Episode 2
Dynasti Joseon. Di malam hari Dam Ryung
bersama anak-anak menerbangkan lampion di tepi pantai. Lampion-lampion itu
terbang tinggi menghiasi langit malam. Angim malam yang berhembus menerbangkan
lampion-lampion itu ke arah yang sama. Dam Ryung kembali menerangkan satu
lampion yang tersisa. Tidak seperti lampion lainnya, lampion terakhir itu
terbang rendah dan menuju arah berlawanan.
Dam Ryung mencari lampion yang
mungkin jatuh tidak jauh. Benar saja, lampion itu jatuh di atas bebatuan
pinggir pantai. Ketika hendak mengambilnya, Dam Ryung seperti melihat bayangan
di balik lampion.
“Siapa itu?”, tanya Dam
Ryung tegang, “Jangan takut. Keluarlah”.
Mendengar itu, putri duyung
yang semula sembunyi karena takut, dengan berani menampakkan diri di depan Dam
Ryung. Dam Ryung terpaku tak mengira kembali bertemu dengan putri duyung yang
ia lepaskan ke lautan. Angin berhembus menerbangkan lampion tinggi.
“Itulah ikatan yang ditakdirkan yang seharusnya tidak terjadi tapi
karena sudah terjadi ikatan takdir itu pasti akan terus berlanjut. Mereka akan
bertemu lagi”.
“Jadi maksudmu, mereka akan
bertemu lagi dan nasib mereka berdua akan terus terhubung?, tanya Tuan Yang
pada pelayanya. Tuan Yang berpikir, jadi jika ia terus mengikuti Dam Ryung maka aku mungkin bisa menangkap putri duyung itu lagi"
Kembali ke Dam Ryung dan
putri duyung. Putri duyung melihat ekspresi takut di wajah Dam Ryung, “Kau tadi
bilang "jangan takut" padaku, tapi bukannya kau sekarang yang
takut?”.
Dam Ryung terkejut ternyata
putri duyung juga bisa bicara. Putri duyung tersenyum seraya menjelaskan bahwa
putri duyung juga bisa melakukan apapun sama seperti manusia. Mendengar itu Dam
Ryung penasaran dan bertanya lalu kenapa Putri duyung tidak bicara sepatah kata
pun pada hari itu.
“Aku bicara waktu itu……hanya
saja tidak terdengar”, jawab Putri duyung.
Flashback di hari Putri
duyung tertangkap dan menjadi tontonan warga. Dari kolam tempatnya di kurung, Putri
duyung bisa mendengar dan mengerti semua pembicaraan manusia. Termaksud
perkataan Tuan Yang, yang ingin menunjukan pada Dam Ryung pemandangan yang
sangat langka.
Tirai terbuka dan muncullah
Dam Ryung bersama yang lain. Putri duyung menatap Dam Ryung dari jauh, dan
berusaha berkomunikasi dengan Dam Ryung melalui telepati, “Tolong selamatkan aku”. Meski Dam Ryung tidak bisa mendengar suara
hati putrid duyung, tapi dia merasa iba dan tidak sampai hati melihat putri
duyung yang terikat tak berdaya. Flashback end.
“Putri duyung mampu
mendengar pikiran makhluk lain jadi kami tidak perlu bisa bicara”, jelas Putri
duyung.
“Jika begitu, bisakah
manusia mendengar pikiran putri duyung?”, tanya Dam Ryung.
Putri duyung bercerita,
dahulu kala ada seorang pria yang mencintai putri duyung dan mendengar suara
putri duyung. Dam Ryung penasaran dengan kelanjutan cerita Putri duyung dan bertanya
apa yang terjadi dengan pria yang mencintai putri duyung itu?. Putri duyung tidak menjawab, hanya menatap Dam
Ryung dengan tatapan sedih.
Putri duyung menoleh
mendengar suara anak-anak yang bermain lampion dari kejauhan. Anak-anak itu
berjalan mendekat. Dam Ryung bertanya apa mereka bisa bertemu kembali. Putri
duyung menjawab jika lampion harapan terbang di atas lautan, dia akan
menganggapnya sebagai sinyal bahwa mereka akan bertemu lagi. Setelah mengucapkan
itu Putri duyung kembali berenang ke laut. Dam Ryung tetap berdiri di tempatnya
memandang ke dalam laut.
Sung Ga menghadap tuan Yang
setelah memata-matai Dam Ryung. Ia melaporkan tidak ada yang istimewa mengenai
walikota baru itu, tapi ada sesuatu yang menurutnya janggal. Ia mendengar Dam
Ryung meminta bantuan yang aneh pada pasukannya. Tuan Yang penasaran ingin tahu
apa permintaan aneh itu. Sung Ga menjawabnya dengan berbisik di telinga Tuan
Yang.
Putri duyung sedang berenang
di lautan ketika melihat cahaya terang di atas permukaan laut. Putri duyung
berenang ke atas untuk melihat cahaya apa diatas sana. Ternyata cahaya itu
berasal dari lampu lampion yang terbang diatas lautan.
