Episode
3
=Detik-detik Kematian=
Asisten
direktur Kim dan juga aparat-aparat berpangkat tinggi lainnya berada di tempat
Park Gi Taek. Tujuan mereka datang ke tempat ini untuk membongkar brankas milik
Gi Taek. Karena tak ada satupun yang mengetahui kodenya, maka mereka memanggil
jasa service untuk membongkar bagian pintu dengan menggunakan las.
Tapi
ketika berhasil di buka ternyata di dalamnya ada pintu lain yang tentu saja
memiliki kode rahasia lain. Petugas service saja sampai keheranan di buatnya.
Brankas itu telah di desain sedemikian rupa sehingga tidak mudah untuk di
bobol.
Asisten direktur Kim bertanya butuh berapa lama untuk membongkarnya. Petugas service tidak tahu pasti, yang jelas ia harus membukanya secara perlahan-lahan.
Asisten direktur Kim bertanya butuh berapa lama untuk membongkarnya. Petugas service tidak tahu pasti, yang jelas ia harus membukanya secara perlahan-lahan.
Selama
proses pembongkaran itu, asisten tengah berbicara dengan direktur Kim melalui
telepon. Asisten melaporkan perkembangan saat ini kalau brankas milik Gi Taek
belum selesai di bongkar.
Direktur
Kim tak mau tahu pokoknya buku rekening rahasia itu harus berhasil mereka
dapatkan. Asisten mengerti, tapi suasana di sini benar-benar menyeramkan.
Selain mereka tenyata banyak pihak lain yang juga menginginkan buku
tersebut.
Direktur
Kim kesal, "Apa maksudmu?. Kita punya surat pengeledahan. Dasar
preman-preman itu. Usir mereka semua!".
Asisten
mengaku sudah mengatakan kalau ia membawa surat pengeledahan tapi orang-orang
itu terlalu mendominasi. Lagipula ia merasa tak mempunyai kuasa untuk mengusir
orang-orang dari tingkatan seperti mereka.
Direktur
Kim tahu siapa orang-orang yang di maksud oleh asisten. Ia marah dan menyuruh
asisten untuk menghentikan pekerjaan petugas service, "Biar mereka
menelponku kalau tidak puas. Aku yang akan mengurusnya. Kalau tidak ada yang
setuju, brankas itu tidak boleh di buka".
Usai
menutup telpon, asisten menyuruh petugas service untuk berhenti bekerja.
Orang-orang itu langsung marah. Mereka tak punya waktu lagi untuk menunggu.
Asisten minta mereka untuk tenang karena ia punya surat pengeledahan resmi
bukan main-main. Saat asisten sibuk berargumen dengan orang-orang itu, petugas
service telah menyelesaikan pekerjaannya. Ia mengatakan pada yang lain kalau pintu
brankasnya telah berhasil di buka.
Langsung
saja orang-orang yang merasa berkepentingan ini berebut ingin melihat isi di
dalamnya. Meski asisten terus-terus'an berkata kalau ia mempunyai surat resmi
namun seruan itu tidak di hiraukan oleh mereka.
Tapi
apa daya, ternyata brankas itu hanya berisi beberapa dokumen yang mereka anggap
tidak penting. Jelas saja hal ini membuat mereka marah sekaligus kecewa.
Asisten kembali menelpon direktur Kim untuk memberitahu kalau tidak ada apa-apa
di dalam brankas itu.
Direktur
Kim pun sama marah dengannya orang-orang itu. Ia yakin pasti ada seseorang yang
mengambilnya terlebih dahulu.
(Anda
benar, pak. Dan orang itu adalah jaksa Cha Woo Jin).
Kabag
Han siap berangkat kerja. Eun Bi mengantarnya hingga di depan rumah. Sebelum
pergi, kabag Han mengingatkan agar Eun Bi tetap tinggal disini jangan
kemana-mana. Eun Bi menyahut mengerti. Kabag Han hendak berbalik pergi tapi
tidak jadi. Ia menghadap untuk mengingatkan Eun Bi satu hal, "Kalau kau
ketahuan merokok di dalam rumah, apa yang sudah ku katakan padamu?".
"Aku
akan mati", jawab Eun Bi tersenyum manis.
"Benar",
jawab Kabag Han lalu berbalik pergi saat kabag Han berbalik Eun Bi ngedumel
sendirian. Haha...
Tiba-tiba
berhenti 2 mobil kejaksaan. Para petugas kejaksaan yang berada di dalamnya
turun dari mobil dengan membawa tas. Mereka serempatk melewati kabag Han begitu
saja, menuju rumah Woo Jin. Kabag Han yang melihatnya jadi panik dan mengikuti
mereka sembari bertanya apa yang terjadi.
