Pages - Menu

Tuesday, October 23, 2012

Tak Lekang DImakan Zaman


Tradisi merupakan sesuatu yang berlangsung turun-temurun dari sekelompok masyarakat yang tetap dipertahankan hingga kini. Berikut beberapa tradisi khas dari berbagai daerah di Indonesia. 

1. Rambu Solo, Toraja, Sulawesi Selatan


Masyarakat Toraja memiliki tradisi untuk mengadakan upacara kematian atau kedikaan yang disebut Rambu Solo. Uniknya, upacara kematian yang merupakan tradisi turun menurun ini digelar besar-besaran, guna memberikan salam terakhir kepada mendiang yang telah pergi. Dalam acara ini, juga terdapat beberapa rangkaian upacara demi menyempurnakan kematian sang mendiang, salah satunya adalah ketika jenazah diiringi menuju tempat pemakaman yang terletak di tebing goa, uniknya lagi, terdapat ukiran boneka yang sengaja dimiripkan oleh sang jenazah sebagai pertanda siapa yang telah dimakamkan di tempat tersebut. 

2. Upacara Yandnya Kasada, Gunung Bromo, Jawa Timur


Terdapat satu acara tradisi bernama upacara Kasada yang diselenggarakan di Gunung Bromo oleh Suku Tengger yang mendiami kawasan tersebut. Alkisah pada zaman dahulu terdapat sepasang suami istri bernama Jaka Seger dan Roro Anteng yang bertapa pada Sang Hyang Widhi untuk mendapatkan keturunan, doa mereka pun dikabulkan dengan syarat anak mereka yang bungsu harus dikurbankan di kawah Gunung Bromo. Maka dari itu demi menghormati kisah tersebut, setiap hari ke-14 di bulan Kasada dalam penanggalan Jawa, diadakan upacara sesembahan bagi Sang Hyang Widhi dan leluhur di bawah kawah Gunung Bromo. 

3. Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal, Dieng, Jawa Tengah


Pegunungan Dieng memang dikenal memiliki pesona sebagai dataran tinggi yang tiada gunanya, dengan objek wisata seperti gugusan candi Pandawa dan telaga warna yang dikenal dengan keindahannya. Namun, pesona Dieng tidak hanya itu, karena ditempat ini juga terdapat satu upacara tahunan yang disebut Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal bagi anak Bajan di desa setempat. Ruwatan tersebut ialah pemotongan rambut gimbal bagi sang anak yang memang sedari kecil memiliki kelebihan tersebut. Rambut gimbal tersebut haruslah dipotong, karena bagi penduduk setempat, hal itu dapat memberi pengaruh buruk bagi sang anak di kemudian hari. 

4. Tradisi Kematian, Desa Trunyan, Bali


Bagi masyarakat Bali, Ngaben adalah rituan kremasi mayat yang lazim dilakukan disana, namun ada yang berbeda pada tradisi bagi masyarakat Bali Aga di desa Trunyan. Walau berlokasi di satu Pulau Bali, namun upacara kematian yang dilakukan berbeda, yaitu sang jenazah dapat diletakkan begitu saja ditanah pemakaman yang telah disediakan. Uniknya, jenazah-jenazah tersebut tidak mengeluarkan bau yang menyengat karena keberadaan pohon Taru Menyanang kabarnya dapat menetralisir bau busuk mayat serta mengeluarkan wewangian yang harum. Banyak wisatawan yang datang karena tertarik melihat langsung bagaiman tradisi ini dilaksanakan.

5. Boneka Sigale Gale, Samosir, Sumatra Utara


Bergerak ke daerah barat, terdapat satu kesenian boneka yang sangat unik di daerah Samosir, Sumatra Utara. Boneka ini diberi nama Sigale-gale yang berdasarkan kisah sejarahnya merupakam perwujudan seorang anak Raja yang tewas dalam peperangan. Sang Ayahanda pun menangisi kepergian sang anak hingga jatuh sakit, dan atas nasihat seorang tabib pada masa itu, dibuatlah satu boneka yang telah dimasukan ruh sang anak yang dapat menari Tor-tor sendiri tanpa digerakan. Hingga sekarang, kegiatan ini masih sering dilakukan demi menjaga kelestarian seni dan budaya suku batak, tepatnya yang berada di daeran Samosir.

6. Ritual Tiwah, Kalimantan Selatan


Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak. Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja.
Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga – dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa. Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, Tiwah juga berujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara adat mereka diperkenakan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.

7. Bakar Batu, Papua


Papua, pulau paling timur Nusantara ini memiliki potensi pulau yang indah dan keunikan tradisinya. Papua menyimpan berbagai warisan kebudayaan yang harus dilestarikan agar tidak punah adat istiadat yang telah diciptakan oleh leluhur kita. Salah satu keunikan kebudayaan Papua adalah dengan adanya upacara tradisional yang dinamakan dengan Bakar Batu. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi terpenting di Papua yang berfungsi sebagai tanda rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang.

Tradisi Bakar Batu ini dilakukan oleh suku yang berada di lembah Baliem yang terkenal cara memasaknya dengan membakar batu. Pada perkembangannya, tradisi ini mempunyai berbagai nama, misalnya masyarakat Paniai menyebutnya Gapiia, masyarakat Wamena menyebutnya Kit Oba Isogoa. Persiapan awal tradisi ini masing-masing kelompok menyerahkan babi sebagai persembahan, sebagian ada yang menari, lalu ada yang menyiapkan batu dan kayu untuk dibakar. Proses membakar batu awalnya dengan cara menumpuk batu sedemikian rupa kemudian mulai dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas.

Kemudian setelah itu, babi telah dipersiapkan untuk dipanah terlebih dahulu. Biasanya yang memanah babi adalah para kepala suku dan dilakukan secara bergantian. Ada pandangan yang cukup unik dalam ritual memanah babi ini. Ketika semua kepala suku sudah memanah babi dan babi langsung mati, pertanda acara akan sukses. Sedangkan jika babi tidak langsung mati, diyakini acara ini tidak akan sukses. 

Tahap berikutnya adalah memasak babi tersebut. Para lelaki mulai menggali lubang yang cukup dalam, kemudian batu panas dimasukan ke dalam galian yang sudah diberi alas daun pisang dan alang-alang sebagai penghalang agar uap panas batu tidak menguap. Di atas batu panas diberikan dedaunan lagi, baru setelah itu disimpan potongan daging babi bersama dengan sayuran dan ubi jalar. Setelah makanan matang, semua suku Papua berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Tradisi ini dipercaya bisa mengangkat solidaritas dan kebersamaan rakyat Papua.

2 comments:

  1. refrensinya dari mana aja mba ? terimakasih informasinya :)

    ReplyDelete

Thanks sudah mampir di blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya...Trims....:)