Semula hanya satu lampion,
tapi kemudian Putri duyung terpana sekaligus bingung ketika melihat belasan
bahkan mungkin puluhan lampion terbang melintasi lautan. Dari mana Lampion itu
berasal?.
Di ujung samudra, Putri
duyung melihat sebuah perahu berjalan perlahan. Perahu semakin mendekat dan Putri
duyung melihat Dam Ryung berdiri diatasnya sendirian. (tanpa teman, siapa yang
dayung perahunya???).
Putri duyung dan Dam Ryung saling bertatapan dalam diam.
Tatapan mendalam dari putri duyung dan seorang manusia.
Joon Jae bergerak mendekat
agar Putri duyung tidak kehujanan. Joon Jae berkata, “Kau tahu apa yang paling
kubenci?. Pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Karena itulah aku kemari,
untuk mengucapkan selamat tinggal sebelum aku pergi. Tidak ada alasan lain.
Lagipula, aku sudah menyelesaikan tujuanku, jadi aku akan pergi”.
Joon Jae terdiam saat
melihat Putri duyung bersedekap tanda kedinginan. Mungkin terbesit rasa iba
dalam hatinya. Namun, ia mencoba menepis rasa itu dan mengatakan pada Putri
duyung kalau dia akan pergi karena sudah mencapai tujuannya (mendapatkan apa
yang dia inginkan).
Kata-kata tak berperasaan
itu hanya terucap di bibir Joon Jae. Pada kenyataannya, hati kecilnya tidak
bisa meninggalkan Putri duyung. Ia membawa serta Putri duyung ke dalam
mobilnya. Tak hanya itu, ia juga memberikan jasnya pada Putri duyung agar
wanita itu tidak kedinginan.
Dalam perjalanan menuju
hotel, Joon Jae memperhatikan Putri duyung yang masih kedinginan meski sudah
memakai jasnya (putri duyung juga bisa kedinginan, ya?). Joon Jae menghentikan
mobilnya di depan café. Ia masuk ke dalam sana dan keluar dengan membawa
segelas kopi.
Di dalam mobil Joon Jae
memberikan kopi pada Putri duyung menyuruh meminumnya. Tapi sebelum Putri
duyung meminumnya, Joon Jae mengambil kembali kopi itu, membuka tutupnya lalu
meniup kopi agar tidak terlalu panas, baru kemudian mengembalikannya pada Putri
duyung.
Putri duyung menerima gelas
kopi yang diberikan Joon Jae dan mengikuti apa yang Joon Jae barusan lakukan,
yaitu meniup kopi. Joon Jae tertawa, “Ya. Seperti itu”. Tapi Putri duyung
menganggap itu hal yang menarik, Ia terus meniup dan meniup berulang-ulang
bahkan terkesan seperti sedang bermain-main.
Joon Jae menegur Putri
duyung untuk berhenti meniup karena kopi itu sudah dingin dan bisa di minum. Kemudian
Joon Jae tanya apa tidak ada tempat yang bisa Putri duyung tuju rumah ataupun
asrama, atau nomor telepon orang tua, teman atau kenalan yang bisa di hubungi.
Tapi Putri duyung tidak
mengindahkan pertanyaan Joon Jae, lebih asyik meminum kopinya hingga tetes
terakhir. Sampai mengangkat gelas tinggi-tinggi agar tidak ada tetes kopi yang tersisa. Joon Jae kesal dicuekin,
pada siapa sebenarnya dia bicara sekarang, “Aku harusnya pergi saja tadi. Yah
setidaknya ini yang bisa kulakukan untukmu”.
Mereka sampai di hotel,
wah kamar hotel Joon Jae besar sekali
seperti rumah. Joon Jae memasukan kartu ke dalam stok kontak dan dalam seketika
ruangan yang semula gelap menjadi terang benderang. Putri duyung terlihat
takjub melihat perubahan itu. Bellboy masuk mengantarkan barang-barang Joon Jae
dan pergi setelah mengucapkan salam.
Joon Jae pergi mandi dan
memberikan pakaian ganti untuk Putri duyung. Selepas Joon Jae Pergi, Putri
duyung melirik kunci kartu yang terselip di stok kontak. Penuh penasaran, Putri
duyung menarik keluar kartu dan lampu padam seketika.
Joon Jae yang saat itu
sedang mandi langsung kaget, “Ada apa ini?”. Putri duyung lalu memasukan kartu
kembali ke dalam stok kontak dan ruangan langsung terang. Joon Jae langsung
lega dan melanjutkan mandinya. Tiba-tiba, lampu mati lagi. Joon Jae yang
mengetahui pelakunya langsung berteriak, “Dasar, Hei!. Nyalakan lampunya .
Tak berhenti di situ, Putri
duyung mengulanginya berkali-kali membuat lampu hidup dan mati terus menerus, sembari
tertawa-tawa senang seperti anak kecil menemukan permainan baru.
Buru-buru Joon Jae menyelesaikan
mandinya dan menghampiri Putri duyung. Ia meminta kartu itu, tapi Putri duyung
malah menyembunyikannya di balik badan. Joon Jae berusaha meraihnya yang
membuat jarak mereka semakin dekat. Putri duyung jadi kikuk .