Sepertinya
petugas tahu kalau Woo Jin tidak ada di rumah. Karena mereka langsung
mencongkel rumah kunci untuk bisa masuk. Seharusnya menekan bel dulu kan, itu
baru bener. Kabag Han kembali bertanya, "Ada apa ini?'. Salah satu petugas
menunjukan kartu identitasnya. Mereka adalah petugas dari Devisi Penyidik
Internal Kantor Kejaksaan Seoul.
Woo
Jin dan penyidik Go baru tiba di kantor kejaksaan saat penyidik Go menerima
telepon dari kabag Han. Penyidik Go kaget mendengar rumah Woo Jin di geledah
oleh petugas dari Devisi penyidik internal kantor kejaksaan Seoul.
Penyidik
Go menutup telpon dan ingin memberitahu Woo Jin tentang hal ini. Bersamaan
dengan itu langkah Woo Jin di hadang oleh 2 pria berjas. Meminta Woo Jin untuk
ikut dengan mereka. Penyidik Go bertanya pada kedua pria itu, apa kalian
mempunyai surat penangkapan. Salah satu dari mereka tersenyum meremehkan dan balik
bertanya. Apa petugas dari devisi khusus seperti mereka masih membutuhkan surat
penangkapan?.
Penyidik
Go ingin protes tapi Woo Jin minta pada penyidik jangan ikut campur. Dengan
suka rela Woo Jin mengikuti kedua pria itu.
Rumah
Woo Jin seperti kapal pecah akibat di obrak abrik oleh para petugas yang
mengaku dari kantor kejaksaan Seoul. Tidak salah lagi mereka mencari buku
rekening rahasia milik Park Gi Taek. Jaksa yang memimpin pengeledahan meminta
pada para penyidik untuk mencari dengan benar sampai ke setiap sudut. Jangan ada yang terlewatkan. Bentuk
buku itu sama dengan buku agenda biasa lainnya.
Kabag
Han dan Eun Bi melihat tanpa bisa melakukan apa-apa. Eun Bi berguman dan
bertanya-tanya sendiri. Buku rekening?. Buku agenda?. Eun Bi ingat kejadian
semalam saat tanpa sengaja tangannya menyengol cangkir kopi dan membuat isinya
tumpah mengenai salah satu buku yang berada di meja kerja Woo Jin. Eun Bi
berpikir mungkin buku itu yang dicari oleh orang-orang ini.
(cari
sampai botak, gak bakal nemu..hehehe).
Direktur Kim bersama sang asisten berada di sebelah ruang interogasi ketika kepala departemen (Direktur) Choi datang diteman 2 stafnya. Direktur Kim berada di sana untuk melihat Woo Jin yang akan di interogasi. Tanpa basa-basi Direktur Choi langsung menyuruh direktur Kim untuk keluar ruangan. Dengan kata lain, ia yang akan mengambail alih. Meski awalnya kaget, tapi direktur Kim tidak bisa membantah.
Mulanya
direktur Kim benar-benar akan pergi, tapi bisikan asisten membuat direktur Kim
berubah pikiran. Direktur Kim mengatakan bahwa dirinya tidak bisa pergi dan
akan membantu penyidikan yang tidak resmi ini, "Bagaimana bisa aku tidak
ikut campur?".
"Oke.
Membunuh 2 ekor burung dengan 1 batu lumayan juga", jawab direktur Choi
bernada gertakan.
Asisten
direktur Kim berbisik, "Membunuh 2 burung dengan 1 satu batu?".
Direktur
Choi melihat wajah direktur Kim dan asisten yang tampak cemas. Tapi ia tidak
terlalu memperdulikan hal itu dan fokus melihat Woo Jin di ruang interogasi.
Direktur Choi menoleh pada salah satu stafnya dan mengangguk. Pria itu
mengangguk mengerti dan pergi ke ruang interogasi.
Direktur
Choi melihat ke monitor yang memperlihatkan rekaman CCTV saat Woo Jin datang ke
perusahaan Park Gi Taek. Direktur Kim terkejut melihat rekaman itu,
"Kenapa dia ada disana?".
Direktur
Choi menjawab bukankah direktur Kim yang memanggil Woo Jin datang menemui Gi
Taek. Direktur Kim tidak merasa melakukannya tentu saja menyangkal, "Apa
yang kau katakan?. Omong kosong".
"Aku
mengerti. Kalau bukan, ya sudah", jawab direktur Choi santai.
Jaksa
dari kantor kejaksaan Seoul yang menginterogasi Woo Jin langsung bertanya
dimana Woo Jin menyimpan buku rekening rahasia milik Gi Taek. Direktur Kim yang
mendengarnya kaget dan berguman sendiri, "Buku rekening?. Woo Jin?"
