah mereka. Joon Jae mengerti maksud putri duyung yang mengusulkan melompat
ke laut. Joon Jae melihat ombak besar dan berkata ia takut pada ketinggian dan
juga air. Lebih baik ia ditembak dari pada harus melompat ke dalam laut.
“Kau tak boleh di tembak. Kau
akan mati seperti lumba-lumba”, larang putri duyung
“Tentu saja. Tapi aku juga
akan mati kalau aku tenggelam. Biar kubujuk mereka, jadi kau pergilah terlebih
dulu”.
Putri duyung bergerak
seperti hendak melompat. Joon Jae teriak ketakutan dan panik. Bos preman member
aba-aba untuk menembak. Putri duyung yang melihat hal itu langsung menarik Joon
Jae. Mereka melompat dari atas tebing dan jatuh ke laut.
Bos preman teriak terkejut.
Ia berlari ke tepi tebing untuk melihat, hampir saja ia jatuh jika tidak
dipegangi preman lainnya. Bos preman melampiaskan kekesalannya dengan memukul
salah satu anak buahnya. Seharusnya mereka menangkap Joon Jae lebih dulu. Bos
preman teriak frustasi, tidak tahu apa Joon Jae masih hidup atau tidak.
Joon Jae langsung tenggelam
begitu jatuh ke dalam air (apa Joon Jae tidak bisa berenang). Putri duyung yang
kembali ke wujud aslinya berenang mendekat menyelamatkan Joon Jae.
Putri duyung meraih pinggang
Joon Jae. Joon Jae membuka mata dan melihat putri duyung dalam wujud aslinya.
Joon Jae terkejut melihat ekor putri duyung. Joon Jae ingat semua sikap aneh putri duyung selama
ini. Joon Jae juga ingat perkataan putri duyung sebelumnya.
“Jika aku tidak aneh dan punya nama. Jika aku orang seperti itu Aku bisa
terus bersamamu, kan?”.
Putri duyung memeluk
pinggang Joon Jae lebih erat. Mendekatkan wajahnya dan mencium Joon Jae.
END
**********************
Epilog…
Cha Shi Ah membersihkan
keramik yang ditemukan di dasar lautan. Teman Shi Ah mengatakan penemuan mereka
kali ini sungguh keren. Shi Ah setuju, ia harap selanjutnya mereka bisa
menemukan artefak kerajinan kayu. Shi Ah menyiramkan air untuk membersihkan
kotoran dan melihat lukisan yang mirip dengan ekor ikan.
Shi Ah kaget, “Apa ini?”.
Teman-teman Shi Ah mendekat
untuk melihat. Semakin Shi Ah membersihkan semakin terlihat jelas lukisan yang
terukir di keramik. Lukisan putri duyung mencium seorang pria yang mengenakan kemeja.
Komentar :
Melihat putri duyung 400
tahun yang lalu dan putri duyung modern, keduanya memiliki perbedaan. Warna
sirip mereka tidak sama. Putri duyung Josen memiliki ekor berwarna emas dan putrid
duyung modern memiliki sirip dan ekor berwarna perak. Apakah putri duyung
modern adalah reinkarnasi duyung Joseon. Sikap mereka juga bertolak belakang.
Duyung Joseon lebih lembut tidak seperti duyung modern yang gokil dan suka
slengehan.
No comments:
Post a Comment
Thanks sudah mampir di blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya...Trims....:)