Lampu menyala, Joon Jae melihat
wajah Putri duyung yang tampak malu-malu kucing, “Apa sekarang ini kau jadi sok
malu-malu di depan laki-laki?”, tanyanya. Putri duyung mengangguk sembari
menyentuh rambutnya dengan manja.
“Jangan!. Jangan lakukan
itu!. Jangan sok pemalu!’, ucap Joon Jae melarang, “Tipe idealku itu wanita
intelektual. Beda sekali dengan kau!”.
Putri duyung tak peduli dan
memandang Joon Jae dengan mata berbinar. Joon Jae melarang Putri duyung
memandangnya seperti itu. Untuk berjaga-jaga, Joon Jae memberitahu hal ini. Alasan
ia membawa Putri duyung karena hari sudah malam, hujan dan karena Putri duyung
terlihat agak kurang waras. Jadi ia berpikir untuk membiarkan Putri duyung
menginap malam ini. Itu saja.
“Jadi, kau sekarang
berpikir, "Omo!. Apa pria ini tertarik padaku?". "Apa aku harus
pakai kesempatan ini buat berhubungan badan dengan dia entah bagaimana
caranya?". Lupakan harapan yang takkan terjadi itu. Bangunlah dari mimpimu
itu! Oke?”.
Putri duyung tersenyum
malu-malu, Joon Jae melotot kesal dan merapatkan jubah mandi yang ia pakai lalu
buru-buru pergi. Setelah Joon Jae pergi, Putri duyung malah senyum-senyum
sembari memainkan jarinya.
Joon Jae masuk kedalam kamar
dan langsung mengunci pintunya, “Dia sedang... bernafsu!”, ucapnya bergidik
ngeri. Sejenak, Joon Jae berdiri di depan kaca memandangi wajah tampannya,
sembari berpose seksi….
Putri duyung berkeliling
melihat ruang utama dan di kagetkan dengan bunyi ponsel Joon Jae. Putri duyung
mendekat memandangi benda yang terletak diatas meja itu dengan penasaran.
Cha Shi Ah menghembuskan
napas pelan ketika panggilannya tidak di jawab oleh Joon Jae. Ahn Jin Joo,
kakak ipar Shi Ah merasa penasaran dan tanya siapa yang Shi Ah hubung. “Apa dia
pria satu almamater KAIST denganmu itu?. Dia tidak menjawab teleponmu lagi?”.
Shi Ah terlihat kesal dan
memberitahu kalau dia akan kerja lembur di labotarium karena ada beberapa
barang benda penting yang datang. Jin Joo berpendapat alangkah baiknya kalau
Shi Ah kuliah kedokteran saja menjadi seorang dokter seperti yang ibunya
sarankan, “Dari pada kau memilih K-k-konserva- apapun yang kau bilang itu...”.
Jin Joo kesulitan mengeja
jurusan yang Shi Ah pelajari. Shi Ah menjelaskan dengan percaya diri bahwa ilmu
konservasi yang ia pelajari adalah ilmu kesehatan yang bisa memperpanjang
kehidupan manusia, Maka ilmu konservasi merupakan pekerjaan penting yang
memperpanjang warisan budaya umat manusia.
Namun Jin Joo tetap
menganggap konservasi bukanlah pekerjaan penting. Setengah mengolok, ia
mempersilahkan Shi Ah pergi untuk memperpanjang nyawa pot keramik, batu tinta
dan semacamnya itu. Shi Ah tersenyum masam lalu pergi.
Setelah Shi Ah pergi, Yoo
Ran yang sedang melipat pakaian dan mendengar pembicaraan mereka bertanya pada Jin
Joo. Apa bibi Ji Hyeon (Shi Ah) lulusan KAIST?. Jin Joo membenarkan dan berkata
karena itulah Shi Ah berlagak sok hebat sepanjang waktu. Jin Joo lalu bertanya
kenapa Yoo Ran menanyakan hal itu
Yoo Ran berkata kalau
putranya juga lulusan dari KAIST. Jin Joo langsung tahu, pasti yang dimaksud adalah putra tampan yang sering Yoo Ran bangga-banggakan itu. Yoo Ran
mengiyakan dan bercerita waktu putranya masih kecil, matanya begitu indah.
Sungguh sulit mengajak putranya jalan-jalan, karena orang-orang langsung
menghampiri mereka dan bertanya apa mereka bisa memeluk atau memegang putranya.
“Anakmu juga anak yang
pintar, kan?”. Pasti dulu susah ya, bagi naga yang dilahirkan di sungai kecil.
(Sulit bagi gelandangan menjadi orang kaya)”,ucap Jin Joo menyindir
“Itu bukan sungai kecil tapi
itu adalah lautan yang luas dan biru”, ucap Yoo Ran menjelaskan dengan
pandangan menerawang.
Jin Joo tidak percaya dan
tanya apa Yoo Ran memiliki latar belakang hebat yang belum ia ketahui. Yoo Ran
langsung tutup mulut dan membawa lipatan pakaian ke atas. Jin Joo kesal, sikap
macam apa itu, Jin Joo menilai apa yang dikatakan Yoo Ran hanyalah omong kosong
untuk mempertahankan gengsinya.