Woo
Jin tahu kalau hari ini rumahnya di geledah. Jaksa mengakuinya dan karena ia
minta Woo Jin mengatakan dimana buku rekening itu di simpan. Woo Jin pura-pura
tak mengerti, "Entahlah. Kau ini bicara tentang apa?".
"Kalau
begitu, ini apa?", jaksa memutar laptopnya. Ada rekaman video saat Woo Jin
keluar dari perusahaan Gi Taek. Saat Woo Jin berjalan, jasnya tertiup angin dan
terlihat permukaan dari buku rekening yang Woo Jin selipkan di pinggang sebelah
kiri.
Woo
Jin berdalih tidak bisa melihat rekaman itu dengan jelas, "Ah..iya.
Mungkinkah buku hutang?", jawab Woo Jin tersenyum sinis.
Direktur
Kim penasaran. Apa itu benar?. Benarkah Woo Jin yang membawa buku rekening
itu?. Dengan nada mengejek, direktur Kim tanya apa direktur Kim di jebak oleh
orang sendiri?. Direktur Kim menyahut tidak mungkin seperti itu.
Direktur
Choi mengatakan sudah sejak lama ia mengincar buku rekening Park bersaudara.
Jika buku rekening itu terungkap maka kantor kejaksaan dan lingkaran politik
yang terlibat di dalamnya harus siap menanggalkan seragamnya, "Tentunya
kau tidak termaksud di dalamnya, kan?", tanya direktur Choi
menyindir.
"Tentu
saja tidak", jawab direktur Kim
"Tapi
kemarin Woo Jin membawa buku rekening itu dan setelah itu Gi Taek meninggal.
Selain itu dia (Woo Jin) juga bersengkongkol dengan presdir Kim (ayah Kim In
Seok). Pembunuh anak presdir Kim, Kim Man Choel datang padanya sebelum bunuh
diri. Dalam situasi seperti ini Devisi penyidik internal harus bergerak.
Kenapa?. Kau masih merasa aneh?".
"Tidak.
Aneh apanya...", sahut direktur Kim dengan wajah berat.
Eun Bi dan kabag Han membereskan bekas kekacauan yang di sebabkan oleh para penyidik. Eun Bi bertanya apa pentingnya buku sialan itu?. Kabag Han berkata buku rekening memang selalu menimbulkan banyak masalah. Orang-orang itu pasti membutuhkan obat. Racun tikus.
Eun
Bi tampak tak mengerti. Kabag han berkata sebaiknya Eun Bi tidak perlu tahu
sesuatu seperti itu. Dilarang seperti itu malah membuat Eun Bi penasaran. Pasti
arti buku itu sangat penting. Kabag Han membenarkan. Keberadaan buku itu
benar-benar penting. Sangat penting. Karena hidup beberapa pejabat sangat
berkaitan dengan buku itu.
Kembali
ke ruang interogasi. Jaksa mengulang perkataan Woo Jin yang mengatakan bahwa
dalam penyelidikan di ketahui Kim Man Cheol menemui Park Gi Taek. Jaksa
kemudian bertanya apa yang di katakan Kim Man Cheol sebelum bakar diri.
"Hanya
ingin merokok dan mematik apinya", jawab Woo Jin menutupi kejadian yang
sebenarnya.
"Jadi
kau memberikan alat untuk Kim Man Cheol supaya dia bisa bunuh diri?. Apa dia
bilang ingin mati sendirian atau.....memintamu menyelamatkannya?".
Jaksa
tak mengerti kenapa Kim Man Cheol ingin bertemu dengan Woo Jin bukan dengan
jaksa yang saat itu menangangi kasusnya (jaksa Dong Soo) dan kenapa Kim Man
Cheol harus menyebut nama Woo Jin sebelum menyerahkan diri.
"Tidak
tahu", jawab Woo Jin
Jaksa
tertawa tidak percaya, "Tidak tahu?. Oke?. Kalau begitu haruskah aku yang
memberitahumu?".
Jaksa berdiri membaca tulisan dari dokumen yang dia pegang, "Sangat sedih...marah... Angin puyuh yang bergejolak di atas laut. Suatu kenangan di dunia ini muncul dalam tangisan karena terlalu lelah. Saat ini, ingin sekali memejamkan mata untuk tidur, kau tahu kata-kata itu, kan?. Sebelum Kim Man Cheol bunuh diri, dia mengatakan ini padamu?".
Woo
Jin menelan ludah sembari menutup matanya. Jaksa bertanya, "Kenapa?.
Sekarang kau sudah ingat?. Mau ku baca sampai akhir?".
Direktur
Kim bertanya pada direktur Choi benarkah sebelum bunuh diri, Kim Man Cheol
mengatakan sesuatu pada Woo Jin?. Direktur Choi menjawab pembaca gerak bibir
terbaik di negeri ini membaca apa yang terjadi pada Kim Man Cheol melalui
rekaman CCTV.
"Apa
yang sebenarnya kau lakukan pada Kim Man Cheol sampai membuatnya bunuh
diri!", bentak jaksa membanting dokumen ke meja.
Woo
Jin tetap diam. Jaksa mulai kesal, ia menuduh Woo Jin tetap bungkam karena
takut akan ancaman presdir Kim. Jaksa yakin Woo Jin telah mengancam Kim Man
Cheol supaya mau melakukan bunuh diri. Atau Kim Man Cheol hanya sebuah boneka
saja?.
Woo
Jin tetap diam tak menjawab sederet pertanyaan itu. Hingga akhirnya dia mulai
menyanyikan lirik lagu yang di nyanyian Man Cheol saat itu. Raut wajah Woo Jin terlihat sedih.
"Dalam
lautanku ada kesedihan yang mendalam dan tekanan yang tidak di perlukan. Yang
melonjak ke depan kesedihan dan amarah yang melonjak".
Jaksa
mengeryitkan kening tak mengerti. Ia membolak-balik berkas kasus dengan bingung
karena lirik lagu yang Woo Jin nyanyikan tidak tertulis disana. Jaksa tampaknya
sadar bahwa kata-kata itulah yang diucapkan Kim Man Cheol sebelum bunuh diri
(jadi
pembaca bibir terbaik di negeri itu, salah donk..hahaha).
"Diatas
lautanku..Angin berhembus. Pemilik dunia ini. Biarkan aku memandangmu
seseorang. Menangis saat lelah. Mata tertutup. Tertutup pura-pura tertidur. Di
lautanku yang tenang. Menyelam sampai ke dasar. Lihatlah aku".
Lagu
berakhir seiring dengan menetesnya air mata Woo Jin. Jaksa memijat
kepalanya..pusing.. (hahaha..malu yach..). Laih halnya lagi dengan direktur Choi yang terlihat tetap tenang.
Direktur
Kim lega karena jaksa kebanggannya itu terbukti tidak bersalah. Sebagi
balasannya direktur Kim tertawa mengejek direktur Choi, "Benar-benar
konyol. Apa?. Pembaca gerak bibir terbaik di negeri ini?. Menjebaknya dalam
perangkap hanya karena menyanyikan satu lagu daerah saja?. Menghasut untuk
membunuh orang?. Menghasut untuk bunuh diri?. Kau bercanda?".
Anehnya
direktur Choi malah tersenyum membuat direktur Kim kesal, "Apa?. Kenapa?. Apa
lagi?", ucapnya judes lalu pergi keruang interogasi.
Sesampainya
di sana, direktur Kim menyuruh jaksa yang menundukan kepala untuk segera
menyelesaikan tugasnya lalu cepat pergi dari sini. Kemudian, ia menyuruh Woo
Jin untuk bangun dan jangan khawatir. Terkadang orang tidak bisa terhindar dari
salah paham seperti ini.
"Cepat
pergi", usir detektif Kim pada direktur Choi dan juga si jaksa.
Direktur
Choi menepuk pundak jaksa dan memuji jaksa telah melaksanakan tugas dengan
bagus. Direktur Choi berkata terkadang seekor bebek juga tidak bisa terbang
jauh semua atas batas kemampuannya. Jaksa pergi lebih dulu.
Direktur
Choi mendekati Woo Jin dan berkata, "Jaksa, Cha. Bagus sekali kau
menyanyikan lagu itu. Lirik lagunya agak berat...".
Direktur
Kim menyela, "Direktur Choi..sekarang ini aku sedang kesal".
Direktur
Choi mendekati Woo Jin. Memegang pundak pria muda itu sembari membersihkan jas
Woo Jin dari debu. Lalu secara tiba-tiba dia menarik kerah jas Woo Jin. Tarikan
itu membuat wajahnya dan wajah Woo Jin hanya berjarak beberapa centi,
"Aku
.....akan mengawasimu baik-baik. Kita akan kembali bertemu
secepatnya".
Usai
mengatakan itu direktur Choi melepas cengkramannya. Lalu merapihkan kerah jas
Woo Jin yang berantakan karena tarikannya tadi. Setelah itu, dia pun pergi. Woo Jin
melihat kepergian direktur Choi dengan ekspresi datar..
(Dasar
orang aneh direktur Choi ini....><).
Woo
Jin keluar dari ruang interogasi. Diluar sudah ada penyidik Go yang menunggu.
Peyidik Go ingin tahu bagaimana interogasi yang baru saja Woo Jin jalani. Woo
Jin tidak menjawab dan balik tanya apa penyidik Go sudah melacak sms semalam.