Telepon Jin Joo bordering,
ia langsung menjawabnya dan tertawa senang ketika mendengar kabar kalau Ny.
Jang Ji Ok menjadi korban penipuan.
Dengan enteng Han Sung Taen
menyarankan agar Ny. Jang mengubah namanya, hanya membutuhkan waktu seminggu
untuk mengurus segala administrasi.
“Kau mau cari mati!”, ucap
Ny. Jang berdiri kesal. Han Tung Sae dan beberapa anak buah lain langsung
berlutut takut menghadapi kemarahan Ny. Jang.
Ny. Jang berusaha
mendinginkan kepalanya dan berpikir jernih untuk mencari solusi dari permasalah
ini. Buru-buru Han Sung Taen memberikan minum untuk istrinya. Setelah merasa
agak baikan, Ny. Jang tanya apa yang
harus mereka lakukan sekarang. Salah satu dari anak buahnya menyarankan Ny.
Jang untuk menangkap Joon Jae dan klompotannya. Ny. Jang setuju, tidak masalah
berapa banyak uang yang harus ia keluarkan untuk mencari Joon Jae.
“Tangkap mereka. Setelah
mengacaukan kehidupan anakku, dan membuatku malu. Suamiku terkena inspeksi
pemeriksaan pajak. Maksudku, apa dia bisa menganiaya kita seperti ini hanya
karena kita punya uang?”.
“Tentu saja tidak”, jawab Han
Sung Tae.
“Pastikan tangkap mereka,
terutama si brengsek itu yang pura-pura jadi jaksa, pastikan tangkap dia.
Walaupun kau harus membunuhnya, tangkap dia”, ucap Ny. Han geram.
Joon Jae sedang tegang
menonton film ketika Putri duyung muncul tiba-tiba di belakangnya. Joon Jae
terkejut bukan main. Tapi Putri duyung tidak memperdulikan keluhan Joon Jae dan
lebih tertarik dengan benda yang di pegang pria itu. Sampai-sampai, dia manjat
sofa untuk bisa duduk di samping Joon Jae.
Putri duyung mendesak Joon
Jae dan pandangan matanya fokus pada layar notebook. Melihat tingkah Putri
duyung, Joon Jae meletakan notebook itu ke meja dan langsung diambil Putri
duyung.
Putri duyung tersenyum
melihat wajah pria tampan di layar notebook (Kang Dong Won). Ketika screen
berganti wajah lain, Putri duyung langsung mengguncang notebook dengan maksud
mengganti adegan. Putri duyung tertawa senang begitu wajah Kang Dong Won muncul
kembali di layar.
Joon Jae menunjuk wajah Kang
Dong Won dilayar dan bertanya, “Apa kau melihat pria yang cukup tampan dengan
tatapan yang memuakkan”,ucap Joon Jae setengah kesal, “Apa kau itu seperti
penggemar fanatic pria berwajah tampan?”.
Seperti biasa, Putri duyung
tidak menjawab dan sibuk sendiri. Joon Jae pasrah, “Terserah. Tonton saja itu.
Tontonlah sepuasmu”. Ucapnya lalu beranjak ke kamar untuk tidur.
Sampai larut malam Putri
duyung tetap duduk di tempatnya menonton film. Terkadang ia tertawa geli ketika
adegan filim terlihat lucu, terkadang menangis sedih, terkejut, tegang dan juga
takut. Kadang pula Putri duyung menirukan adegan di film, adegan Bruce Lee berkelahi.
Putri duyung juga menonton pertarungan tinju dan mengikuti gerakannya.
Dari notebook itu pula Putri
duyung bisa mendengar berbagai macam bahasa. Putri duyung berkosentrasi seakan
mencoba mempelajari bahasa-bahasa tersebut. Putri duyung terlihat sedih ketika
menoton siaran berita yang menayangkan lautan. Putri duyung tampak merindukan
lautan yang menjadi tempat tinggalnya.
Keesokan paginya, Joon Jae
terbangun dan melihat Putri duyung masih berkutat di depan notebook sedang
menonton drama “Memories In Bali”, dimana muncul wajah So Ji Sub dan Jo In
Sung. Putri duyung menoleh memperlihatkan mata pandanya. Joon Jae kaget, apa Putri
duyung bergadang semalaman?, “Berapa umurmu sampai kau jatuh cinta kepada
seorang selebriti?. Apa kau gadis penggemar yang gila?. Berhentilah menonton
dan berikan padaku”.
Joon Jae menarik notebook
tapi Putri duyung langsung menahannya. Perhatian Joon Jae teralih begitu
mendengar dering ponseolnya, telepon dari Nam Doo. Nam Doo memberi kabar ada
berita gawat, tanpa mereka sangka ternyata Myoengdong Capital adalah tempat
yang menyakutkan. Perusahaan lintah darat itu mempunyai kerangka kerja yang
tersusun rapi.
Nam Doo berkata Ny. Jang
mengutus beberapa orang ke luar negeri meski harga tiket pesewat dua kali lipat
di musim liburan seperti ini. Joon Jae yang mengetahui arah pembicaraan Nam Doo
langsung bertanya apa tempat persembunyiaan Nam Doo ketahuan oleh mereka.