Penyidik Go bingung, entah bagaimana sms itu tiba-tiba menghilang.
Penyidik
Go mengangguk. Woo Jin masih tidak percaya, apa hal seperti itu bisa terjadi.
Penyidik Go tahu itu tidak mungkin. Menghilangnya sms itu bisa disebabkan
beberapa faktor. Entah handphone Woo Jin yang kena hack atau seseorang yang
ikut bergabung dalam server dan langsung menghapus sms itu.
Tapi
penyidik Go telah melakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan itu membuktikan
handphone Woo Jin tidak pernah di hack. Jika bukan itu, maka Woo Jin bertanya,
"Jadi ini dari severnya?'. Penyidik Go berkata informasi handphone Woo Jin
memang tersembung langsung ke servernya. Tapi sms itu tidak pernah ada. Anehnya
hal itu juga terjadi pada handphone Seong Taek dan Gi Taek.
Penyidik
Go berkata jika ingin memastikan hal itu, maka mereka harus mengajukan surat perintah
penggeledahan untuk menyelidikinya. Dengan itu mereka bisa mencari siapa saja
yang menggunakan jaringan pada saat yang sama. Semua informasi dan alamat IP
tercatat. Tapi sepertinya hal itu juga tidak mungkin mengingat ada hampir 35
juta pemakai handphone di negeri ini. Selain itu mengajukan surat penyelidikan
saat ini juga tidak bisa.
Dengan begitu maka penjahat X itu tidak akan bisa di lacak. Penyidik Go tanya apa yang harus mereka lakukan sekarang?. Woo Jin tersenyum, "Jangan khawatir. Dia pasti akan segera menghubungiku. Kucing tidak akan tergoda kecuali tikus itu mati".
Rumah
dalam keadaan rapih saat Woo Jin pulang. Ia mencari buku rekening rahasia yang
semalam ia tinggalkan diatas meja. Tapi buku itu sudah tidak ada disana. Woo
Jin malah melihat sebuah pematik berwarna pink dan biru. Woo Jin ingat pematik
itu milik Eun Bi.
Woo
Jin menekan bel rumah kabag Han, tapi sepertinya tidak ada orang di rumah.
Tiba-tiba terdengar suara Eun Bi, "Kau kehilangan sesuatu?".
Segera saja Woo Jin menghampiri gadis itu. Woo Jin bertanya pasti Eun Bin kan yang mengambil buku itu. Eun Bi yang saat itu sedang asyik makan eskrim berpura-pura tidak mengerti dengan maksud Woo Jin.
Segera saja Woo Jin menghampiri gadis itu. Woo Jin bertanya pasti Eun Bin kan yang mengambil buku itu. Eun Bi yang saat itu sedang asyik makan eskrim berpura-pura tidak mengerti dengan maksud Woo Jin.
Dari
arah depan, Woo Jin melihat sebuah mobil yang parkir tak jauh di sekitar
perumahan. Bahkan dia melihat sebuah kamera yang mengarah padanya. Woo Jin
ingat saat direktur menarik kerah jasnya dan direkur Choi merapihkan kerah jas,
Woo Jin bisa merasakan gerakan tangan direktur Choi yang meletakan alat
penyadap di bawah lipatan kerah.
Mengetahui
hal itu Woo Jin tidak jadi bertanya tentang buku rekening rahasia. Ia mengganti topik pembicaraan dengan bertanya, "Yang merokok di rumah
kabag Han pasti, kau kan?".
Eun
Bi menyangkal, "Bukan. Benar-benar bukan aku. Kabag Han bilang kalau aku
merokok di dalam rumah, aku akan mati".
Perhatian
Woo Jin beralih pada mobil diseberang sana. Orang yang membawa kamera itu
menarik diri masuk ke dalam mobil dan menutup jendela. Selang beberapa detik,
jendela kembali terbuka, dan kamera paparazi itu kembali menyorot ke arah
mereka.
Woo
Jin pura-pura tidak percaya pada Eun Bi. Dengan nada kesal dia memarahi Eun Bi
yang berani berbohong. Woo Jin menarik tangan kanan Eun Bi yang memegang eskrim.
Akibatnya lelehan eskrim mengotori jasnya. Woo Jin mengerutu kalau hari ini
benar-benar sial. Ia menyuruh Eun Bi mengikutinya masuk
ke dalam rumah.
Giliran
Eun Bi yang heran, "Ada apa dengannya?". Meski begitu ia tetap
mengikuti Woo Jin masuk ke dalam.
Di
dalam mobil itu ada 2 orang yang merupakan suruhan direktur Choi. Salah satunya adalah jaksa yang tadi mengintoregasi Woo Jin. Dia bertanya siapa gadis muda yang bersama Woo Jin tadi. Teman jaksa menjawab gadis yang bersama Woo Jin tadi hanyalah seorang ABG bermasalah yang sering
membuar onar dan saat ini tinggal di rumah kabag Han.