Padahal saat ini Nam Doo sedang asyik bermain golf di temani caddy cantik. Nam
Doo mengatakan bukan dirinya yang ketahuan, tapi Joon Jae., “Apa kau barusan tadi angkat
telepon dari ponselmu yang sebelumnya itu?. Kenapa kau seperti itu, kau
biasanya tidak seperti itu. GPS-mu pasti sudah dilacak”.
Mengetahui hal itu, Joon Jae
menyuruh Nam Doo untuk berhenti bicara dan ingin menutup telepon. Tapi Nam Doo
menahan dan menanyakan perihal gelang giok. Menurut Nam Doo, alangkah lebih
baiknya jika Joon Jae mempercayakan gelang itu padanya dan mengirimnya lewat
Jasa Pos International. Joon Jae cuek dan langsung menutup telepon dan bergegas
lari ke kamar mengemasi barangnya. Putri duyung yang masih asyik dengan
dunianya hanya mengintip Joon Jae sedikit.
Joon Jae keluar dari kamar dengan membawa tasnya hendak melarikan diri. Ia memberitahu Putri duyung bahwa mereka tidak bisa lagi bersama. Ia minta Putri
duyung mengingat-ingat dimana rumahnya dan pulang ke rumah. Jika tidak ingat
juga, maka mintalah bantuan kantor pelayanan masyarakat. Joon Jae mengambil
notebook dari tangan Putri duyung dan berkata harus pergi karena ada urusan
mendadak.
Joon Jae membuka pintu dan
keluar meninggalkan Putri duyung sendiiran di ruangan besar itu. Tapi baru
beberapa detik, Joon Jae kembali lagi sembari mengacak rambutnya putus asa,
“Mampus aku. Mampus aku”. Putri duyung tersenyum meihat Joon Jae kembali.
Joon Jae yang panic berusaha
menenangkan diri mencoba berpikir jernih. Otak geniusnya langsung menemukan ide
ketika melihat jam digital, botol air mineral dan hydrant.
Dan kita melihat para preman
Ny. Jang sudah bergerak mengepung hotel tempat Joon Jae menginap. Jumlah mereka
sangat banyak dan membawa tongkat baseball. Sesampainya di depan pintu kamar
mereka mencoba masuk dan mendapati pintu terkunci dari dalam. Rupanya mereka
sudah mengantisipasi hal ini sebelumnya. Salah satu dari mereka membawa bor
untuk membobol pintu.
Begitu masuk para preman itu
di kejutkan dengan bom waktu yang berjalan mundur. Ketakutan, mereka langsung tiarap
di lantai. Tapi ketakutan mereka percuma, karena bom yang mereka kira akan
meledak malah mengeluarkan dering ringtone ketika waktu habis. Para preman
kemudian memeriksa seluruh ruangan dan melihat kain yang digunakan Joon Jae
untuk turun dari lantai 2.
Joon Jae dan Putri duyung
bergandengan tangan, mereka lari kearah pantai saat para preman mengejar di
belakang mereka. Beda dengan Joon Jae yang panik, Putri duyung justru terlihat
senang menikmati pelarian ini dan tersenyum ketika melihat birunya lautan.
Preman terus mengejar ketika
mereka melewati rumah penduduk. Putri duyung memukul dan menendang para preman
yang mencoba menyentuh mereka. Setiap kali Putri duyung mendorong dan memukul para preman itu melayang jauh, bahkan salah satunya ada yang mendarat jatuh di atas
meja café yang berjarak jauh dari lokasi mereka.
Joon Jae kemudian melihat
sepeda tak terpakai di tepi jalan dan memutuskan menggunakan benda itu untuk
menghindar dari para preman. Joon Jae menarik lengan Putri duyung, menyuruhnya
duduk di jok belakang. Putri duyung tersenyum dan merangkul erat pinggang Joon
Jae. Joon Jae diam saja focus menyetir.
Mereka menuruni gang-gang
sempit diantara rumah penduduk. Putri duyung tampak bahagia di bonceng Joon
Jae, ia menikmati “Kencan” dadakan itu. Backround music yang ceria dan
gelembung sabun yang berterbangan kearah mereka membuat suasana terasa
romantis.
Bahkan Putri duyung masih sempat melambaikan tangan menyapa penduduk lokal.
Ketika melewati tanaman bunga, Putri duyung memetik salah satu bunga itu dan
menyelipkannya ke saku baju Joon Jae.
Tak mau kalah, para preman
juga menggunakan sepeda untuk mengejar mereka. Saat jarak mereka hampir dekat, Putri
duyung menendang sepeda mereka. Hanya tendangan pelan tapi mampu membuat para
preman itu terjungkal dengan keras di tanah.
Melihat preman yang nyusep
di tanah, dengan pelan Putri duyung berucap, “Sumimasen”.
Sejenak Joon Jae berhenti
dan memastikan Putri duyung tidak terluka. Putri duyung menatap Joon Jae lekat
saat pria itu mengkhawatirkan dirinya. Semula Joon Jae khwatir jika
preman-preman akan terus mengejar, sedikit membual Joon Jae berkata preman-preman itu tidak bisa
mengimbangi kecepatannya dalam mengayuh sepeda.