Dengan gerakan mata, Woo Jin memberitahu orang yang menguping mereka ada di luar rumah. Woo Jin berkata akan membersihkan jas itu sendiri lalu membawa jas itu agak menjauh dari mereka. Sembari melihat ke arah luar jendela. Monil itu masih ada disana.
Kemudian Woo Jin memberi kode agar Eun Bi duduk di sofa. Untuk mengecohkan perhatian, Woo Jin menyalakan musik dengan nyaring. Ia mengambil tempat duduk di samping Eun Bi dan dengan nada berbisik Woo Jin bertanya, "Dimana buku rekeningnya?".
Mulanya
Eun Bi masih berpura-pura. Woo Jin tahu bahwa Eun Bi lah yang mengambilnya
karena itu ia minta Eun Bi untuk mengatakan yang sebenarnya. Eun Bi minta Woo
Jin jangan khawatir karena ia akan menjaga buku itu dengan benar. Woo Jin
mendesak dimana Eun Bi menyimpan buku itu.
"Apa sangat penting?", tanya Eun Bi kemudian.
"Sangat
penting sekali", jawab Woo Jin serius.
Karena
sangat penting maka Eun Bi tidak bisa menyerahkan buku itu sembarangan. Eun Bi
tersenyum lalu berdiri, "Di dunia ini tidak ada yang gratis. Tidak ada
yang bisa di ambil secara gratis. Karena ini sangat berbahaya".
"Siapa?",
tanya Woo Jin.
"Seseorang",
jawab Eun Bi tersenyum tipis.
Woo
Jin menarik tangan Eun Bi, kembali mendudukan gadis itu dekat di sampingnya.
Woo Jin berkata ini bukan saat yang tepat untuk bercanda. Eun Bi menyahut apakah
Woo Jin menganggapnya sedang bercanda?. Woo Jin mengalah dan tanya apa mau Eun
Bi. Katakan saja selama ia bisa membantu maka akan ia lakukan.
Eun
Bi minta Woo Jin membantunya mencari seseorang. Seseorang yang mengatakan
padanya kalau tidak ada yang gratis di dunia ini. Orang itu adalah ayah Eun Bi.
Eun Bi menyodorkan secarik kertas yang bertuliskan nama ayahnya berikut 6 digit
nomor dari tanda pengenal milik ayahnya.
"Jo
Bong Hee", ucap Woo Jin membaca nama ayah Eun Bi. Woo Jin berpikir seperti
berusaha mengingat seakan pernah mendengar nama itu sebelumnya.
Eun
Bi minta Woo Jin berjanji membantu mencari keberadaan ayahnya. Sebagai imbalan
ia akan mengembalikan buku rekening itu. Karena di dunia ini tidak ada yang
gratis. Usai mengatakan itu Eun Bi tersenyum lalu pergi.
Hubungan kabag Han dan Eun Bi berjalan baik. Mereka mulai akrab seperti kakak adik. Malam itu sembari membersihkan wajah mereka membahas masalah Woo jin. Kabag Han tidak percaya sama sekali kalau Woo Jin terlibat dalam kejahatan.
Bagaimana
mungkin bisa jaksa Cha yang ia kenal menghasut orang lain untuk bunuh diri.
Kabag Han lebih tak percaya lagi jika Woo Jin menyembunyikan buku rekening
rahasia itu. Kabag Han kesal, orang-orang itu hanya menimbulkan masalah,
"Bukankah kau juga berpikir seperti itu?", tanyanya pada Eun
Bi.
Eun
Bi pura-pura tidak mengerti. Kabag Han tetap yakin Woo Jin tidak bersalah.
Hanya dengan sekali melihat saja sudah tahu, siapa yang benar dan siapa yang salah.
Selesai membersihkan diri, mereka berdua keluar kamar mandi.
Eun
Bi ingin tahu kenapa kabag Han, penyidik Go dan Woo Ji bisa tinggal di daerah
yang sama. Kabag Han menjawab mereka bertiga menempati rumah dinas yang di
sediakan kantor kejaksaan. Kabag Han menduga Eun Bi pasti sudah tahu kalau di
sebelah rumah ini adalah rumah Woo Jin dan di sebelahnya lagi rumah penyidik
Go.
"Tapi
kenapa kalian semua masih single?", tanya Eun Bi lagi.
Kabag
Han juga tidak tahu. Ia menganti topik pembicaraan dengan bilang kalau Eun Bi
terlihat cantik memakai salah satu piyama miliknya. Eun Bi tersenyum di puji
seperti itu, ia lalu tanya kenapa kabag Han selalu memakai piyama saat tidur
(Eun Bi berbicara menggunakan bahasa banmal/tidak formal).
Kabag
Han mengoreksi kalimat Eun Bi agar gadis itu bicara menggunakan bahasa formal.
Kabag Han menjawab alasan ia selalu memakai piyama saat tidur karena merasa
nyaman. Ia lalu tanya apa Eun Bi tidak pernah memakai pakaian tidur
sebelumnya. Eun Bi diam tak menjawab.
Kabag
Han bisa melihat raut wajah Eun Bi yang terlihat agak sedih. Kabag Han lalu
berkata baju yang sama jika di pakai anak muda akan terlihat berbeda. Ia janji
akan membelikan baju yang lebih bagus lagi untukz Eun Bi. Sesuatu yang tidak
pernah Eun Bi pakai sebelumnya. Eun Bi merasa tidak perlu, karena setelah
persidangan selesai, ia harus segera pergi dari rumah kabag Han.
Kabag
Han tersenyum, "Tidak peduli di mana pun kau harus memakai piyama yang
bagus".
Perhatian
kabag Han pada Eun Bi tidak hanya soal piyami. Saat tidur, ia menyiapkan tempat
tidur untuk Eun Bi dan menyuruh Eun Bi untuk berbaring di sampingnya. Eun Bi
merebahkan tubuhnya di kasur dan bantal yang empuk. Karena kemarin dilihatnya
Eun Bi tidak bisa tidur dengan nyenyak, maka kabag Han sengaja membeli bantal
dan kasur baru untuk Eun Bi.
"Ya.
Karena di rumahku tidak ada tempat tidur yang bagus, aku merasa bersalah.
Meskipun tidak nyaman, kau tahan saja ya?".
"Tidak
nyaman apanya?. Aku selalu tidur di tempat sauna. Mesikpun di lantai aku masih
bisa tidur. Uap di sauna juga baik untuk kesehatan".
Eun
Bi kembali merebahkan badannya di kasur membuat gerakan seperti katak berenang.
Tanda ia sangat menyukai tempat tidur barunya itu. Kabag Han menyuruh Eun Bi
untuk cepat tidur, mulai besok Eun Bi harus pergi ke sekolah.
Eun
Bi yang mendengarnya terkejut, "Apa?. Mulai besok?. Tidak bisakah
sekolahnya di mulai setelah masa persidangan selesai?. Aku merasa sedikit
memalukan".
Kabag
Han memberi semangat. Masa persidangan bukan sesuatu yang memalukan. Anggap
saja masalah ini sebagai proses pembaptisan untuk masuk ke dunia. Seperti
upacara kelahiran kembali, "Kalau kau menunjukan rasa bersalahmu pada
hakim, mungkin saja hakim akan memberimu keringanan. Dengan begitu jiwa dan
ragamu akan terlahir kembali. Kau akan menjadi orang yang baru. Lalu kau bisa
memulai kembali semuanya. Kau bisa hidup seperti apa yang kau inginkan. Kalau
kau ingin seperti itu, kau harus pergi ke sekolah".
Eun
Bi menggela napas berat sembari menutup matanya rapat-rapat. Pembaptisan. Pergi
ke sekolah. Hidup seperti yang ia inginkan. Eun Bi menatap kabag Han, yang di
tatap mengangguk seakan memberi kekuatan agar Eun Bi bisa melalui semua itu.
Kabag Han mematikan lampu dan mereka pun siap tidur.
Sebelum
tidur kabag Han bertanya, "Kau tidak mendengkurkan, kan?. Kalau kau
mendengkur aku tidak akan bisa tidur. Karena aku sangat sensitif".
"Ya",
jawab Eun Bi.
Kabag
Han membalikan badan dan mulai terlelap. Eun Bi tersenyum, "Terima
kasih", ucapnya lirih penuh haru.
Malam
itu juga Woo Jin menerima telpon dari direktur Kim yang menyuruhnya untuk
datang ke suatu tempat. Sebelum pergi Woo Jin sempat melihat alat penyadap yang
tertempel di kerah jasnya. Meski begitu ia tetap pergi ketempat direktur Kim
berada dengan menggunakan jas tersebut.
Direktur
Kim dan asisten berada di sebuah bar. Woo Jin datang dan bergabung bersama
mereka. Direktur Kim menyuruh asisten menuangkan minuman untuk Woo Jin. Sembari
menuangkan minuman, asisten berkata hari ini Woo Jin telah bekerja keras.
Direktur Kim mengamati Woo Jin lalu bertanya, "Rumahmu sudah di rapihkan?.
Orang-orang itu pasti sudah membuat kekacauan".
"Tidak apa-apa", sahut Woo
Jin.