“Tapi, yang perlu kauketahui
adalah, ini semua berkat aku kita bisa lolos dari kejaran mereka. Kalau pria
lain, pasti sudah ketangkap oleh mereka”.
Putri duyung tersenyum
mengangguk mengiyakan. Terdengar suara ribut dari preman yang berada di atas
mereka, mereka mengalami kesulitan berjalan di gang sempit. Joon Jae
menggelengkan kepala meremehkan lalu kembali mengayuh sepeda.
Joon Jae terus berkejaran
dengan para preman, salah satu dari mereka hampir menyusul. Joon Jae tak
memperhatikan jalan dan mengerem mendadak begitu menyadari ada tangga menurun di
depan mereka. Joon Jae ngerem mendadak, dengan kekuataanya Putri duyung menarik
sepeda agar tidak jatuh ke bawah. Sementara para preman itu meluncur mulus
terguling-guling di tangga.
Joon Jae langsung
menggandeng Putri duyung membawanya pergi. Tapi ada sebuah mobil yang menghalangi
dimana itu adalah mobil para preman. Mengetahui hal itu, Joon Jae langsung
menyuruh Putri duyung untuk bersembunyi di balik tembok dan menghadapi 3 preman
itu sendirian. Tapi Joon Jae tidak begitu
pandai berkelahi, ia hanya menghindar dan memukul semampunya. Saat Joon Jae
sibuk membela diri, tanpa ia sadari banyak preman yang datang.
Putri duyung
turun tangan dan menghadapi mereka satu persatu. Preman pertama ia lempar
hingga menabrak jendela rumah orang. Tanpa perasaan takut sedikut pun, Putri
duyung menghampiri mereka dan melakukan tendangan terbang.
Beda dengan Putri duyung yang
hebat dalam hal berkelahi, Joon Jae tampak kepayahan menghadapi 3 preman. (duh…
Joon Jae bukanlah Lee Young Sung atau pun Choi Young yang pandai berkelahi).
Putri duyung menikmati
perkelahiannya dengan menirukan banyak tehnik bela diri yang ia tonton semalam.
Mulai dari tendangan ala Bruce Lee lengkap dengan gaya dan suaranya, pukulan
ala petinju professional hingga kungfu.
Salah satu preman berhasil menghindari
pukulan Putri duyung. Ia terbelalak takut begitu melihat pintu besi yang penyok
karena terkena pukulan maut Putri duyung. Preman tersebut mundur ke
belakang dan melempar pot bunga ke arah Putri duyung.
Putri duyung menirukan
gerakan Chakie Chan dan menendang pot bunga itu hingga hancur berkeping-keping
dan membuat sang preman melayang jauh menabrak rumah orang. Putri duyung
berteriak ala Bruce Lee setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya.
Joon Jae berhasil menjatuhkan ke tiga musuhnya. Ia merasa takjub pada dirinya sendiri saat yang ternyata bisa berkelahi. Joon Jae berbalik pada Putri
duyung yang telah kembali ketempatnya di balik tembok. Dengan penuh kebanggaan sembari mengangkat tangannya.
Yach, Joon Jae gak tau
kalau Putri duyung lebih banyak mengalahkan preman. Para preman yang di kalahkan putri duyung mengalami nasib buruk dengan ngangkut di rumah orang.
Api pematik
menyala dan dengan penuh percaya diri, Joon Jae berkata, “Kau akan menurunkan
pistolmu”.
Ketua preman sedikit
terpengaruh menurunkan sedikit pistolnya, tapi sedetik kemudian dia berkata,
“Kau mau mati”.
Mengetahui hipnotisnya
gagal, Joon Jae beralasan telah menduga bahwa mental seorang Bos pastilah kuat.
Bos preman membentak menyuruh Joon Jae diam. Bos preman tidak akan menembak
Joon Jae, jika hal itu ia lakukan polisi spanyol akan datang dan menambah rumit
keadaan. Joon Jae berkata juga tidak ingin membuat situasi bertambah rumit.
Kalau begitu, Bos preman menyuruh Joon Jae masuk ke mobil.
Joon Jae menurut seraya
membungkuk hormat, “Baik, pak”. Joon Jae juga dengan baik hatinya membantu
preman-preman berdiri dan meminta maaf karena telah memukul mereka. Dari
tempatnya berdiri, Putri duyung melihat Joon Jae digiring masuk ke dalam mobil
tanpa perlawanan. Mobil berjalan perlahan
meninggalkan lokasi semula. Putri duyung berusaha lari mengejar mereka meski
Joon Jae sudah memberi aba-aba padanya untuk tidak terlibat.
Preman yang menyetir
terkejut ketika sesuatu di kaca spion. Preman itu melihat seorang wanita yang
sedang mengejar mereka. Joon Jae yang
juga kaget sontak melihat kebelakang dan melihat Putri duyung mengayuh sepeda
dengan sekuat tenaga.