Setelah
sedikit berbasa-basi akhirnya direktur Kim menyampaikan maksud sebenarnya
menyuruh Woo Jin untuk datang. Apa lagi kalau bukan menanyakan tentang
keberadaa buku rekening rahasia itu. Direktur Kim bertanya apa benar Woo Jin
yang membawa buku rahasia milik Park Gi Taek?.
Jika
benar Woo Jin membawanya, direktur Kim minta agar Woo Jin memberikan buku itu
padanya. Karena buku itu bukan sesuatu yang bisa di pegang oleh anak muda
seperti Woo Jin. Orang tua seperti dirinya lah yang bisa mengurus buku itu. Direktur
Kim juga berkata seharusnya masalah ini tidak pernah ada. Oleh karena itu lebih
baik mereka mengubur masalah ini bersamaan dengan sejarah yang ada.
"Buku
rekening itu ada di tanganmu, kan?, tanyanya lagi.
"Tidak",
jawab Woo Jin.
Direktur
Kim tidak percaya, "Tidak apanya?. Aku sudah mengetahuinya. Ku tanya
sekali lagi. Buku itu ada ditanganmu, kan?".
Woo
Jin menatap direktur Kim beberapa saat sebelum akhirnya menjawab,
"Ya". Direktur Kim sangat lega mendegnar jawaban itu. Mereka lalu
bersulang bersama. Direktur Kim berkata tidak mungkin Park bersaudara
memberikan buku yang senilai nyawa sendiri begitu saja pada orang lain.
Direktur juga mengaku sedikit tertekan hingga merasa sangat cemas. Tapi sebagai
jaksa bermartabat tentunya Woo Jin tidak akan meminjam uang dari rentenir,
kan?.
Woo
Jin diam, diamnya ini seperti sengaja ingin mengorek informasi. Direktur meminta Woo Jin berpikir
sekali lagi. Ini bukan hanya masalah pribadinya saja tapi ini masalah
menyangkut nasib bangsa. Direktur Kim mengatakan itu dengan wajah serius.
Mungkin saja dia akan terus bercerita jika saja tidak terdengar suara yang menggagetkan mereka.
Penyidik
Go berlari dengan napas ngos-ngos'an menghampiri mereka. Direktur Kim ngomel,
"Kau menakutiku. Ada apa?. Ada apa lagi?. Kenapa sampai kemari".
Penyidik Go meminta maaf sembari mengatur napas.
"Kenapa
ada yang ingin menyerahkan diri lagi?", tebak direktur Kim asal.
"Bagaimana
Anda bisa tahu?", jawab penyidik Go membuat direktur Kim bengong.
Penyidik
Go berkata kali ini yang ingin menyerahkan diri adalah orang yang mengaku telah
membuat Park bersaudara. Direktur Kim dan asisten terkejut, "Apa
benar?". Penyidik Go membenarkan, "Tapi kali ini... lagi-lagi si
pelaku ingin bertemu dengan jaksa Cha Woo Jin saat menyerahkan
diri".
Direktur
Kim bingung plus heran, "Ada apa lagi ini?".
"Dimana?",
tanya Woo Jin kemudian.
Penyidik
Go membawa Woo Jin ke sebuah gedung. Ada banyak polisi yang berjaga di sana.
Woo Jin mendongak ke atas dan melihat seorang wanita yang berjalan di pinggir
atap gedung. Woo Jin ingin naik ke atas menemui wanita itu.
Namun, penyidik Go berusaha mencegah. Ia tak menginjikan Woo Jin untuk naik ke atas. Tidak boleh. Penyidik Go yakin ini hanyalah sebuah jebakan. Woo Jin tidak peduli, meski ini adalah sebuah jebakan sekalipun, tapi hanya ini satu-satunya kesempatan baginya untuk menangkap tersangka.
Woo Jin memilih mengambil resiko dengan naik keatas gedung. Tanpa rasa takut sedikit pun, dia menemui tersangka pembunuh Park bersaudara. Akankah Woo Jin berhasil kali ini?.
Namun, penyidik Go berusaha mencegah. Ia tak menginjikan Woo Jin untuk naik ke atas. Tidak boleh. Penyidik Go yakin ini hanyalah sebuah jebakan. Woo Jin tidak peduli, meski ini adalah sebuah jebakan sekalipun, tapi hanya ini satu-satunya kesempatan baginya untuk menangkap tersangka.
Woo Jin memilih mengambil resiko dengan naik keatas gedung. Tanpa rasa takut sedikit pun, dia menemui tersangka pembunuh Park bersaudara. Akankah Woo Jin berhasil kali ini?.
Lanjut
ke Sinopsis Reset Episode 3 Part 2
Degdegan euy....
ReplyDeleteMakasihhhhh sdh dibuat sinopnya