Preman itu mengenali Putri duyung sebagai wanita yang
menerjang dan menghajar teman-teman mereka. Joon Jae dan preman bengong
melihat Putri duyung yang hampir menyusul mobil. Bos preman menatap tak
percaya, apa yang dikendarai wanita itu benar-benar sepeda?. Kenapa cepat
sekali.
Bos preman menyuruh anak
buahnya untuk menambah kecepatan hingga mencapai 60km/jam. Meski begitu, Putri
duyung masih saja bisa mengejar. Siapa yang menduga kalau sepeda lebih laju
dari mobil. Bos preman memarahi anak buahnya, dan menyuruh menambah kecepatan.
Putri duyung memotong jalan
dan berhasil menghadang mobil preman. Bos preman menyuruh anak buahnya untuk
menabark Putri duyung. Tapi sebelum itu terjadi, Joon Jae yang berhasil melepas
ikatan di tangannya, menerjang sang sopir dan membelokan kemudi hingga
menabrak telepon umum.
Buru-buru Joon Jae
menggunakan kesempatan ini untuk keluar dari mobil, ia juga sempat mengambil
pistol salah satu preman. Joon Jae menghampiri Putri duyung dan langsung
melompat ke jok belakang sepeda dengan mulus. Keduanya melarikan diri dengan
sepeda. Joon Jae tertawa melihat para preman pontang panting berusaha mengejar.
Para preman itu masih terus
mengejar ketika Joon Jae dan Putri duyung memasuki taman labirin. Sesuai
namanya taman itu mempunyai banyak jalan yang membingungkan, Joon Jae berada di
depan memimpin jalan, ia memperingati Putri duyung jika di jalan depan mereka
bertemu dengan preman, maka ia yang akan menghadapi mereka dan menyuruh Putri
duyung untuk lari apapun yang terjadi.
Dan benar saja, preman itu
berhasil menemukan mereka tapi tidak dari jalan depan melainkan jalan belakang.
Putri duyung yang lebih dulu melihat mereka langsung maju menyerang. Dan kita
melihat satu persatu dari preman itu melayang di udara.
Joon Jae yang mengira Putri
duyung masih di belakangnya, berkata kalau dulu ia pandai berkelahi dan
menendang dengan kakinya. Ia merasa bersemangat untuk berkelahi. Joon Jae
mempraktekan tendangan yang ia maksud dan baru menyadari Putri duyung tidak ada
di belakangnya.
Joon Jae kebingungan mengira
Putri duyung tertangkap preman. Ia meloncat berusaha melihat dari balik pagar
tanaman. Joon Jae menyelusuri jalan yang ia lalui dan hampir saja bertabrakan
dengan Putri duyung yang tiba-tiba muncul. Joon Jae memekik mundur, yang
membuat bunga di saku bajunya terjatuh.
“Hei, ding-dong!. Aku 'kan
menyuruhmu tetap berada di belakangku, kemana kau tadi?”, omel Joon Jae, “Kalau
kau buat masalah sekali lagi, kutinggal kau”.
Putri duyung menggandeng
tangan Joon Jae dan menuntunya keluar dari taman. Joon Jae tersenyum senang,
“Darimana kau tahu jalan keluarnya?. Baguslah, ding-dong”.
Joon Jae melihat rambut Putri
duyung yang tampak berantakan, dan dengan perlahan menyingkirkan daun-daun yang
tersangkut di rambut Putri duyung. Wajah Putri duyung tampak bahagia.
Putri duyung tersenyum bahagia saat Joon Jae meraih tangannya dan mengajaknya pergi bersama.
Joon Jae dan Putri duyung
kembali bersepeda dengan tenang menyusuri jalanan spanyol. Terlihat manis
seperti pasangan yang sedang berkencan. Banyak balon dan gelembung menambah
indah pemandangan. Tanpa Joon Jae ketahui, Putri
duyung turun dari sepeda begitu melihat
kedai es krim di pinggir jalan.
Joon Jae yang menyadari adanya perubahan pada beban sepeda,
ia berhenti dan mencari-cari Putri duyung. Ia tersenyum memandang Putri duyung
yang berdiri di depan penjual es krim. Senyum Joon Jae pudar saat melihat
penjual es krim menarik-narik Putri duyung. Karena Putri duyung hendak pergi
membawa es kirm tanpa membayar.
Joon Jae mengampiri mereka
tanya apa yang terjadi. Joon Jae kesal menepis tangan pria itu. Ia bertanya
berapa harga es krim.. 5 Euro, jawab penjual. Putri duyung mendelik pada
penjual karena ada yang melindungi. Joon Jae mencari-cari uang di sakunya dan
hanya mendapatkan uang koin, jumlahnya pun tidak sampai 5 Euro.
Joon Jae menawar bisakah es
krimnya di tukar dengan ukuran yang lebih kecil. Penjual langsung kesal
mendengar ucapan Joon Jae. Joon Jea meminta maaf dan memberikan uang yang ia
miliki. Penjual menyuruh mereka pergi sembari ngedumel marah.
Putri duyung menyedokan es
krim ke mulut dan takjub dengan rasanya. Sampai-sampai kakinya
berjingkrak-jingkrak menandakan kalau es krim itu lezat dan ia sangat
menyukainya.
Joon Jae menelpon di telepon
umum, ia menghubungi salah satu kenalannya yang tinggal di spanyol. Joon Jae
menceritakan kesusahannya yang tidak bisa menggunakan ponsel, tidak membawa
kartu kredit ataupun uang tunai. Teman Joon Jae yang bernama Thomas itu memberikan
alamat dan menyuruhnya untuk datang kesana.
(Cameo : Ahn Jae Hong)
Semula Joon Jae bingung,
tapi sedetik kemudian dia langsung tanggap mengikuti permainan Thomas.
Keduanya bersandiwara sebagai teman sesama pendeta yang telah lama melayani jemaat. Thomas memeluk Joon Jae dan tanya sudah berapa
lama mereka tidak bertemu. Joon Jae berbohong mengatakan terakhir kali mereka
bertemu 2 tahun yang lalu saat pelayanan di Lybia.
Pada jemaat, Thomas memperkenalkan
Joon Jae sebagai Evangelist (penginjil) Heo No Ah yang sudah seperti saudaranya
dan sekarang melakukan pelayanan di Kenya, Afrika, menyelamatkan bayi-bayi
gajah dan membuat sumur air.
Para jemaat takjub dan
menilai semua itu sebagai pelayanan yang cukup sulit. Joon Jae sesumbar
mengatakan semua pelayanan itu ia lakukan dengan hati penuh syukur. Perhatian
mereka lalu tertuju pada Putri duyung yang berdiri di samping Joon Jae.
Joon Jae menggandeng tangan Putri
duyung memperkenalkannya sebagai istrinya. Joon Jae mengarang cerita dengan
mengatakan istinya ini mengalami
kecelakaan beberapa tahun lalu dan hingga kini kesehatannya belum pulih
sepenuhnya. Pastilah kecelakaan itu membuatnya sangat terkejut hingga dia
menderita aphasia dan tidak bica bicara.
Joon Jae belagak sedih, “Kapan
aku akan bisa mendengar suara istriku?”.
Secara mengejutkan,
tiba-tiba Putri duyung bicara dan menyapa mereka semua, “Halo. Senang bertemu
dengan kalian. Cuacanya cukup panas juga, ya”.
Joon Jae dan yang lainnya
bengong. Suasana hening seketika…. Krik…krik….
Joon Jae menarik Putri
duyung keluar dari gereja. Ia bertanya kenapa tiba-tiba Putri duyung bisa
bicara, apa lidah Putri duyung dikarunia mukjizat sehingga bisa bicara?. Selama
ini kan Putri duyung diam saja.
“Katamu tadi kau ingin
mendengar suaraku”, jawab Putri duyung malu-malu.
Joon Jae membenarkan, tapi
sebenarnya….belum selesai Joon Jae bicara Putri duyung memotong lebih dulu. Ia
bertanya apa arti dari kata istri, “Katamu tadi aku ini istrimu”.
“Bukan apa-apa. Itu artinya
teman. Yah teman”, jawab Joon Jae. (iya, teman hidup J)
Joon Jae protes kalau Putri
duyung bisa bicara kenapa selama ini hanya diam saja. Keterlaluan sekali. Putri
duyung mengaku awalnya ia kesulitan bicara, tapi akhirnya ia bisa mempelajari
bahasa korea dari kotak yang Joon Jae berikan.
Flashback. Putri duyung
meletakan notebook di atas kepalanya, mencoba menyerap dan memahami bahasa
korea. Flashback end.
Joon Jae tak mengerti kotak
apa yang Putri duyung maksud. Apa yang dimaksud itu notebook, “Kau belajar dari
benda itu?. Apa kau itu netizen?”.
Putri duyung menatap lekat
mata Joon Jae. Yang di pandang menjadi risih dan bertanya apa yang Putri duyung
lihat. Bola matamu, jawab Putri duyung.
“Tinta dalam bola matamu
bersinar”, ucap Putri duyung
“Mataku memang selalu
berkilau seperti itu”, timpal Joon Jae
“Cantik”
Sesaat Joon Jae terpaku
dengan pujian Putri duyung lalu tersenyum mengakui matanya selalu
bersinar indah seperti ini. Bahkan saat kecil, ibunya kesusahan tiap kali
mengajaknya keluar rumah. Karena banyak orang yang ingin memeluk dan
menyetuhnya. (Kata yang sama yang pernah di ucapkan Yoo Ran….jangan…jangan…)
Joon Jae mengoreksi
perkataan Putri duyung barusan. Ucapan yang lebih tepat adalah “Mata bukan
“Bola mata”. Bukan “Tinta" tapi “Pupil”. Joon Jae heran kapan Putri duyung
mempelajari bahasa preman itu, apa Putri duyung itu spons yang menyerap apa
saja tanpa menyaringnya lebih dulu. Namun, Joon Jae mengakui daya serap otak Putri
duyung menakjubkan.
Lanjut Sinopsis Legend of
The Blue Episode 2 part 2
No comments:
Post a Comment
Thanks sudah mampir di blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya...Trims....:)